Dari Minang ke Eropa: Menari, Bersilat, Salawat Dulang dan Berdendang

Ada Diskriminasi Dirasakan Tim Sumbar

1418
Ery Mefri (pakai sarung) dalam sebuah wawancara dan pemotretan di sanggar Nan Jombang di Padang, Sumatera Barat baru-baru ini. poto: nan jombang

JURNAL SUMBAR | Padang – Pertama dalam sejarah seni Minang, empat komponen seni sekaligus berangkat ke Eropa untuk menari, basilek (bersilat), salawat dulang dan berdendang. Seniman ini, 9 sampai 12 Desember akan menghadiri acara “West Sumatera Evening” di Bozar, Belgia.

Dalam beberapa bulan ini mereka sudah melakukan persiapan di Padang dan di Batusangkar. Kemarin malam mereka berkumpul di Sanggar nan Jombang untuk persiapan tim.

Salawat dulang misalnya, diambil dari jantung Luhak Nan Tuo, Tanah Datar. Nama grupnya Sinar Barapi dan Panah Arjuna. Ini pertama mereka ke Eropa. Persiapan yang mereka lakukan lebih dari cukup.
“Yang disayangkan, pihak-pihak pemangku kewenangan dan kebijakan di sini tak banyak yang bertanya dan menyapa,” kata koordinator mereka, Ery Mefri di Padang, Kamis (26/10)

Selain sawalat dulang, sejumlah pesilat dan peniup saluang dari Kuranji, Padang jugaakan menghadirti acara serupa. Anak-anak silek dari sasaran ini semangatnya seperti Achmad Husein muda, komandan Harimau kuranji tempo doeloe. Bukan karena ingin ke Eropa tapi basilek di Eropa itu yang mereka mau. Apalagi di Eropa silek Minang sudah dikembangkan.

Nan Jombang sebagai koordinator dalam tour Eropalia ke Prancis, Belanda, Begia dan Austria ini tak hanya sekadar mengkoordinir, tapi membawa karya tari, Rantau Berbisik. Karya ini dibuat 2007 dan premier 2009 untuk selajutnya telah melakukan pementasan di Bribane, Adelaide, Caine da Darwin Australia, Rhode Island, New York, Washington dan LA Amerika, Pilipina, Soul Korea, Singapura, Jepang, Berlin dan dibeberapa iven dan kota di Indonesia.

Diskriminasi

Menurut Ery Mefri, sejak pertemuan awal semua tim Eropalia 7 sampai 9 Juni 2017 di Jakarta, sudah tercium hal-hal yang berbau diskriminasi untuk peserta dari daerah. “Kamidi Nan Jombang sudah sangat merasakan hal itu,” katanya.
Diskriminasi itu, mulai dengan tidak digubrisnya masalah jadwal keberangkatan dan kepulangan tim. “Ada beberapa catatan saya soal itu,” katanya.

Ia mencatat, tidak diberi waktu pada peserta dari daerah untuk penyesuaian pada pentas dan letting yang diperlukan sebelum pertunjukan. Kemudian, nanti selesai pertunjukan malamnya, besok pagi harus kembali ke Tanah Air tanpa punya ada untuk berkemas.

“Kami tidak bisa pulang sama-sama, tapi berpencarnya. Ini bukan hanya menyulitkan, tapi bisa menibulkan masalah keimigrasian,” kata dia. Apalagi, yang ia bawa seniman tradisi belum pernah ke luar negeri.

“Oleh panitia di Jakarta, kami dikucilkan dari publikasi, seolah kami tidak ada,” kata dia pula.

Ini terbukti, pada 10 sampai 14 Juli Indonesia kedatangan tim Belgian Press Trip utk meliput tim Indonesia yang akan berangkat ke Eropalia. “Jurnalis itu dibawa ke Solo dan Yogya, sedang kita tidak diberi tahu,” katanya.

Dipotong satu jam

Tak hanya dikucilkan dari publikasi, tapi jam mentas anak-anak Padang juga dipotong dari dua menjadi satu jam.
“Ini kuratornya dikomandoi Sal Margianto, ini bagaikan diseting agar penampilan dari Sumatera Barat sengaja dibuat tidak lengkap oleh tim Eropalia bersama Kurator-kuratornya, dengan demikian kami ditenggelamkan.”

Yang lebih perih di laman facebook Eropalia Indonesia tak terlihat ada berita dan ulasan tentang pertunjukan Sumatera Barat.

“Sampai detik ini kita sangat buta dengan informasi dan komunikasi untuk segala kebutuhan dalam pertunjukan di Eropalia itu, seolah persaingan bisnis, padahal tidak” katanya yang diamini penari Angga Mefri.

Ery Mefri jengkel, para kurator di Pulau Jawa seolah-olah takut tersaingi dan menghalang-halangi publikasi. “Memangnya ada dewa yang akan pindah ke Padang, gara-gara kami terpublikasi?” tanyanya.

Meski begitu, Nan Jombang akan tetap kukuh melangkah menuju Brussel dan Austria dalam Eropalia Desember 2017 mendatang. Tak hanya itu tapi juga trip ke beberapa negara pada tahun berikutnya. Ini guna menambah panjang daftar perjalanan ” Rantau Berbisik “.

Seniman tradisi dan Nan Jombang berharap ada kepala daerah di Sumbar yang datang melihat penampilan mereka di Eropalia 9 sampai 11 Desember nanti di Belgia dan Austria.

Untuk Ranah Minang.

“Sebagai negeri yang memiliki keberagaman seni dan budaya, maka sedikit potensi dan kualitas yang kita punya sudah waktunya untuk diperhatikan agar berani memperlihatkan diri ketika peluang untuk itu seolah selalu ditutupi,” lanjut Ery Mefri.

Mefri menyebut perantau Minang di Eropa sudah banyak yang mengontaknya dan akan hadir dalam acara tersebut.

“Kepada Bapak Gubernur beserta Bapak Bupati dan Walikota di Sumatera Barat,
sebagai putra daerah dan anak bangsa, lihat dan kunjungilah kami yg sedang berbakti, walau mungkin belum begitu dianggap berarti,” harapnya. rilis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here