JURNAL SUMBAR | Palembang – Langkah pemerintah telah melarang peredaran obat sirup yang mengandung cemaran Etilen glikol dan Dietilen Glikol (DEG) telah berakibat pada usaha farmasi di Sumsel. Terlebih lambatnya Kemenkes dan BPOM dalam mengeluarkan kepastian membuat masyarakat takut membeli obat sirup, sehingga berdampak signifkan dan terancam merugi.
“Pengusaha kecil yang bergerak di bidang farmasi sangat dirugikan. Masyarakat takut karena pelarangan secara umum semua jenis obat apalagi belum ada kepastian,” kata Ketua Kadin Sumsel H Affandi Udji kepada media saat dimintai pendapatnya soal intruksi Kemenkes tentang penjualan dan pembelian obat jenis sirup, Selasa (25/10/2022).
Diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginstruksikan para tenaga kesehatan untuk tidak meresepkan obat-obat dalam bentuk sediaan cair atau sirup. Hal tersebut lantaran adanya kasus gagal ginjal akut misterius yang menyerang anak-anak.
“Kalau tanpa kepastian begini berapa banyak kerugian pengusaha yang untungnya tidak seberapa mengandalkan margin hanya berapa persen. Tidak laku dan expired mengancam usaha farmasi, baik apotek maupun distributor obat,” sesalnya.
Affandi meminta agar pemerintah segera memberikan kepastian. BPOM sebagai lembaga yang diberikan kewenangan memberikan langkah cepat jangan sampai berlarut.
“Kasian, kita melihat ini dari aspek usaha. Jika dilarang harus jelas. Karena ini dampaknya kesemua jenis obat sirup, tanpa terkecuali,” sambungnya.
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan, saat ini pihaknya tengah mengkaji larangan penggunaan obat sirup seperti dalam surat edaran.
Menurut dia, BPOM belum selesai memeriksa semua obat dengan sediaan sirup. Oleh karena itu, Kemenkes tetap menganjurkan untuk tidak menggunakan obat sirup, sebagai langkah keamanan.
“Kita sedang kaji, karena belum semua selesai diperiksa BPOM kan, jadi untuk amannya tentu anjuran untuk tidak menggunakan sirup atau cairan tetap dilakukan,” jelas Nadia. (*)