Hadir HPN di Padang, Mau Melihat Apa?
JURNAL SUMBAR | Padang – Hari Pers Nasional (HPN) adalah hal biasa bagi wartawan anggota PWI. Pada 1 sampai 9 Februari 2018 ini diadakan di Padang, Provinsi Sumatera Barat. Lantas apa yang akan dilihat dan dibawa pulang?
Pertama inilah provinsi di Sumatera paling banyak obyek wisatanya, seperti juga Sumut dan Sumsel. Ada kawasan Mandeh yang bagai Halong Bay Vietnam dan Raja Ampat di Papua. Ada Danau kembar tiga namanya Danau Diatas, Dibawah dan Talang. Danau itu dipagar kebun teh dan ladang-ladang bawang. Suhunya 20 derajat.
Tak jauh dari sana ada Singkarak yang salah satu sumber airnya dari danau kembar tiga itu. Danau Singkarak (107,8 Km) terluas kedua di Sumatera setelah Toba.
Di balik lenggang Singkarak ada Maninjau, danau tempat mandi Buya Hamka kala kanak-kanak. Untuk ke danau ini, ada jalan namanya Kelok 44. Tiap kelok punya kisah, tiap kisah aduhai. Di puncak ada Embun pagi, tempat awan gemawan bergayut. Di ujung sayap awan itu ada Puncak Lawang, titik strategis untuk paralayang. Lawang punya ladang tebu yang luas.
Dalam hutan ada Kelok Sembilan. Inilah fly over beton paling spektalur di Indonesia sepanjang 2,5 Km, dengan tinggi tiang 58 Km. Berliku, panjang dan kokoh. Kelok ini menghubungkan Sumbar dan Riau.
Padang Kota Tercinta
Tentu pernah membaca novel Sitti Nurbaya,Kasih tak Sampai, romannya Marah Rusli. Di Padang ada bukit siti nurbaya. Inilah satu-satunya novel di Indonesia yang nyaris jadi legenda. Bukitnya juga.
Bukit itu berdiri di tepi laut menyampingi pantai Padang tempat acara puncak HPN dilaksanakan.
Para peserta akan diinapkan di hotel-hotel sekitar pantai dan pusat kota. Tentu saja tak ada rumah makan padang di Padang. Masuk saja ke rumah makan manapun. Enak dan enak sekali. Padang dengan tagline ‘Kota Tercinta’ tempat Hatta sekolah, sekarang namanya SMP 1, di Jalan Sudirman.
Acara puncak HPN direncanakan di Pantai Muaro Lasak, bagian dari Pantai Padang. Pantai ini sudah ditata dengan elok oleh Pemko setempat dan kini menjadi tempat wisata keluarga.
Bukittinggi
Jika ke Bukittinggi Anda akan melewati Lembah Anai, dengan air terjunnya pada lembah bernama Anai. Lanjut ke Padang Panjang, inilah kota dingin dengan kuliner satenya yang nikmat. Di sinilah Hamka banyak menghabiskan harinya, ulama yang dapat doktor honoris causa dari Universitas Al Alzar, Mesir. Ayahnya juga;Abdul karim Amrullah.
Di kota ini pula sekolah wanita pertama di Indonesia dengan sistem kasikal pertama, Diniyah Puteri. Tokohnya, Rahmah el Yunisiyah. Dari Universitas Al-Azhar, Rahmah mendapat gelar kehormatan “Syekhah”yang belum pernah diberikan sebelumnya. Ia berkunjung ke Mesir pada 1957.
Seterusnya Anda akan ke Bukittinggi, melewati jalan di kaki Gunung Marapi dan Singgalang. Nanti sebelah kiri setengah jalan akan ada Rumah Pusi Taufiq Ismail dan Rumah Budaya Fadli Zon. Sebentar saja Anda akan sampai ke Bukittinggi, kota dengan 72 bukit dan 300 tenaga kuda itu.
Bukittinggi, habis layar komputer untuk menceritakannya. Sedikit saja, ada Jam Gadang, dibagun 1926 dengan memakai Semen Padang. Jarum jam bergerak oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris.
Bukittinggi, memiliki Ngarai Sianok panjangnya 15 dengan tinggi lebih 100 meter. Di dasar lembah ada desa bernama Sianok ahli bofet, sarapan pagi. Sekarang di dasar lembahada kafe-kafe kulinger yang sajiannya nikmat. Di kota inilah rumah Buing Hatta berdiri dengan dirawayt baik.Di sini pula ada Sekolah Raja, tempat Tan Malaka belajar.
Obyek lain sangat banyak. Ini misalnya, Lembah Harau yang sering muncul di film-film itu di Payakumbuh. Tak jauh dari sana, Batusagkar, ada Istano Basa dari kerajaan Pagaruyung. Semua obyek wisata itu, bisa dijelang dalam satu hari.
Anda sebenarnya juga mendatangi desa-desa tokoh nasional. Desa Hatta, Agus Salim, Emil Salim, Sjahrir. Kemudian M Yain, Navis, Hamka, Natsir, Marah Rusli, Tan Malaka. Kemudian Rosihan Anwar, Karni Ilyas serta tokoh hebat lainnya. Inilah geo sastra yang luar biasa “nikmatnya”.
Lalu untuk apa ke Padang? Menikmati panoramanya, kulinernya dan menulis tentang desa-desa tokohnya. Sebuah buku kecil, Geo Seni dan Sastra, cukup lengkap menjadi referensi, apalagi penulisnya AA.Navis. KJ Singgalang