JURNAL SUMBAR | Padang – Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Irwan Prayitno, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Sumbar menegaskan akan menuntaskan permasalahan agraria di Provinsi Sumatera Barat dengan serius.
Dikatakannya, jika berhasil dituntaskan, penyelesaian permasalahan agraria secara pada gilirannya, secara langsung maupun tidak, akan mengurangi masalah ketimpangan kepemilikan tanah, menciptakan kemakmuran rakyat, menciptakan lapangan kerja baru, membuka akses masyarakat ke sumber-sumber ekonomi, meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan, menangani dan menyelesaikan konflik agraria, sekaligus memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.
“Masalah tanah masalah lama. Perlu dan harus ditangani secara serius. Mari kita tuntaskan. Kita inventarisir dan kita selesaikan satu-satu. Kalau tidak, akan jadi bom waktu dan meledak sewaktu-waktu,” ujar Irwan Prayitno dalam sambutannya saat membuka acara Rapat Koordinasi Gugus Tugas Reforma Agraria di Provinsi Sumatera Barat di Hall Nias Hotel Imelda, Padang (5/7).
Dalam upaya penyelesaiannya, Irwan Prayitno mengajak seluruh pihak yang tergabung dalam GTRA Sumbar dan stakeholder terkait tidak menyalahkan dan tidak melempar tanggungjawab ke pihak manapun.
“Tidak perlu salahkan orang lain. Sekarang tanggungjawab itu diberikan kepada kita, kita jadikan pekerjaan rumah. Kita selesaikan yang belum selesai walaupun menumpuk. Jadi jangan ada yang nyalahin pejabat yang lalu. Ini salah dia, ini salah si ini, ini salah si itu. Ga ada itu ‘dia’ lagi. Sekarang ini tanggungjawab saya, tanggungjawab kita,” ujarnya.
Dipaparkan Irwan Prayitno, secara umum, terdapat enam masalah utama menyangkut Agraria yang harus diselesaikan, meliputi; ketimpangan penguasaan dan kepemilikan atas tanah, alih fungsi lahan pertanian yang masif, sengketa dan konflik agraria seperti permasalahan batas dan sertifikat ganda, kemiskinan dan pengangguran, turunnya kualitas lingkungan hidup, dan kesenjangan sosial.
“Persoalan-persoalan ini tidak bisa akan selesai oleh BPN saja. BPN tidak berdata. Ga bisa. BPN itu instansi vertikal. Tidak akan bisa maksimal kalau BPN sendirian. Maka dari itu perlu dukungan dari provinsi dan kabupaten/kota,” imbuhnya.
Gubernur menyatakan, sebagai salah satu bentuk komitmennya, Pemprov Sumbar telah menerbitkan Peraturan Gubernur awal 2018 lalu yang dimaksudkan untuk memudahkan kinerja GTRA. Gubernur ingin, pemerintah kabupaten/kota mengambil langkah yang sama.
“Kita sudah (menerbitkan Pergub) untuk ini. Agar berjalan, Bupati dan Walikota bikin juga peraturannya, agar memudahkan kerja gugus menyelesaikan masalah agraria yang ada,” ajaknya.
Di kesempatan yang sama, Direktur Land Reform Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Arif Basyar, mewakili Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian Agraris dan Tata Ruang/BPN yang berhalangan hadir menyebutkan GTRA dibentuk untuk membantu percepatan pencapaian target reforma agraria nasional seluas 9 juta hektare yang terbagi ke dalam dua program, yakni; Legalisasi Aset seluas 4,5 juta hektare, mencakup 3,9 juta hektare legalisasi aset dan 0,6 juta hektare tanah transmigrasi yang belum bersertifikat; dan, Redistribusi Tanah seluas 4,5 juta hektare, mencakup Tanah Hak Guna Usaha (HGU) tidak diperpanjang dan tidak dimanfaatkan seluas 0,4 juta hektare dan pelepasan kawasan hutan seluas 4,1 juta hektare.
Dijelaskan Arif Basyar, dalam rangka itu, GTRA diharapkan dapat menyelesaikan sengketa agraria dengan bantuan aparat penegak hukum yang ada di daerah masing-masing.
“Ada saja sengketa dan konflik tanah, baik antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pengusaha, masyarakat dengan negara, masyarakat dengan BUMN, dan lain-lain. Kami harap, dalam prosesnya, konflik agraria seperti itu bisa dituntaskan di level gugus masing,” harapnya.
Arif juga mengatakan, dalam rangka percepatan, GTRA diharapkan dapat segera memastikan dan memetakan posisi tanah pelepasan hutan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI sebelumnya, serta dapat segera menindaklanjuti Perpres 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan.
“Terutama ya menyangkut tanah yang berasal dari pelepasan hutan negara untuk TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) dan atau hasil perubahan batas kawasan hutan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumbar Sudaryanto dalam Laporannya di acara yang sama mengungkapkan, TORA Sumbar 2019 meningkat menjadi 58.254 hektare atau meningkat sebesar 7,23% dibanding TORA Sumbar 2018 yang hanya seluas 54.315 hektare.
“Dengan demikian, TORA Sumbar total adalah sebesar 112.569 hektare,” ungkapnya.
Sudaryanto juga mengungkapkan bahwa Kota Solok adalah satu-satunya kabupaten/kota di Sumbar yang legalisasi aset agrarianya telah rampung 100%. (rilis)