JURNAL SUMBAR | Padang – Dalam praktik nilai budaya Minang, keberadaan tokoh pejuang, sastrawan, cendikiawan dan budayawan Ranah Minang termasuk ulama Buya Hamka merupakan bukti bahwa nilai-nilai sosial budaya Minang mampu melahirkan tokoh tokoh besar di Indonesia.
Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia (1993-1998), Dato’ Seri Anwar Ibrahim, saat memberikan kuliah umum di hadapan ribuan mahasiswa di Auditorium UNP, Ahad (28/10), menilai kekuatan budaya di Ranah Minangkabau menjadi landasan yang mengantarkan daerah ini melahirkan banyak tokoh besar di Indonesia. Sebagian besar menjadi tokoh yang menginspirasi dirinya dalam perjalanan politiknya yang penuh liku di negeri jiran itu.
Mengawali paparanya, Anwar Ibrahim yang saat ini kembali sebagai anggota Parlemn Malaysia mengungkapkan bahwa dirinya sudah jelajah puluhan kali ke seluruh Indonesia dan kebetulan tertinggal ranah Minang ini. Tetapi pengalaman di Minang ini meski baru sehari, amat mengesan dan menyenangkan.
Dalam renunganya, diungkapkannya, apa yang membuat Ranah Minang melahikan tokoh besar di Indonesia. Dan berbagai orientasi politik, Yamin, Sutan Syahrir, Sastrawan Abdul Muis, ulama besar dunia Melayu dan dikagumi dunia, Buya Hamka.
“Bagi mahasiswa, satu persoalan yang harus ditanya adalah bagaimana dan apa kekuatan yang ada di Ranah Minang ini,” ujarnya.
Anwar tidak menafikan ada beberapa wilayah Jawa, Makassar, Kalimantan yang juga melahirkan tokoh-tokoh besar. Namun dinilainya tidak sebanyak yang berasal dari Ranah Minang, daerah yang disebutnya negeri serantau. Seharusnya hal ini menurutnya menjadi pertanyaan besar bagi generasi muda Minangkabau saat ini. Apalagi, kini, tokoh Minang mulai berkurang di level nasional.
Dia mengutip Pemikir Prancis, Roger Garaudi yang mengatakan, untuk mengenang jasa para tokoh-tokoh itu, generasi muda tak cukup sekadar membakar menjadi abu. “Harusnya menyemarakkan semula semangat dan ilmu mereka,” ujarnya.
Kekagumannya pada tokoh-tokoh dari Ranah Minang, seperti M Yamin, Hatta, Natsir, Syahrir dan lainya, karena tindakan mereka (para tokoh-Red) selalu dilandasi akhlak, nilai, moral, dan etika. “Kalau dalam Islam, kita tahu asas Islam adalah uswatun hasanah, yaitu contoh terbaik, karena akhlak,” ujarnya di acara yang juga dihadiri tokoh-tokoh penting Malaysia.
“Mahasiswa harus membaca dan mengenal sosok tokoh tersebut.
Hari ini Sumpah Pemuda. Saya anak Melayu dari Pulau Pinang namun tak lepas mengagumi semangat dan daya juang anak-anak muda di Padang dan di Ranah Minang yang dapat memikirkan perubahan,” ujarnya
Ia menuturkan, bagaimana mungkin tahun 1928, masih ada idealisme yang tercerna di kalangan anak-anak muda yang memungkinkan mereka mengungkap dasar besar bagi Indonesia. Yang tak hanya untuk Indonesia, namun di rantau Melayu.
“Persoalan berikutnya, apakah mampu kita bertahan. Mengapa setelah selang beberapa dekade dan dasawarsa Ranah Minang tak mampu lahirkan tokoh-tokoh itu.
Saya minat membaca karya-karya tokoh besar. Waktu membaca saya banyak sekali, tapi di penjara,” ungkapnya.
Ia berbagi pengalaman saat di penjara, jangan cerita soal derita, nestapa. Namun saya manfaatkan waktu sepenuhnya untuk beribadah dan beramal dan membaca ribuan buku. Lebih setengah tahun terkumpul saat saya meringkuk dalam penjara. Bukan sekadar sedu sedan namun ada keupayaan. Jiwa yang mantap berontak, walaupun ia tahu pada masa itu ia lempar ke Penjara itu ibarat binatang jalang dari kumpulan terbuang.
Dia melihat sejarah modern meletakkan revolusi Prancis sebagai sesuatu yang linglung. Liberte Egalite Frateniti. Itu sebuah hal yang memukau. Harus diingat idealisme yang mencetukan revolusi Prancis tak bertahan. 10 Tahun setelah itu, nasib petani di Prancis lebih buruk, lebih miskin, sebelum rezim raja yang lama.
Karena golongan elit ini, cerdik pandai, lebih sibuk bicara soal pandangan, ideologi, orientasi politik, dan partai, namun tidak masalah rakyat.
Soal kebebesan, dan sebagainya, hari ini Prancis masih kuat kebencian terhadap Islam. Islamopohibia. Revolusi yang merenggut ribuan nyawa dan menyebabkan ratusan ribu orang hidup menderita.
“”Namun setelah sekian lama idealisme yang mencernakan revolusi tidak bertahan. Karena politisi lebih banyak bicara soal hal-hal yang bisa menarik minat rakyat. Namun bukan pertahankan kepentingan rakyat. Revolusi di Bosnia, bla bla.
Cina di bawa Mao Tse Dong, juga memberikan kesan yang negatif Saya ini mewakili pandangan yang optimis. Namun kenapa saya lontarkan ide yang bunyinya pesimis. Ada revolusi hancur, ada revolusi merompak harta rakyat. Menteri-menteri kerjanya merampok” ujarnya.
Lebih lanjut Anwar bicara soal sejarah Rusia, namun jangan dikaitkan ke Indonesia.
Soekarno tatkala memperjuangkan revolusi dan kemerdekaan Indonesia, menjanjikan jembatan emas. Merdeka sinonimnya jembatan emas. Namun kenyataan politik tidak semuanya berlaku begitu. Tokoh Gandhi yang digelar Mahatma Gandhi. Tokoh yang luar biasa juga pengorbanan dan kesederhanaan. Coba dekati golongan Hindu, Muslim, dan Kristen India. Jawahralal Nehru, anak didik Gandhi yang membuat Nobel Salman Rushdi.
Dikatakannya, Nehru bicara tentang suatu ikatan sumpah setia dengan masa depan yang gemilang. Namun kenyataan kemiskinan dan diskriminasi masih terjadi di India. Pertempuran ide di antara yang indah dan kenyataan yang berlaku.
Mandela, sejurus dengan dirinya dibebaskan dari tahanan tahun 2004, Mandela menelpon undang saya Azizah dan anak2 jadi tamu di Afsel. Mandela dengan segala pengorbanan dan kehebatannya mengharapkan perjuangan menegakkan keadilan bertahan.
Muncul Presiden baru, Zuma yang terlibat korupsi.
Mengawali kuliah umum, Rektor UNP, Prof Ganefri dalam sambutanya mengatakan,
masyarakat Minang mungkin jumlahnya lebih banyak yang menyayangi Anwar di Indonesia, dibanding di Malaysia. Kehadiran Anwar Ibrahim selalu disambut di Indonesia. Saat ini Anwar menjadi anggota parlemen dari Negeri Sembilan, Port Dixon. Yang di sana umumnya keturunan orang Minang. “Ada saham orang Minang untuk Pak Anwar menjadi ahli parlemen. Perjuangan beliau begitu kuat,” katanya
Sementara itu, Gubernur Irwan Prayitno dalam sambutannya mengakui masyarakat madani, perkataan yang dipopulerkan pertama oleh Dato Seri. “Kami sedang mengupayakan terwujudnya masyarakat madani, ujarnya.
Menutup kuliah umum ini, Rektor Prof Ganefri menyerahkan cenderamata kepada Dato’ Seri Anwar Ibrahim disaksikan Fahmi Idris, Gubernur Irwan dan dua budayawan dari Malaysia.(Humas UNP/Agusmardi)