Menyimak berita tragedi Papua, khususnya menyangkut dampaknya terhadap masyarakat perantau Minang di sana, sangatlah menyentuh hati dan perasaan. Semua kita tentu berdoa semoga dunsanak-dunsanak kita yang jadi korban husnul khotimah dan semoga Allah SWT memberi mereka tempat terbaik di sisiNya. Dan semoga yang luka-luka akan segera sembuh, baik luka fisik maupun luka perasaan; begitu pula keluarga-keluarga mereka.
Selain itu, sangatlah menggembirakan dan membuat kita bersyukur melihat reaksi dan gerak cepat masyarakat Minang, baik di Ranah maupun Rantau, dalam usaha menolong korban dan keluarga mereka mengatasi bencana ini, baik bantuan moril, finansial, serta kerja keras mengerjakan apa saja yang bisa dikerjakan untuk menolong keadaan yang begitu parah.
Seperti hampir di semua bencana, baik bencana alam maupun bencana seperti di Papua ini, ada beberapa fase yang memerlukan kerja keras, kepala dingin, dan pemikiran yang bijaksana. Fase pertama adalah fase keadaan darurat yang sekarang masih berlangsung. Dalam fase darurat ini, fokus utama adalah mengurus korban jiwa dan menyelamatkan yang luka-luka serta memastikan tidak ada lagi korban-korban berikutnya. Ini semuanya sedang berlangsung sekarang.
Fase berikutnya adalah mengurus anggota masyarakat yang terkena dampak bencana ini secara langsung sekalipun tidak menderita cedera fisik. Dapat dipastikan derita emosi dan perasaan yang mereka tanggung sangatlah signifikan dan memerlukan perhatian yang sama seriusnya. Selain itu, fase yang memerlukan perhatian adalah bagaimana mengembalikan kehidupan mereka yang tidak jadi korban menjadi normal kembali. Normal di sini tidaklah mudah menentukannya. Setiap mereka mungkin sekali mempunyai keinginan sendiri-sendiri menyangkut apa yang ingin mereka lakukan (kembali ke tempat mereka di daerah bencana yang sudah membaik dan aman, pindah ke tempat lain, dan sebagainya). Dengan arti kata lain, fase membangun kembali kehidupan yang rusak dan hancur selalu menjadi bagian penting setiap tragedi seperti ini. Seringkali, kalau dilihat dari kejadian-kejadian serupa di masa lalu di berbagai tempat di dunia, fase membangun kembali ini sertingkali tidak menjadi perhatian yang sama seriusnya dengan fase-fase sebelumnya, khususnya fase keadaan
darurat. Padahal bagi mereka yang hidup, fase membangun kembali ini amatlah penting.
Tentu fase-fase di atas tidaklah selalu terpisah-pisah secara ketat. Bisa saja dua atau lebih di antaranya terjadi atau dapat dikerjakan pada waktu yang sama. Dan mungkin pula ada fase lain yang juga penting.
Berbagai diskusi di WA Grup bisq kita lihat. Dugaan saya, pembicaraan akan melihat semua fase tadi, dan mungkin juga hal-hal lain berkenaan dengannya. Saya ingin menyampaikan sedikit pemikiran tentang fase membangun kembali kehidupan yang rusak dan hancur tadi itu, apalagi ternyata ini menyangkut ratusan orang Minang yang ada di daerah bencana itu. Usul saya ini terbatas pada usul buat MDN-G dan juga buat Pemda (provinsi, kabupaten/kota) di Sumatera Barat yang juga sangat mendukung berbagai kegiatan dan inisiatif MDN-G.
Setelah masa darurat lewat nanti, pikiran, perhatian dan usaha masyarakat Minang tentu akan beralih ke usaha menolong membangun kembali kehidupan anggota masyarakat Minang yang rusak dan hancur akibat tragedi Papua itu. Di sini saya hanya akan memberikan sedikit pemikiran tentang usaha membangun kembali kehidupan di Wamena itu sendiri, kalau ada di antara mereka yang ingin kembali ke sana. Dugaan saya, tentu akan ada yang ingin kembali dan tidak mustahil ada juga yang ingin memulai usaha baru di sana ataupunn daerah lain di Papua.
Tidaklah mustahil, misalnya, di Papua orang Minang dianggap menguasai sektor ekonomi. Bagaimanapun, sektor ekonomi sangatlah penting di dalam sebuah masyarakat. Dan usul saya di bawah ini saya dasarkan pada asumsi bahwa sektor ekonomi sangatlah penting. Benar tidaknya dugaan ini di Wamena, saya pikir tidaklah terlalu penting. Akan tetapi, mempertimbangkan hal ini dalam fase membangun kembali kehiudupan yang rusak dan hancur di Wamena, menurut saya, punya potensi memberikan hasil yang baik. Usul saya adalah sebagai berikut:
*Untuk MDN-G*
Masyarakat Minang yang terkena dampak paling besar oleh tragedi Wamena adalah mereka yang berada di sektor bisnis. Banyak sekali anggota MDN-G yang juga bergerak di sektor bisnis dengan berbagai skala dan jangkauan. Saya merasa mengikutsertakan masyarakat Papua di dalam usaha bisnis masyarakat Minang di Wamena nanti dan di Papua khususnya akan berdampak baik yang signifikan terhadap hubungan yang lebih baik di antara masyarakat Papua dan masyarakat Minang di sana. Bentuk keikutsertaan mereka itu banyak kemungkinannya, dan saya yakin banyak yang lebih tahu tentang ini dari saya. Bagaimanapun, ada beberapa contoh yang terpikirkan oleh saya, antara lain:
• Setiap bisnis Minang di Wamena dan Papua mempekerjakan paling kurang satu orang pendudukan setempat. Tidak ada salahnya kalau ada di antara mereka yang menduduki tempat yang cukup tinggi dalam sebuah bisnis Minang sehingga mereka juga berpartisipasi dalam usaha/pendekatan pengembangan bisnis itu yang mempertimbangkan adat istiadat setempat.
• Pebisnis Minang berkolaborasi mendidirikan bisnis bersama dengan pebisnis setempat. Kedua hal ini (mempekerjakan orang Papua atau memiliki usaha bersama dengan mereka) akan memberikan rasa memiliki kepada mereka sehingga mereka merasa bahwa orang dari luar Papua ingin berbagi dengan mereka.
• MDN-G dapat membantu dan memfasilitasi hal ini bila diperlukan, mendukung pembentukan kerjasama bisnis di antara masyarakat Minang di Papua dengan penduduk setempat.
• MDN-G dapat melaksanakan atau paling tidak mensponsori seminar bisnis tahunan atau dua tahunan, khusus membicarakan berbabgai bentuk kerjasama bisnis di antara masyarakat Minang dan masyarakat Papua. Sangat mungkin ada bentuk lain untuk melibatkan masyarakat Papua dalam usaha bisnis orang Minang di sana. Seminar seperti ini mungkin sekali akan melahirkan ide-ide yang lebih baik dari yang saya contohkan di atas.
• Mengingat kegiatan sosial budaya Minang di seluruh dunia sangat banyak, mungkinkah diadakah pertunjukan budaya gabungan Minang/Papua? Ini akan memberikan dampak sosial dan psikologis yang besar kepada masyarakat Minang dan Papua.
• Mungkin dan patutkah mengajak satu dua wakil masyarakat Papua ke pertemuan MDN-G kedua di Malaysia April 2020 nanti itu? Kehadiran mereka dan satu dua wakil Ikatan Keluarga Minang di Papua difasilitasi (dicarikan sponsor, dan lain-lain) oleh MDN-G. Kalau ini memungkinkan, saya pikir dapat dipikirkan dari sekarang membuat paling kurang satu bentuk kerjasama seperti dicontohkan di atas. Pembentukan kerjasama ini dapat dilakukan melalui Ikatan Keluarga Minang di Papua. Waktu pertemuan di Kuala Lumpur nanti, kerjasama itu dapat diresmikan dan ditandatangani.
*Untuk Pemda (Provinsi, kabupaten/kota) Sumatera Barat*
Saya sampaikan usul saya ke Pemda Sumatera Barat di tulisan ini karena saya tahu cukup banyak staf Pemda yang ikut dalam MDN-G. Secara umum, saya pikir hubungan resmi di tingkat pemerintah lokal (propinsi maupun kabupaten/kota) dapat dijalin di antara Sumatera Barat dan provinsi Papua dan Papua Barat. Di masa-masa pra-kemerdekaan, pemikir dan tokoh Minang memainkan peran penting dan kunci dalam membentuk Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Mereka bukan saja diterima, akan tetapi juga dihormati dan dihargai, oleh masyarakat Indonesia dari berbagai latar belakang suku. Sekarang ada tantangan baru dan masyarakat Minang hendaklah menerima dan menghadapi tantangan ini dengan kebijaksaan serupa. Gerakan OPM sudah sama-sama kita ketahui. Mungkinkah tokoh-tokoh Minang dapat membuat terobosan-terobosan dalam usaha mengekalkan Papua dalam keberadaan mereka di NKRI? Itu salah satu tantangan besarnya. Saya berharap tokoh Minang akan maju ke depan untuk ikut menyelesaikan masalah yang dihadapi Papua terkait OPM. Ruang untuk menyelesaikan masalah itu kelihatan besar bila dilihat ucapan Gubernur Papua sehubungan dengan tragedi Wamena ini. Tentu saja kita semua ingin penduduk Papua tetap menjadi saudara setanah air dan merasa nyaman di dalamnya. Secara khusus, saya memikirkan hal-hal berikut yang mungkin dapat dilaksanakan:
• Mengajak provinsi Papua menjadi provinsi kembar Sumatera Barat dan/atau kabupaten kembar atau kota kembar di antara salah satu kabupaten/kota Sumbar dengan salah satu kabupaten/kota di Papua. Selain mendirikan provinsi/kabupaten/kota kembar dengan negara lain, kenapda tidak dengan salah satu provinsi di Indonesia? Kenapa tidak dengan Papua? Saya merasa yakin banyak kerjasama yang dapat dibangun melalui kembaran ini. Malah sangat mungkin ia akan lebih mudah dilaksanakan dan lebih menguntungkan karena tidak perlu harus ke luar negeri untuk membuat kegiatan kerjasama.
• Mengadakan kegiatan tahunan melalui kembaran ini, entah itu di bidang ekonomi, wisata, pendidikan, budaya, atau lainnya. Rencana kerja yang memerlukan bantuan di tingkat nasional dapat diusahakan melalui jaringan masyarakat Minang di Jakarta yang begitu luas.
• Di bidang pendidikan, misalnya, banyak sekali yang dapat dikerjasamakan, baik menyangkut aspek belajar/mengajar, maupun penelitian (khusus bagi pendidikan tinggi). Pelatihan/lokakarya menyangkut mengajar mata pelajaran tertentu, misalnya, dapat dilakukan setiap tahun dengan kerjasama kantor-kantor pendidikan di Sumbar dan di Papua. Kegiatan ini dapat dilakukan bergilir, setahun di Sumbar dan setahun di Papua. Bagi Sumbar dan Papua, kerjasama semacam ini dan lain-lain seumpamanya akan dapat menguntungkan kedua belah pihak, misalnya ia akan membuka lapangan kerja bagi guru-guru tamatan PT bidang pendidikan untuk mengajar di Papua dan sebaliknya.
• Saya percaya banyak kegiatan kerjasama di segala bidang yang akan menguntungkan masyarakat Minang dan Papua kalau payung kerjasamanya dibuat seperti disebutkan di atas.
Sebelum saya akhiri tulisan ini, ssaya mohon maaf karena tulisan saya yang begitu panjang. Selain itu, saya juga mohon maaf kalau ada kata-kata yang tidak pada tempatnya. Semoga keadaan di Wamena akan semakin baik. Dan segera. (Guru Besar Deakin University Melbourne Australia/Dewan Penasehat MDN-G (Minang Diaspora Network Global)