Mencalon Gubernur Sumbar, Epyardi : Saya Ingin Ada Perubahan. Malu Kampung Kita Tertinggal

JURNAL SUMBAR | Jakarta – Epyardi Asda, mantan anggota DPRRI dari PAN tiga periode, pengusaha sukses dan masih menjabat Bupati Solok kian hari namanya makin dikenal sebagai calon Gubernur Sumbar progresif.

Bukan hanya disebut sebagai Cagub, mantan Captain Kapal yang sejak kecil hidup dalam kemiskinan, Epyardi Asda juga di-iconik sebagai penantang utama Buya Mahyeldi alias Buya M di Pilgub Sumbar 2024 – 2029.

Epy yang kemudian dikenal dengan panggilan khas OTW atau Otewe terlanjur dikenal sebagai lawan head to head Buya M karena pernyataannya yang berani menyebut sisi lemah PKS dan Buya M sebagai partai pengusung gubernur Sumbar selama tiga periode terakhir.

Ayah kandung anggota DPRRI Athari ini di setiap kesempatan bertemu masyarakat, termasuk Ahad (7/7/2024) dengan kalangan pedagang di Mall Thamrin City, termasuk, sering membahas secara terbuka kelemahan pemerintahan propinsi Sumbar dibawah kendali Partai PKS dan Gubernur pilihannya.

“Tetapi semua itu saya lakukan, termasuk maju menjadi Calon Gubernur Sumbar ini adalah semata supaya ada perubahan di kampung halaman saya. Sebab saya malu kampung halaman saya sangat tertinggal dibandingkan propinsi lain,” ujar pria bertubuh tinggi langsing dalam usia sudah 62 tahun ini.

Kata perubahan ini, setiap saat, setiap waktu, dimana dan kapan saja seperti sudah menjadi milik Epyardi Asda.

Pengusaha pelabuhan terkenal di Tanjung Priok ini mengaku bersedia menafkahkan uang dan energinya secara total di Pilgub Sumbar ini, semata hanya untuk tujuan perubahan.

Epy alias Kapten cukup energik dan cerdas mentamsilkan perubahan yang dia maksud, yakni dengan tidak meninggalkan masalah akidah tetapi Sumbar juga perlu mengejar ketertinggalannya dibandingkan propinsi tetangga yang menurutnya kini sudah berkembang pesat.

Dia menyebut perubahan dan pembangunan daerah memerlukan kecerdasan dan ketangkasan dalam mengelola proses sejak perencanaan sampai mengejar anggaran.

Seorang gubernur dimata Epyardi tidak pula bekerja sendiri untuk mencapai tujuan pembangunan, tetapi melibatkan dan menjalin kerjasama dengan bupati dan walikotanya.

Dalam pandangan Epyardi sebagai Bupati, kerjasama dengan Pemerintah Propinsi selama ini tidak berjalan baik. Bahkan boleh dikatakan tertutup. Sehingga berdampak terhadap pelaksanaan program propinsi di daerah.

Epy malah merasakan dirinya secara pribadi dan dalam kapasitas sebagai bupati malah banyak terlibat diskusi dengan para bupati dan walikota se Sumbar.

Dengan realita itu, Epy mengaku lebih memiliki kemampuan dalam membangun relationship dengan para bupati dan walikota dibandingkan Buya M.

Permasalahan komunikasi ini, dalam pandangan Epyardi menjadi sebab dan kendala dalam pembangunan Propinsi Sumbar secara menyeluruh.

Dia melihat sejumlah program infrastuktur tidak dapat berjalan maksimal karena macet di tingkat komunikasi antar kepala daerah dan gubernur.

Epyardi mengaku merasakan kendala itu secara langsung, termasuk dengan para kepala dinas tingkat propinsi juga.

Ada ego partai dan simpatisan partai yang melekat dalam tata hubungan pemerintahan propinsi dan kabupaten kota ini dilihat Epyardi. Sehingga berakibat kepada munculnya banyak kendala dalam pembangunan Sumbar.

Epi

Epyardi bertekad mengakhiri dominasi PKS ini di Sumbar. Sebab sudah menjadi penyebab mundurnya pembangunan Sumbar secara keseluruhan.

Dia tidak menolak pembangunan aspek keagamaan menjadi bagian penting di Sumatera Barat, sesuai dengan prinsip dasar dan pandangan hidup masyarakat Sumbar yang tercermin dari filosofi Adat Bersandi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah.

Tetapi dia mengkritisi sikap dan moralitas kepemimpinan yang justru bertolak belakang dengan prinsip agama tersebut. “Contohnya, gampang sekali berbohong kepada rakyat,” katanya.

Dimensi agama dalam pembangunan Sumbar, menurut Epyardi Asda, harus tetap dipertahankan meskipun nantinya terjadi perubahan kepemimpinan. Namun pembangunan aspek non agama harus juga menjadi perhatian seorang gubernur.

Dia menyorot banyak aspek yang sangat tertinggal di Sumbar, termasuk ketidakmampuan mengembangkan sektor pariwisata secara masif.

“Persoalannya adalah terjadi kesenjangan dalam pembangunan prioritas selama ini. Padahal pembangunan prioritas itu penting untuk menunjukan potensi Sumbar di mata orang luar,” ujarnya.

 

Sumbar dalam 15 Tahun

Perpekstif Epyardi tentang Sumbar selama 15 tahun terakhir sebenarnya sudah menjadi bahan cibiran dari berbagai lapisan masyarakat baik di kampung mau pun di perantauan.

Salah satu contohnya adalah bagaimana pembangunan jalan di Sumbar selama 15 tahun terakhir tidak mempertimbangkan sama sekali daya tampung terhadap kendaraan.

Jika sudah masuk musim lebaran jalan utama Padang Pekanbaru macet total. Orang harus antri berjam jam untuk bisa mencapai kampung halamannya.

Jalan utama Padang perbatasan By pass Padang Pariaman juga sering macet total pada jam jam tertentu, tanpa ada pikiran sama sekali untuk membangun jalan alternatif.

Bahkan kawasan Bandara BIM sekalipun tidak berkembang secara maksimal seperti di daerah lain.

Sumbar di mata pihak sudah seperti propinsi stagnan. Tidak mengalami perubahan secara fisik. Jalan tol yang sudah sejak tahun 2018 lalu sampai hari ini belum juga kunjung selesai.

Danau Maninjau yang nyaris mati akibat pencemaran pakan ikan, dibiarkan saja tanpa pernah diurus sama sekali.

Pemerintah propinsi hanya berburu penghargaan dari pemerintah pusat dan pusat pun sama bodohnya dengan orang daerah, tergila gila tak menentu menyediakan award tanpa pernah melakukan chek and balance kebenaran arti dari tujuan penghargaan itu.

Dengan realita pahit Sumbar selama 15 tahun terakhir, kehadiran Captain Epyardi Asda seperti memberi harapan baru bagi kebangkitan propinsi Sumbar ke depannya.

Semua pihak saat ini memang sedang mengharapkan terjadinya perubahan kepemimpinan di tingkat propinsi, dengan visi yang lebih tajam dan mengena untuk pembangunan daerah. Tidak hanya untuk kepentingan kelompok saja.

Semua seperti berharap bahwa sang Captain akan menjadi pelepas dahaga orang Sumbar untuk Sumbar yang lebih maju di kemudian hari. (Awaluddin Awe – Penulis adalah, wartawan senior dan penulis profil politik kepala daerah, berdomisili di Jakarta)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.