Pejabat yang berjiwa maling akan mencari celah di ruang sekecil apa pun untuk memperkaya diri dan kelompok dari dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Bagaimanapun caranya, ia akan mencari cara agar dana APBD bisa mengeluarkan ke kantongnya.
Epyardi Asda jelas bukan pejabat seperti itu. Ketika pintu untuk mencari keuntungan dari dana APBD terbuka sebesar-besarnya di depannya, Epyardi justru mencari cara supaya dana itu tidak terbuang percuma agar dapat digunakan untuk keperluan lain. Dengan begitu, terjadi penghematan dana APBD untuk melakukan pekerjaan terhitung besar.
Salah satu bukti penghematan dana APBD yang dilakukan Epyardi ialah pembelian alat berat untuk melakukan sejumlah proyek. Sejak menjadi Bupati Solok, Epyardi langsung membuat terobosan, yaitu membeli alat berat secara bertahap. Sejak 2021 Pemkab Solok sudah membeli sembilan alat berat dengan total harga Rp13.800.000.000. Rinciannya: enam unit ekskavator besar dengan harga Rp1,8 miliar per unit sehingga totalnya Rp10,8 miliar; dua unit ekskavator mini dengan harga Rp800 juta per unit sehingga totalnya Rp1,6 miliar; dan satu unit backhoe loader dengan harga Rp1,4 miliar.
Ada empat pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan sembilan alat berat itu. Pertama, pembukaan jalan usaha tani baru sepanjang 216.588 meter. Kedua, normalisasi sungai seluas 10.900 meter kubik. Ketiga, pembersihan baju jalan sepanjang 5.000 meter. Keempat, pematangan lahan seluas 61.150 meter persegi.
Jika ditenderkan sebagai proyek, pembukaan jalan usaha tani baru sepanjang 216.588 meter menghabiskan APBD sebesar Rp75.805.800.000; normalisasi sungai seluas 10.900 meter kubik menghabiskan dana Rp250.700.000; pembersihan baju jalan sepanjang 5.000 meter menghabiskan biaya Rp115.000.000; dan pematangan lahan seluas 61.150 meter persegi menghabiskan dana Rp2.751.750.000. total dana yang dihabiskan untuk keempat pekerjaan itu jika ditenderkan dan dikerjakan oleh pihak ketiga sebanyak Rp78.923.250.000.
Maka, pembelian alat berat tersebut menghemat APBD Kabupaten Solok sebanyak Rp65.123.250.000. Angka itu diperoleh dari jumlah dana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan yang dikerjakan jika ditenderkan dibandingkan dengan jumlah dana yang dikeluarkan untuk membeli alat berat.
Jika berjiwa maling, Epyardi tentu akan mentenderkan empat pekerjaan tersebut untuk mendapatkan komisi dari tiap proyek tersebut. Pejabat mendapatkan komisi dari proyek merupakan rahasia umum. Epyardi mendobrak tradisi buruk pejabat yang lazim terjadi dalam pemerintahan tersebut. Sebagaimana yang sering ia katakan dalam berbagai kesempatan, ia menjadi bupati bukan untuk mencari kekayaan karena ia sudah kaya. Di LHKPN kekayaannya tercatat Rp66 miliar lebih. Ia punya sejumlah perusahaan yang mengeluarkan keuntungan besar, khususnya perusahaan di bidang perkapalan di Tanjung Priok. Ia sering mengatakan bahwa ia menjadi bupati hanya untuk mengabdi kepada masyarakat sesuai dengan tujuan hidupnya di sisa usianya: bermanfaat bagi orang banyak.
Lantas, karakter seperti apa yang terlihat pada Epyardi dalam hal pembelian alat berat untuk melakukan sejumlah pekerjaan sehingga menghemat dana APBD sebesar Rp65 miliar itu? Pertama, Epyardi merupakan pejabat cerdas. Ia merupakan kepala daerah pertama di Sumbar yang melakukan hal itu. Ia memikirkan cara untuk membangun daerah tanpa membuang dana APBD secara percuma. Kedua, Epyardi merupakan pejabat jujur. Kalau tidak jujur, ia bisa saja mentenderkan empat pekerjaan tersebut menjadi proyek untuk mendapatkan komisi. Sumbar membutuhkan pemimpin berkarakter cerdas dan jujur seperti itu.
Penulis adalah pengamat politik dan sosial di Kota Padang, Sumbar.