Semester I 2017, Bank BNI Bukukan Laba Bersih Rp6,41 Triliun

 

JURNAL SUMBAR | Jakarta – Pada paruh I tahun 2017, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (IDX: BBNI) mencatatkan pertumbuhan kinerja keuangan yang signifikan. Penyaluran kredit berhasil menembus Rp 412,18 triliun atau tumbuh double digit sebesar 15,4% year on year (yoy) dibandingkan penyaluran kredit pada periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 357,22 triliun. Pertumbuhan kredit tersebut cukup mengesankan disaat pertumbuhan kredit di industri mencapai 9,5% per April 2017.

Realisasi penyaluran kredit tersebut menjadi salah satu faktor tumbuhnya Pendapatan Bunga Bersih (NII) yang bermuara pada peningkatan laba bersih BNI pada paruh pertama tahun 2017 menjadi sebesar Rp 6,41 triliun atau meningkat 46,7% (yoy) dibandingkan laba bersih pada paruh pertama tahun 2016 sebesar Rp 4,37 triliun.

Direktur Bisnis Konsumer BNI Anggoro Eko Cahyo menuturkan hal tersebut dalam Konferensi Pers Paparan Kinerja BNI Semester I – 2017 di Jakarta, Rabu (12 Juli 2017) yang juga dihadiri oleh jajaran Direksi dan SEVP BNI.

Tumbuhnya kredit yang disalurkan BNI terutama ditopang oleh realisasi pembiayaan ke sektor Business Banking pada semua segmen, dari debitur usaha korporasi (corporate), debitur usaha menengah, hingga debitur usaha kecil. Penyaluran kredit ke debitur usaha korporasi melaju cepat seiring dengan menggeliatnya proyek-proyek infrastruktur dan pertanian.

Kredit yang tersalurkan pada proyek infrastruktur terfokus pada proyek jalan tol di Pulau Jawa yang dilaksanakan oleh badan-badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak disektor infrastruktur & konstruksi. Adapun kredit yang tersalur ke sektor pertanian terfokus pada pengembangan perkebunan oleh perusahaan-perusahaan nasional yang memiliki jaringan bisnis internasional.

Anggoro menuturkan, kredit BNI disalurkan kepada proyek-proyek yang memiliki nilai ekonomi terbaik, serta menjadi bagian dari program-program utama pemerintah, terutama proyek-proyek infrastruktur, sehingga mampu menciptakan multiplier effect yang luas.

“Dengan menyalurkan kredit ke infrastruktur, BNI memperoleh peluang pengembangan bisnis penting dari supply chain financing mulai dari hulu ke hilir, sehingga memunculkan sumber-sumber pendanaan baru dan fee based income baru dari segmen korporat, antara lain dari syndication fee, trade finance, garansi bank, hingga cash management fee,” ujarnya.

Hubungan kerja sama bisnis dengan perusahaan-perusahaan besar di bidang infrastruktur, pertanian, dan sektor lainnya ini dimanfaatkan BNI untuk meningkatkan penyaluran kredit pada perusahaan-perusahaan level menengah yang menjadi bagian dari rantai pasok perusahaan-perusahaan besar yang menjadi debitur berkualitas BNI. Seiring dengan itu, BNI juga tetap mengandalkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk menyalurkan pembiayaan kepada perusahaan-perusahaan segmen kecil.

Disamping Business Banking, BNI pun tetap melakukan pembiayaan untuk sektor konsumer (Consumer Banking). Pada sektor ini, BNI mencatatkan pertumbuhan signifikan pada kredit BNIFlexi atau pinjaman kepada individu yang telah menggunakan rekening BNI sebagai rekening gajinya.

Epi

Secara umum, dari komposisinya, BNI menyalurkan kredit Rp 296,12 triliun atau 71,8% dari total kredit untuk sektor Business Banking. Adapun sebesar Rp 67,05 triliun atau 16,3% ke sektor Consumer Banking. Selebihnya, BNI mencatatkan penyaluran kredit untuk debitur-debitur overseas sebesar Rp 25,92 triliun atau 6,3% dari total kredit BNI. BNI juga menyalurkan kredit melalui perusahaan-perusahaan anak sebesar Rp 23,09 triliun atau 5,6% dari total kredit BNI pada paruh pertama 2017.

Pembiayaan ke sektor Business Banking mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 13,5% (yoy) terhadap Semester I 2016; sedangkan kredit ke sektor Consumer Banking tumbuh 10,0% (yoy). Cabang luar negeri (overseas branches) mencatat pertumbuhan penyaluran kredit yang juga signifikan pada Semester I 2017 ini yaitu 59,2% (yoy) dari realiasi Semester I 2016, sedangkan kredit yang disalurkan melalui perusahaan-perusahaan anak tumbuh 20,4% (yoy) dibandingkan Semester I – 2016.

 

Pembentukan Laba

Kucuran Kredit yang tumbuh signifikan tersebut menjadi faktor utama terbentuknya Laba Bersih BNI pada Semester I – 2017 yaitu sebesar Rp 6,41 triliun atau meningkat 46,7% (yoy) dibandingkan laba bersih pada Semester I tahun 2016. Dengan demikian, tingkat keuntungan yang diperoleh per lembar sahamnya (EPS) pun meningkat menjadi Rp 344 per lembar saham atau tumbuh 47,0% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 234.

Laba Bersih tersebut disumbang dari Nett Interest Income (NII) sebesar Rp 15,40 triliun atau tumbuh 10,7% (yoy) terhadap Semester I – 2016, serta Pendapatan Non Bunga sebesar Rp 4,65 triliun atau tumbuh 17,9% (yoy) dari Semester I tahun 2016. Pertumbuhan NII merupakan hasil dari penyaluran kredit yang terus meningkat, sedangkan pertumbuhan Pendapatan Non Bunga ditopang oleh peningkatan Fee Based Income (FBI) sebesar 17,9% (yoy), terutama bersumber dari Recurring Fees yang berkontribusi 92,1% (yoy) dari total FBI.

Pertumbuhan Laba Bersih yang cukup kuat tersebut menjadi faktor utama tumbuhnya Return on Equity (ROE) sebesar 15,6% (yoy) atau meningkat dibanding Semester I 2016 yang tercatat sebesar 12,6% (yoy), sekaligus mencerminkan peningkatan efektifitas permodalan BNI dalam menciptakan laba. Adapun pencapaian NII, yang juga didukung strategi perbaikan suku bunga di seluruh segmen kredit, telah mendukung net interest margin (NIM) tetap terjaga pada level 5,6%. Menurunnya Cost of Fund pada level 3,0% pada Semester I – 2017 dari sebelumnya 3,1% pada Semester I 2016 juga menjadi faktor pembentuk NIM tersebut.

 

Kualitas Aset

BNI terus mengupayakan peningkatan kualitas aset, salah satunya dengan cara membatasi penyaluran kredit pada sektor-sektor yang berpotensi menyebabkan kenaikan NPL. Dengan kata lain, BNI mengembangkan kredit kepada sektor-sektor ekonomi yang berisiko rendah dan dapat dimitigasikan. Langkah-langkah tersebut membuahkan hasil memuaskan antara lain dengan turunnya gross NPL dari 3,0% pada Semester I – 2016 menjadi 2,8% pada Semester I – 2017, serta menekan Credit Cost ke level 1,8% dari sebelumnya mencapai 2,7%. Kondisi tersebut memberikan dampak positif, tercermin dari penurunan loan at risk dari 12,0% pada Semester I 2016 menjadi 11,3% pada Semester I – 2017. Juga terjadi perbaikan pada cost to income ratio (CIR) yang menurun dari 43,2% pada Semester I – 2016 menjadi 42,4% pada Semester I – 2017.

BNI mencatat pertumbuhan aset sebesar 17,2% (yoy), dari Rp 539,14 triliun pada Semester I – 2016 menjadi Rp 631,74 triliun pada Semester I – 2017. Aset korporasi tersebut terhimpun dari perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 463,86 triliun pada Semester I – 2017 atau meningkat 18,5% (yoy) dibandingkan Semester I – 2016 sebesar Rp 391,49 triliun. Dari total DPK tersebut komposisinya masih didominasi komponen dana murah (current account & saving account / CASA) sebesar 60,9%, atau meningkat tipis dibandingkan Semester I – 2016 yang tercatat sebesar 60,4%.

Pertumbuhan DPK ini tidak terlepas dari upaya BNI untuk terus meningkatkan kualitas layanan. Dalam rangka meningkatkan layanan tersebut BNI terus membuka outlet-outlet baru, sehingga jumlah outlet BNI telah melampaui 2.000 outlet untuk pertama kalinya, tepatnya 2.051 outlet di seluruh Indonesia. Selain itu, BNI juga memperkuat layanan melalui jaringan ATM yang telah mencapai 17.178 unit yang diberikan sebagai upaya mendukung layanan electronic banking (e-banking) BNI, termasuk ATM di Hong Kong dan Singapura, selain SMS Banking dan Internet Banking, serta lebih dari 50.000 agen-agen Laku Pandai atau Agen46.

Peningkatan aset BNI juga terbentuk dari kredit yang bertambah sekaligus menunjukkan berjalannya fungsi intermediasi BNI dengan baik, hal ini dengan ditunjukkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) yang dijaga pada level 88,9%. Penyaluran kredit tersebut tetap didukung oleh fundamental yang kuat dimana tingkat kecukupan permodalan atau capital adequacy ratio (CAR) tetap terjaga baik pada level 19,0% sehingga cukup untuk mendukung pertumbuhan bisnis BNI. Secara fundamental, penyisihan pencadangan juga tetap terjaga dengan baik pada tingkat coverage ratio naik dari 142,8% pada Semester I – 2016 menjadi 147,2% pada Semester I – 2017, sehingga sangat mencukupi untuk menjadi bantalan apabila terjadi kondisi yang tidak menentu dimasa mendatang. Hal ini sekaligus mengindikasikan tingkat kehati-hatian yang tinggi dari BNI dalam pengelolaan kredit. Advt

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.