Soal Klaim Sepihak, Lisda: Kata “Tanah Liek” Boleh Dipakai oleh Seluruh Pengrajin Batik Minang

JURNAL SUMBAR | Padang – Usaha pemerhati produk budaya untuk menggugat paten sepihak batik tanah liek menjadi merk terus berlanjut. Kemarin malam mereka menggelar konferensi pers di Kafe Weekend, kawasan Pondok, Padang, Kamis (25/01).

Sejumlah tokoh budaya, akademisi dan penggiat kerajinan tradisional hadir dalam konferensi itu. Diantaranya, guru besar Fakultas Ilmu Budaya Unand Prof Herwandi, budayawan Sumbar Am Yosef Datuak Gadang, Dosen ISI Padang Panjang DR Indra Irawan, pengrajin batik tanah liek Muhammad Iqbal dan ketua Dekranasda Pesisir Selatan Lisda Hendrajoni yang ditunjuk menjadi ketua delegasi yang tempo hari mendatangi Kemenkum HAM RI.

Lisda Hendrajoni membacakan surat balasan dari Dirjen Kekayaan Intelektual, Kemenkum HAM RI yang dikirimkan oleh ketua LKAAM Sumbar Sayuti Datuak Rajo Penghulu beberapa waktu lalu. Surat itu menjawab surat yang dilayangkan LKAAM Sumbar atas klaim sepihak produk budaya batik tanah liek.

Dalam surat bernomor : HKI.4-HI.06.06.06-27/2018 itu menerangkan bahwa Dirjek HAKI masyarakat pengrajin batik tanah liek yang terjadi di wilayah Sumatera Barat sekarang ini terkait dengan somasi yang dilakukan pemilik merek (logo merk yang didaftarkan di HAKI) terdaftar ini, hal ini seharusnya tidak terjadi.

“Bahwa merk (gambar logo merk dagang yang didaftarkan ke HAKI). Jadi yang terdaftar di HAKI adalah logo merk. Sedangkan kata Tanah Liek tersebut menerangkan jenis barang tidak dapat dikualifikasi sebagai merk,” kata Lisda membacakan surat balasan dari Dirjen HAKI tersebut.

Lisda menjelaskan bahwa surat dari Dirjen HAKI ini telah menjelaskan bahwa yang dipatenkan menjadi merk dagang hanyalah logo berbagai produk kerajinan, bukan kata tanah liek dalam berbagai bentuk produk.

“Jadi para pengrajin tradisional dan pengrajin produk budaya tidak perlu resah lagi terkait klaim sepihak dari seorang pengrajin batik tanah liek. Karena yang diakui oleh Dirjen HAKI sebagai paten hanyalah logo merk dagang bukan kata “Tanah Liek”. Karena kata “Tanah Liek” dapat dipergunakan oleh masyarakat warga masyarakat Minangkabau,” terang istri bupati Pesisir Selatan itu menjelaskan maksud surat.

Mantan pramugari kepresidenan itu mengatakan bahkan gerakan yang dia lakukan bersama tokoh adat, budayawan, akademisi dan pekerja seni tradisional itu mendapat dukungan dari gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno dan ketua Dekranasda Sumbar Nevi Irwan Prayitno.

“Pak Irwan dan Bu Nevi mendukung langkah-langkah untuk mengembalikan batik tanah liek yang merupakan produk budaya dan kearifan lokal Minangkabau menjadi milik masyarakat Sumbar,” kata Lisda.

Lisda menyebutkan bahwa batik tanah liek merupakan warisan budaya Minangkabau yang harus kita jaga dan dilestarikan oleh masyarakat Minang. Dan merupakan ekspresi budaya tradisional kearifan lokal. Rilis

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.