Husni Kamil Manik, Peraih Bintang Penegak Demokrasi itu Lahir dari Rahim Reformasi

JURNAL SUMBAR | Padang – “Dewo, temanmu yang datang melayat ke rumah saat bapak meninggal, terdengar di televisi, telah meninggal dunia. Kamu pastikan lagi kebenarannya ya.”

Penggalan kalimat sang ibu dengan suara serak pada 7 Juli 2016 silam itu, masih terngiang jelas di telinga Komisioner KPU RI pengganti antar waktu, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi sampai hari ini.

Setelah percakapan telepon itu, Ketua KPU Bali periode 2013-2018 yang tengah berada di Kota Denpasar, Bali itu, langsung bergerak mencari informasi, memenuhi permintaan sang ibu. Begitu kepastian didapatkan, Dewo kembali mengabari ibunya di kampung, Desa Yehsumbul, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana.

“Singkat cerita, dalam suasana lebaran Idul Fitri itu, berkat bantuan beberapa orang teman, saya dimudahkan berangkat ke Jakarta. Saya bisa ikut hadir diprosesi pemakaman almarhum di Taman Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut, Jakarta pada Jumat (8/7/2016) siang,” ungkap Dewo, saat menyampaikan kesannya terhadap sosok Ketua KPU RI periode 2012-2016, Husni Kamil Manik.

Kesan itu disampaikan Dewo pada Webinar Haul Mengenang 4 Tahun Wafatnya Husni Kamil Manik, yang diinisiasi Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Sumbar bersama Whatsapp Grup Surau Kucindan, Selasa (7/7/2020) malam.

Webinar ini menghadirkan keynote speaker, Dosen Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unand, Dr Zaiyardam Zubir. Sedangkan yang jadi narasumber pada Webinar itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden yang juga anggota KPU RI 2012-2017, Sigit Pamungkas.

Kemudian, Nur Hidayat Sardini (anggota DKPP RI 2012-2017), Viryan Aziz (anggota KPU RI 2017-2022) dan Eka Vidya Putra (Ketua Jurusan Sosiologi FIS UNP) dengan moderator Harry Efendi Iskandar (Pusat Studi Humaniora FIB Unand).

Selain I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, juga hadir di Webinar itu, Betty Idroos (ketua KPU DKI Jakarta), Surya Efitrimen (ketua Bawaslu Sumbar) serta penyelenggara pemilu dari berbagai daerah di Indonesia baik tingkat provinsi maupun kabupaten serta badan adhoc pemilu.

Juga hadir sahabat almarhum sesama aktivis mahasiswa di Sumbar, kader Nahdlatul Ulama (NU) dan HMI di Sumbar, organisasi dimana almarhum menempa diri dalam berorganisasi dan bermasyarakat. Juga hadir rekan almarhum sesama pengurus BEM KM Unand 1998/1999 serta keluarga almarhum, Arfan Manik dan Munir Manik.

Moral dan Integritas

Dalam pemantik diskusi, Zaiyardam Zubir menilai, sosok almarhum Husni Kamil Manik (HKM), berhasil menempatkan standar moralitas, profesionalisme dan integritas pribadi pada tempat yang semestinya, selama menjabat anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU). Baik selama dua periode di KPU Sumbar (2003-2013) hingga menjabat Ketua KPU RI periode 2012-2016.

“Saya mengenal almarhum Husni Kamil Manik, sejak terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Andalas pada 1994 lalu. Walau saya seorang dosen di Fakultas Ilmu Budaya, almarhum selalu mengenalkan saya sebagai gurunya, pada teman maupun koleganya disetiap kesempatan saya ada di situ,” ungkap Dr Zaiyardam Zubir pada webinar yang difasilitasi KPU Sumbar dan KPU Bukittinggi itu.

Bagi Zaiyardam, mengenang HKM samahalnya dengan men-taddaburi kembali sosok salah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia, H Agus Salim. “HKM dalam karirnya di dunia kepemiluan, di mata saya, selalu mendahulukan kepentingan bangsa dan negara, seperti halnya H Agus Salim,” tegas Zaiyardam.

“Sebagai seorang anak muda, HKM tampak tak tergoda dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Dia tak punya rumah pribadi di Jakarta, saat jadi ketua KPU RI. Saya, mungkin satu-satunya orang yang tahu persis berapa isi tabungan HKM, di luar keluarganya. Jumlah tabungannya sangat kecil jika dipandang dengan kacamata jabatannya yang begitu penting di negara ini,” ungkap Zaiyardam.

Hal senada dikatakan Sigit Pamungkas yang jadi narasumber pertama. Jelang periode jabatan berakhir, ungkap Sigit, dirinya sengaja bertanya ke almarhum, apakah akan ikut mencalon lagi sebagai komisioner. Saat itu, terangnya, almarhum tegas menyatakan, takan akan ikut lagi.

“Saat itu, almarhum menyatakan akan berbisnis,” ungkapnya. “Tadi siang, saya bertemu seorang anak muda yang tengah merintis bisnis. Omset usahanya tak begitu besar. Saat pertemuan itu, saya membayangkan pencapaian bisnis anak muda itu, merupakan posisi yang akan dicapai almarhum dengan bisnis yang akan dirintisnya, jika masih hidup saat ini,” ungkap Sigit.

Sementara, Eka Vidya Putra mengisahkan perjalanan aktivis kemahasiswaan HKM. Dimulai dari momen jadi santri di Islamic Center milik Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Sumbar, masuk HMI, aktif dikegiatan intra kampus hingga jadi presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di 1998 hingga memasuki dunia kepemiluan.

“HKM terbilang orang beruntung. Dia berada di puncak karir sebagai aktivis mahasiswa, presiden BEM Unand, pada momen peralihan sistem ketatanegaraan kita yang ditandai dengan Reformasi 1998. Saat itu, dia terlibat aktif dalam pergerakan mahasiswa. Ini lah salah satu momentum yang membentuk karakternya dikemudian hari,” nilai Eka Vidya Putra.

Sedangkan Viryan Azis, mengaku, tak begitu dekat almarhum. Dirinya yang saat itu masih komisioner KPU Kalimantan Barat, mengenal HKM sebatas hubungan kerja.

“Saya melihat, almarhum semasa hidupnya pantas dijadikan teladan bagi generasi muda. Beliau sosok yang selalu menjaga moralitas serta berkomitmen dan konsisten. Tak salah, negara menganugerahinya tanda jasa Bintang Penegak Demokrasi Utama,” ungkap Viryan.

Nur Hidayat Sardini (NHS) yang baru bergabung setelah satu setengah jam webinar berlangsung mengungkapkan, HKM selama memimpin KPU bukannya tanpa teguran dari DKPP. Karena teguran demi teguran terus dilahirkan DKPP terhadap KPU, HKM akhirnya sampai pada titik gerah juga.

Pada satu kesempatan, terang NHS, almarhum mengatakan dengan nada tegas, “Kami tak bisa bekerja dengan tenang, jika KPU terlalu banyak mendapat teguran dari DKPP. Jika besok-besok saya dapat teguran lagi, saya mundur dari KPU. Tak elok bagi nama baik lembaga, jika pimpinannya banyak dapat teguran DKPP.”

Pernyataan HKM inilah, ungkap NHS, yang kemudian jadi latar belakang terbitnya buku yang dieditorinya, berjudul “Mengeluarkan Pemilu dari Lorong Gelap, Mengenang Husni Kamil Manik 1975-2016.” Buku setebal 734 halaman itu terdiri atas 6 bagian, 12 bab dan ditulis 117 penulis.

“Haul keempat ini, merupakan momentum yang tepat untuk menerbitkan edisi kedua dari buku Mengeluarkan Pemilu dari Lorong Gelap itu. Karena, masih banyak rekam jejak almarhum yang belum terungkap ke publik. Dimana, rekam jejak itu pantas diteladani anak-anak muda kita yang akan jadi generasi penerus bangsa,” ungkap NHS dalam haul virtual yang diikuti sekitar 150 partisipan dari ujung Aceh hingga Papua itu. (relis/incim)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.