Menutup Tahun 2022, JMSI Riau Taja Diskusi Sawit Bersama Apkasindo

JURNAL SUMBAR | Pekanbaru – Menutup akhir tahun 2022, Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Riau bersama Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) melaksanakan diskusi tentang persoalan dan tantangan serta potensi kelapa sawit rakyat di wilayah Riau.

Diskusi publik yang di Taja JMSI dan Apkasindo ini mengangkat tema “Problematika Perkebunan Sawit Rakyat di Riau, Tantangan dan Harapan di Tahun 2023” yang dilaksanakan di Mabest Kopi jalan rambutan Pekanbaru-Riau. Kegiatan dilaksanakan Selasa pagi (27/12/2022) di Mabest Kopi jalan rambutan Pekanbaru-Riau.

Dalam diskusi sawit rakyat tersebut, menghadirkan 4 narasumber yang erat kaitannya dengan tema, pertama DR Supardi SH MH kejati Riau, Ir H Zulfadli Kadisbun Riau, DR (cn) Rino Afrino ST MT Sekjen DPP Apkasindo dan narasumber dari akademi DR Ir Syaiful Bahri MEc dosen fakultas pertanian UIR, diskusi publik ini juga dihadiri para pemimpin redaksi media siber anggota JMSI Riau, serta dihadiri mahasiswa, praktisi yang selama ini bergerak di bidang sawit.

“Diskusi sawit ini kita buat dengan menggandeng Apkasindo mengingat Sawit di Riau telah menjadi sumber pendapatan utama bagi petani di Riau. Sedangkan, regulasinya kerap memberatkan petani, mulai dari harga TBS yang tidak stabil, persoalan replanting sawit rakyat, permainan harga TBS hingga persoalan lahan sawit yang masuk kawasan hutan menjadikan ancaman petani,” ujar Ketua Panitia diskusi JMSI, Satria Utama Batubara yang juga wakil ketua bidang OKK JMSI Riau.

Sebagaimana diketahui Provinsi Riau merupakan provinsi yang memiliki perkebunan Sawit terluas di Indonesia, yakni mencapai 2,89 juta ha. Dari luasan tersebut, kepemilikan sawit rakyat adalah yang paling dominan, yakni 62.23 persen dari total luas perkebunan sawit di Provinsi Riau.

Hal ini menunjukkan peran perkebunan rakyat merupakan yang paling dominan dibandingkan dengan perusahaan swasta (33.29 pesen) dan perkebunan negara 4.08 persen. Namun, punya kebun sawit yang luas tak lantas jadikan provinsi ini masyarakatnya sangat sejahtera, makmur dan berkedaulatan pangan. Bahkan sebaliknya, tingkat kesejahteraan rendah pada enam dari tujuh kabupaten dengan luas perkebunan sawit terbesar di Riau.

Sejumlah persoalan terus membelit petani sawit di Riau, dari persoalan pupuk yang mahal yang berdampak pada rendahnya produktivitas, harga jual yang rendah akibat panjangnya rantai distribusi penjualan, hingga ancaman banjir dan kebakaran lahan juga kerap menghantui para petani sawit.

Keterbatasan akses terhadap pembiayaan yang disediakan lembaga jasa keuangan, juga merupakan masalah yang dihadapi petani. Karena, persyaratan kredit sulit dipenuhi oleh petani dan analisis resiko oleh perbankan.

Di sisi lain, upaya pemerinta RI untuk menggenjot produksi sawit nasional lewat program Peremajaan Swit Rakyat (PSR) juga ternyata tidak optimal dilaksanakan. Hingga September 2022 realisasi PSR di Riau baru 761 hektar. Padahal, targetnya tahun 2022 ini 11.000 hektare untuk PSR sawit rakyat.

“Persoalan regulasi masih menjadi persoalan yang membelit petani untuk dapat ikut serta dalam program PSR Ini,” ujar Satria Utama, seraya mengatakan pada diskusi publik ini kesimpulannya akan disampaikan kepada perintah lewat instansi terkait.

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.