Kriteria utama yang harus dimiliki Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) ialah memiliki banyak jaringan di luar daerahnya, baik dengan pemerintah pusat maupun dengan pengusaha (investor).
Mengapa demikian? Tugas gubernur sebenarnya lebih banyak pergi keluar daerah untuk mencari dana guna dibawa ke daerahnya. Sebagaimana diketahui, Sumbar merupakan provinsi yang hanya memiliki sumber daya alam yang sedikit sehingga pendapat asli daerahnya kecil. Dengan begitu, APBD Sumbar sebagian besar habis untuk belanja rutin dan hanya sedikit sekali yang tersisa untuk pembangunan. Untuk punya dana pembangunan besar, Sumbar harus mencarinya dari luar daerah. Dua di antaranya sumber dana tersebut ialah dari pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dan dana yang tersebar di berbagai kementerian serta investasi oleh investor swasta.
Pertanyaannya, tokoh seperti apa yang mampu melakukan tugas seperti itu? Jawabannya ialah tokoh yang berpengalaman menjadi anggota DPR dan pengusaha. Tokoh yang berpengalaman menjadi anggota DPR mengetahui lika-liku penganggaran dana dan posko-posko anggaran dana yang bisa dibawa ke provinsi daerah pemilihannya. Selain itu, ia memiliki banyak jaringan dengan kementerian, terutama kementerian yang berhubungan dengan komisi tempatnya diposisikan di DPR, sehingga ia memiliki hubungan emosional dengan orang-orang di kementerian tersebut. Hubungan kedekatan merupakan salah satu pintu masuk untuk melobi anggaran dana untuk dibawa ke daerah.
Sementara itu, tokoh yang berpengalaman sebagai pengusaha memiliki jaringan dengan sesama pengusaha. Dengan begitu, ia dapat lebih mudah melobi pengusaha-pengusaha untuk berinvestasi di Sumbar. Makin banyak investasi, makin lebar lapangan pekerjaan sehingga makin sedikit angka pengangguran. Banyaknya investasi masuk ke sebuah daerah berpengaruh terhadap peningkatan ekonomi daerah tersebut.
Bagaimana dengan tokoh yang berpengalaman menjadi bupati atau wali kota? Tokoh seperti itu lebih cocok menjadi wakil gubernur. Tugas wakil gubernur lebih banyak di dalam daerah untuk menggantikan gubernur yang tugasnya lebih banyak di luar daerah. Hal itu bukan berarti bahwa wakil gubernur merupakan ban serap gubernur, melainkan memang tugas gubernur dan wakil gubernur pada dasarnya dibagi menjadi tugas ke luar dan tugas ke dalam. Tidak mungkin tugas wakil gubernur lebih banyak di luar daerah, sementara gubernur lebih banyak di dalam daerah.
Tokoh yang berpengalaman menjadi bupati atau wali kota bukannya tidak punya jaringan dengan pemerintah pusat dan investor di luar daerah. Namun, jaringannya tentu tidak sebanyak tokoh yang berpengalaman menjadi anggota DPR dan berpengalaman menjadi pengusaha. Bagaimanapun, tokoh seperti itu hanyalah tokoh lokal (tokoh yang kiprahnya lebih banyak di dalam daerah), bukan tokoh nasional (tokoh yang kiprahnya lebih banyak di tingkat nasional).
Ibarat melewati jalan, tokoh nasional menjadi gubernur ibarat melewati jalan mendatar, bahkan menurun, karena sudah berpengalaman bekerja di tingkat nasional. Sementara itu, tokoh lokal menjadi gubernur ibarat melewati jalan mendaki karena tugasnya lebih berat sebab sering berurusan dengan orang di pusat pemerintahan.
Gubernur Sumbar, Mahyeldi, bukanlah tokoh yang berpengalaman menjadi anggota DPR, juga bukan pengusaha. Ia pernah menjadi anggota DPRD Sumbar, Wakil Wali Kota Padang, dan Wali Kota Padang. Karena itu, ia dapat disebut sebagai tokoh lokal, bukan tokoh nasional. Yang pengusaha justru wakilnya, Audy, tetapi ia tidak berpengalaman di bidang pemerintahan. Ia tidak pernah menjadi anggota DPR dan tidak pernah menjadi kepala daerah. Lagi pula, sebagai pengusaha, apa investasi yang berhasil dibawa Audy ke Sumbar selama ini?
Karena itu, ke depannya, Sumbar harus dipimpin oleh gubernur yang berpengalaman menjadi anggota DPR dan, kalau bisa, juga berpengalaman menjadi pengusaha.***
Penulis adalah pengamat politik Sumatera Barat.