Pilkada Padang: Andre-Esa, Apa Kabar?
Belum lama turun gelanggang, Andre Rosiade langsung menggebrak. Disebut-sebut akan berpasangan dengan Maidestal Hari Mahesa. Kini balihonya sudah mengepung jalan-jalan utama di kota Padang. Baliho resmi! Bukan tergantung di tiang-tiang listrik atau pohon-pohon tepi jalan.
Meskipun fotonya masih sendiri, belum berpasangan dengan Maidestal Hari Mahesa, tapi keseriusan sudah mulai tampak. Esa–begitu Maidestal Hari Mahesa kerap dipanggil–bukan pula tokoh baru. Tiga periode ia duduk di kursi DPRD Padang, dalam usia yang terbilang masih muda.
Tak banyak yang mengetahui, bahwa Esa adalah putra dari Baharuddin R, mantan Bupati Pasaman Barat dua periode. Dukungan itu juga tak bisa dianggap remeh. Jangkauannya bisa luas kemana-mana. Ilmu, pengetahuan, jejaring bisa dikapitalisasi. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.
Bakat, pengalaman, kreativitas, inovasi dan segala syarat sebagai seorang pemimpin tentu sudah dimiliki. Dipasangkan dengan Andre Rosiade, bak ruas bertemu buku, botol bertemu tutup. Sesama berusia muda, Andre-Esa bisa menjadi semangat baru sekaligus harapan baru warga kota.
Ada celah memang, Esa pernah diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Kota Padang. Ia bersengketa dengan Sastri Y Bakry, Sekwan masa itu. Sebetulnya, dengan Sastri sudah berdamai, tapi ada pengerusakan yang dilakukan Esa, akibat terbawa emosi. Kasusnya berjalan terus, walau sudah berdamai. Bukti kasus ini tak berdampak bagi Esa adalah pileg sesudahnya ia tetap terpilih.
Andre pengusaha muda yang berkecimpung di pentas nasional. Soal jaringan, relasi, usah diragukan lagi. Sejak mahasiswa sudah berkecimpung di dunia pergerakan. Anak-anak reformasi yang mengerti pembangunan, kepemimpinan, dan partisipasi. Andre-Esa akan saling melengkapi.
Apalagi, keduanya orang partai. Dukungan partai bukan sesuatu yang sulit. Andre berasal dari Gerindra (6 kursi), dan Esa berasal dari PPP (4 kursi). Itu sudah lebih dari cukup untuk maju. Apalagi kabarnya Febby, Ketua DPW PKB Sumbar adalah aktor intelektual di balik pasangan ini. Makin mantap. Tinggal berlayar saja lagi. Retak tangan siapa tahu?
Dibandingkan pasangan Emzalmi-Desri Ayunda, menang banyaklah. Sudah berpasangan, tapi belum ada partai yang resmi mengusung. Malah, Mahyeldi pun juga belum jelas partai mana yang mengusung. Meski sudah ada PKS, tapi PKS cuma punya 5 kursi, masih kurang 4 kursi lagi.
Tidak sedikit yang menyangsikan, kedekatan Andre dan Prabowo, termasuk dengan Fadli Zon. Tokoh Minang dianggap paling dekat atau “tangan kanan” Prabowo. Ada yang merasa lebih dekat lagi. Tentu Andre tak akan membuat klarifikasi. Tampilnya di media nasional, adalah bukti.
Ini tentu kekuatan cukup besar. Bukan hanya haw-haw. Partai belum ada, pasangan sudah dipaku. KTP masih di tangan warga, foto telah beredar. Partai tak bisa maju sendiri, pendamping muncul tiap sebentar seolah kota ini punya ayahnya. Buka-tutup pendaftaran bukan masanya lagi.
Implikasinya, bagi pencalonan juga besar. Gerindra, disebut-sebut tetap berkoalisi dengan PKS. Bila dipakai Andre, bisa buyar semua. Lepas dari Gerindra, adalah PPP rencana berikutnya dari koalisi PKS. Bila dipakai Esa, juga buyar. Tapi, apakah elite partai masing-masing, merestui? Ini yang belum pasti. Keputusan partai biasanya di detik-detik akhir. Berarti peluang masih sama.
Anak-anak muda mulai berkumpul. Artinya, ada semacam kerisauan serupa. Kota Padang mengalami stagnasi yang panjang. Ada pembenahan, tapi kemerataan dan kecepatannya menjadi masalah. Daerah pinggir kota terlupakan, menyedihkan. Terobosan-terobosan baru seperti buntu.
Bila anak muda sudah berkumpul dan memiliki kerisauan yang serupa, jangankan sebuah kota, negara pun bisa beres. Yang terpecah bisa bersatu; yang terjajah bisa merdeka. Di beberapa daerah, kepemimpinan dari anak muda sudah terbukti. Adalah Gubernur Jambi, salah satu contoh.
Dibutuhkan energi super ekstra, untuk melanjutkan pembangunan kota Padang. Pasangan yang sudah muncul Emzalmi-Desri Ayunda. Tokoh senior yang lumayan sepuh. Tagline “Padang untuk Semua” menyiratkan konflik petahana yang tidak selesai. Ini jauh dari harapan baru warga kota. Jika dalam persepsi warga kota Padang bisa lebih baik dari saat ini, itu ancaman serius bagi kedua petahana. Andre-Esa, apa kabar? (tulisan ini juga sudah dipublis di harian Singgalang, 21 Oktober 2017)