Peninggalan Sejarah, Rumah Bergonjong Tempat Cetak Uang “ORI” di Pesisir Selatan Tak Terawat

JURNAL SUMBAR | Pesisir Selatan – Sebuah monumen peninggalan sejarah di Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat berupa percetakan uang pernah digunakan pemerintah Indonesia tahun 1945-1949. Pusat percetakan uang ini, lokasinya di salah satu rumah bergonjong yang kini telah berusia puluhan tahun di Koto Pulai, Nagari Kambang Timur, Kecamatan Lengayang.

Rumah bergonjong tua ini terlihat seperti tidak terawat lagi. Bangunannya memiliki ukuran 10 meter persegi yang ditupang 20 penyangga tiang kayu di sekitaran lingkungan rumah warga di daerah itu saat ini.

Konon, rumah bergonjong yang diketahui tempat percetakan uang Republik Indonesia ini dibangun sejak 1928 silam. Dengan kondisi tidak terawat lagi, hanya tinggal dalam keadaan kosong meski tempat itu merupakan salah satu peninggalan sejarah yang ada di Kampung Koto Pulai.

“Memang terlihat seperti rumah tua kosong saja. Sebab untuk saat ini tidak ada adalagi sisa dokumen atau benda-benda lain yang tersisa di rumah ini,” sebut Gendril salah seorang warga Kampung Koto Pulai sekaligus pemerhati kampungnya dan Kepala KUA di Lengayang.

Dari cerita yang didapat, rumah tua bergonjong ini merupakan salah satu percetakan uang yang bernama Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) dengan nilai tukar Rp25 dan Rp50 kala itu. Tidak ada data secara pasti menyebut, kala itu uang ini dikatakan sebagai nilai tukar untuk membiayai para pejuang guna mempertahankan daerah dari jajahan Belanda.

“Benar, ceritanya memang seperti itu. Sebab, Kampung Koto Pulai juga dijadikan sebagai tempat pengungsian masa itu dari kejaran Belanda dan pertahanan daerah,” terangnya.

Epi

Menurut Gendril, secara topografis Koto Pulai berada di tengah kawasan hutan dan berhubungan langsung dengan hutan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS). Memang agak pelosok, berjarak sekitar 18 kilometer dari pusat Kecamatan Lengayang.

Dijelaskan, antara 1945-1949 kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci atau sebelum dimekarkan saat itu dipimpin Bupati Militer Aminuddin St. Syarif. Ketika itu, Koto Pulai dipilih sebagai wilayah strategis pertahanan dan lokasi pengungsian dari kejaran para penjajah.

“Namun menurut keterangan, uang yang dicetak di rumah bergonjong itu hanya berlaku di Pesisir Selatan-Kerinci saja. Mungkin, saat itu Rupiah belum tersebar luas,” jelasnya.

Gendril saat itu memang tidak bisa menceritakan secara detail. Tetapi, dengan kondisi rumah sejarah yang hanya tinggal seperti rumah tidak berpenghuni itu ia merasa prihatian. Sebab sebagai peninggalan sejarah kemerdekaan yang ada di daerah itu rumah itu tidak pernah dirawat dan diperhatikan pemerintah lagi.

“Tidak hanya percetakan uang saja. Dari sejarah yang saya dapat rumah ini juga menjadi tempat pengungsian dari penjajah ketika itu. Apalagi, untuk menyelamatkan diri dari tawanan Belanda,” terangnya.

Walinagari Kambang Timur Sondri KS berharap, peninggalan perjuangan di daerah itu bisa mendapat perhatian pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Sebab, dengan adanya peninggalan sejarah tersebut menjadi jejak tentang sejarah yang ada di kampung itu.

“Kami berharap peninggalan ini tetap selalu terjaga. Sebab, setiap peninggalan sejarah harus bisa diketahui dari masa ke masa. Tanda bukti, bahwa perjuangan kemerdekaan itu ada,” pungkasnya. Rega Desfinal

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.