Di Myanmar, Rektor UNP Kunjungi Sekolah Internasional dan MoU dengan Kedubes RI

JURNAL SUMBAR | Padang — Rektor Universitas Negeri Padang, Prof Ganefri beserta para Wakil Rektor lainnya melakukan kunjungan ke Sekolah Indonesian International School Yangon (IIYS), Myanmar, Kamis hingga Jumat (6-7/12), disela-sela kunjungan ke sekolah favorit Myanmar itu Rektor UNP juga melakukan penandatangan kerjasama, dengan Kedubes RI di Yangon Irjen. Pol. Prof. Dr. Iza Fatria..

Rektor UNP, Prof Ganefri di sekolah IIYS, Jumat (7/12) melalui whatshapnya menyampaikan kesiapan UNP untuk menerima mahasiswa luar negri melalu 15 program studi kelas internasional. Penerimaan mahasiswa asal Myanmar bisa dilakukan tahun 2019 mendatang.

Sebelum ke sekolah IIYS, Rektor UNP, Prof Ganefri yang didampingi Wakil Rektor1,2,3, dan 4, Prof Yunia Wardi, Syahril, PhD, Prof Ardipal dan Prof Syahrial Bakhtiar dilakukan penandatanganan kerjasam, MoU UNP dengan Kedubes RI di Yangon, Myanmar disaksikan Wakil Ketua DPR RI Pak Utut Adiyanto.

Sementara itu terkait dengan IIYS, Kepala sekolah Indonesia Internasional School Yangon, Dr. Cucu Junaidi menginformasi sekolah yang dikelola Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon. Keberadaan IISY tidak dapat dipungkiri merupakan soft power diplomacy Indonesia terbaik saat ini di Myanmar. IISY memiliki 549 peserta didik Non-WNI (Myanmar dan Warga Negara Asing lainnya) dan 46 peserta didik WNI. IISY tidak hanya berperan sebagai sarana pendidikan tapi juga untuk mempromosikan Indonesia dan menanamkan nilai-nilai demokrasi pada perserta didik dan pengajar yang sebagian besar adalah warga Myanmar. ​

Sekolah Indonesian International School Yangon sendiri dibuka sejak tahun 1967 dan saat ini menampung 549 siswa. Dibandingkan dengan sekolah di Jakarta, secara fisik bangunan IIS Yangon tidak ada yang istimewa dan biasa-biasa saja. Namun, sekolah yang telah berdiri sejak Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Uni-Myanmar ini menjadi sekolah incaran para orang tua murid.

Setiap tahun ajaran baru, sekolah ini tidak pernah kekurangan murid. Bahkan, IISY harus memberlakukan seleksi yang ketat akibat banyaknya murid yang mendaftar.

Epi

“Daya tampung kita sangat terbatas, padahal peminatnya cukup banyak. Kita pun memberlakukan seleksi ketat,” ungkap Kepala Sekolah IIS Dr. Cucu Junaidi .

Saat ini IIS memiliki 549 orang siswa mulai dari tingkat TK hingga SMA. Dari jumlah itu, hanya 18 siswa yang merupakan warga negara Indonesia. Mayoritas mereka adalah anak-anak staf KBRI di Yangon. Sementara sisanya berasal dari anak-anak pejabat lokal di Myanmar, anak dubes (duta besar) negara asing, dan para pengusaha.

Selain menjadi favorit anak para pejabat, sekolah yang terletak di 100 Lower Kyimyindine Road Ahone Township, Yangon, ini juga terkenal memiliki lulusan yang berprestasi. Banyak lulusan IIS yang kemudian melanjutkan sekolah ke universitas terkenal di Singapura dan negara-negara lain. “Menurut para orang tuanya, mereka tidak memiliki kendala apa pun saat melanjutkan sekolah di luar Myanmar,” ujarnya.

IISY memang memberlakukan kurikulum internasional sejak 2004. Kurikulum itu dipadukan dengan kurikulum Indonesia. Meski mayoritas muridnya bukan warga Indonesia, IIS memberlakukan muatan wajib untuk bahasa Indonesia. Sehari dalam satu minggu, para siswa wajib berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. “Bahasa Indonesia menjadi muatan wajib. Bayangkan saja kalau setiap tahun kita bisa meluluskan 20 orang siswa asal Myanmar yang bisa berbahasa Indonesia, dampak positifnya sangat luar biasa bagi kita,” terang Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Uni-Myanmar Irjen. Pol. Prof. Dr. Iza Fatria

IISY juga menjadi duta seni bagi Indonesia. Selain bahasa Indonesia, para siswa juga dikenalkan budaya Indonesia. Mulai dari tari-tarian hingga musik tradisional. “IIS juga mengemban misi budaya. Untuk guru seni, kita mempunyai satu guru lulusan ISI Yogyakarta, Pak Lukman Fauzi,” ujar Iza Fatria.

Pada kesempatan itu Rektor UNP, Prof Ganefri akan melirik Indonesia International School juga tersebar di Kuala Lumpur, Tokyo, Singapura, Damaskus, Bangkok, Royadh dan Kairo. Kenapa didahulukan ke Myanmar karena IIS Yangonlah yang paling pesat perkembangannya baik dari segi peserta didik, lulusan, maupun segi pendidikan lainnya.

“Mudah-mudahan tahun depan kelas internasional UNP diminati calon mahasiswa dari Myanmar. Bahkan tidak itu saja guru-guru dari IISY juga melanjutkan pendidikan ke UNP,” terang Prof Ganefri yang diamini Prof Syahrial Bakhtiar. (Humas UNP/Agusmardi)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.