JURNAL SUMBAR | Dharmasraya – Di jorong Pulai, Jembatan dengan kontruksi papan dan baja ringan dengan kualitas tinggi dibangun pada 1978. Membelah Batang Hari, menghubungkan Sitiung dengan Timpeh dan Padang Laweh. Bagi masyarakat saat itu, jembatan bailey denzipur itu sudah cukup memenuhi kebutuhan mereka sebagai sarana penghubung. 1978, saat jumlah kendaraan belum sepadat sekarang, saat mobilitas perpindahan manusia dan barang belum sekencang sekarang.
Waktu terus berjalan, menggerus apapun yang masuk dalam pusarannya.
Banyak hal yang berubah dalam 41 tahun perjalanan waktu jembatan pulai. Orang-orang berubah, batanghari merubah dirinya sendiri di beberapa tepian, jembatan pulai pun masuk ke wilayah kabupaten Dharmasraya, tidak lagi Sijunjung seperti saat pertama kali dibangun. Masa kepemimpinan di daerah, provinsi hingga negara juga berubah. Tapi Jembatan Pulai, belum disentuh. Tetap dibiarkan seperti mula dibangun. Namun, 41 tahun perjalanan waktu membuatnya ringkih. papan-papan mulai lapuk dan baja ringan keropos sana sini. Dan, orang-orang melewati dengan rasa was-was, menampilkan sungging senyum kecemasan yang berbeda.
Ada harapan baru bagi masyarakat Pulai, Sitiung, Timpeh dan Padang Laweh saat wilayah ini mekar menjadi Kabupaten Sendiri. Sijunjung selatan menjadi Kabupaten Dharmasraya. Harapan untuk menyampaikan keluhan, khususnya tentang jembatan pulai yang mulai menimbulkan keresahan kepada pemerintah. Karena pemerintahan telah “lebih dekat dan diisi oleh orang-orang kita saja”. Tapi entah, jembatan pulai tetap begitu saja hingga Kabupaten ini berusia satu dekade lebih.
Sutan Riska Tuanku Kerajaan, Bupati Dharmasraya, di awal masa kepemimpinannya sebagai Bupati menemui masyarakat Timpeh di sela kegiatan MTQ Kabupaten di Timpeh tahun 2016. Masyarakat kembali menyuarakan keluhan yang sama, yang terus berulang dalam beberapa tahun sebelumnya; Perbaikan Jembatan Pulai.
“Selangkah pun, saya tidak akan mundur dalam urusan memajukan daerah ini”, tegas Sutan Riska saat itu. Kita berdoa bersama. Niat kita baik. Membangun jembatan pulai yang akan dilalui oleh anak-anak kita dalam menuntut ilmu, oleh masyarakat kita dalam menjemput rejeki, oleh kita semua untuk menjalin silaturrahmi. Doakan saya juga, agar diberi kemudahan oleh Allah SWT dalam usaha mewujudkan keinginan kita ini, lanjut Bupati Dharmasraya.
Kemudian, silih berganti pemberitaan tentang jembatan pulai wara-wiri di berbagai media; koran, media online, fesbook dan lainnya.
2016, Sutan Riska Tuanku Kerajaan membawa sejumlah anggota KOMISI V DPR RI mengunjungi jembatan pulai. Menyaksikan kendaraan dan orang yang hilir mudik di atas jembatan yang mulai keropos dan lapuk. 2017, kembali Bupati mengajak Dirjen Bina Marga Kementrian PUPR ke jembatan pulai. Bupati Sutan Riska mengusulkan pembangunan jembatan baru di sebelah jembatan bailey denzipur pulai.
Cahaya terang pembangunan jembatan Pulai terlihat jelas saat kunjungan Presiden RI Ir. H. Joko Widodo ke Kabupaten Dharmasraya pada 7 Februari 2018. Kesempatan berada dalam mobil yang sama dengan Presiden tidak disia-siakan Bupati Sutan Riska. “Kami minta jembatan baru di Pulai, Pak Presiden. APBD kami tidak cukup untuk membangun jembatan itu dalam waktu cepat. Masyarakat kami sangat membutuhkan jembatan itu segera dibangun”, keluh Pak Bupati kepada Presiden.
Tak lama berselang usai kunjungan Presiden Jokowi ke Dharmasraya, usulan pembangunan Jembatan Pulai disetujui dengan pendanaan dari APBN senilai Rp. 70 M, atas diskresi Presiden.
November 2019. Entah kunjungan keberapa kali, Bupati Sutan Riska kembali ke Pulai, ke lokasi pembangunan jembatan baru. Tiang-tiang jembatan sudah dipancang di tengah arus Batanghari. Wujud jembatan pun telah tampak di satu sisi. Sepertinya, jembatan baru akan segera selesai dibangun.
Kita doakan agar tidak ada hambatan dalam penyelesaian pembangunan jembatan ini. Agar anak-anak bisa tersenyum melewati jembatan Pulai saat pergi pulang menuntut ilmu, masyarakat berbahagia saat menjemput rejeki, jalinan silaturrahmi antar masyarakat tidak dihalangi lagi oleh jembatan tua penghubung yang rapuh.
Tentunya juga, agar masyarakat tahu bahwa ada yang mendengar keluhan mereka dan juga merasakan, bahwa pemerintahan itu dekat dan diisi oleh orang yang peduli.humas
editor;saptarius