Helat PILKADA serentak sebentar lagi di laksanakan, tepatnya pada tanggal 23 September 2020. Semua calon dalam beberapa bulan ke belakang sudah banyak melakukan aktivitas-aktivitas yang menarik simpatik masyarakat dengan banyaknya Baliho-baliho yang marak di pinggir jalan seperti Mulyadi, Mahyeldi Ansharullah, Reza Pahlevi, Ali Mukhni, M. Shadiq Pasadigue, Nasrul Abit, Indra Catri, Reydonnyzar Moenek dan Fakhrizal-Genius Umar yang sudah melakukan pendaftaran ke KPU Sumatera Barat melalui Jalur independent.Dan beberapa figur lainnya yang mungkin skala dukungannya agak rendah.
Konstestasi ini sangat menarik untuk di analisis dan di amati karena persoalan ini menyangkut kehidupan masyarakat Sumatera Barat lima tahun ke depan.
Berdasarkan UU No 10 Tahun 2016 tentangTENTANG PILKADA Pasal 40 Ayat (1)
“ Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan”.
Berdasarkan hasil Pemilu 2019 yang lalu, ada Sembilan ( 9 ) Parpol yang berhasil memperoleh kursi di DPRD Sumatera Barat. 9 Parpol dalam Ilustrasi gambar (terlampir)
Berdasarkan Ilustrasi gambar yang di tampilkan maka kemungkinan ada 5 pasang Balon Gubernur dan Balon Wakil Gubernur. 4 Pasang di hasilkan dari Koalisi Parpol, jika 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sumatera Barat dari 65 Kursi DPRD yang tersedia maka akan berjumlah 13 Kursi sebagai syarat minimal untuk mengusung Balon Gubernur/Balon Wakil Gubernur sesuai dengan UU tersebut dan 1 Pasang dari jalur Independent yang sudah melakukan verifikasi dan pendaftaran ke KPU Provinsi Sumatera Barat yaitu Pasangan Fakhrizal – Genius Umar.
Jika kita lihat dari Jumlah Kursi Parpol, sesuai dengan syarat UU No 10 Tahun 2016 maka Parpol Gerinda tidak membutuhkan Parpol lain dalam membangun koalisi. Garindra sudah memiliki titik aman dalam mengusung Balon Gubernur/Balon Wakil Gubernur.Dan berbeda bagi Parpol lainnya dengan komposisi suara yang kurang tentu saja di butuhkan koalisi parpol dalam mengusung Balon Gubernur/Balon Wakil Gubernur. Dan menarik kita telisik yaitu Partai Petahana ( PKS ) yang Gubernurnya sekarang dari Partai tersebut, PKS sekarang menampilkan 2 ( Dua ) Kadernya dalam proses Pilkada ini : Mahyeldi ( Walikota Padang ) dan Reza Pahlevi ( Walikota Payakumbuh ). Mahyeldi Ansharullah lebih dominan membangun komunikasi koalisi dengan PPP dengan Balon Wakil Gubernurnya Audy Joinaldy secara syarat koalisi terpenuhi ( PKS = 10, PPP = 3 ). Sementara Reza Pahlevi yang di jagokan Irwan Prayitno ( Gubernur Sekarang ) lebih dominan membangun koalisi dengan PKB, dengan bukti baru-baru ini Reza Pahlevi dan Irwan Prayitno bertemu dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar. Sebagai wujud komunikasi akan dibangun koalisi PKS dengan PKB. Secara Syarat Koalisi terpenuhi juga ( PKS = 10, PKB = 3 ). Dan kemungkinan besar pasangan Reza Pahlevi adalah Zul Elfian ( Walikota Solok ) sebagai Balon Wakil Gubernurnya. Dan dalam hal ini pilihan manakah yang akan di ambil oleh Dewan Syuro PKS untuk berlabuh. Tentu saja Publik akan melihat sejauhmana analisis PKS dalam melahirkan sebuah keputusan. tentu saja koalisi akan terbentuk. Apakah Koalisai PKS-PPP atau PKS-PKB.
Berbeda dengan Partai Demokrat, Mulyadi adalah figur yang akan di jagokan oleh Partai ini sebagai Balon Gubernur, apalagi berdasarkan Survey baru-baru ini Mulyadi memiliki elektabiltas yang sangat tinggi untuk bisa menjadi Gubernur Sumatera Barat. Akan tetapi kemana Demokrat akan berlabuh untuk membangun Koalisi? Berdasarkan data yang ada besar kemungkinan Demokrat akan berkoalisi dengan Nasdem, jika Iya maka Syarat Koalisi sudah terpenuhi juga ( Demokrat = 10, Nasdem = 3 ). Tetapi siapakah pasangan Balon Wakil Gubernur Mulyadi.? Berdasarkan cerita-cerita di warung kopi kemungkinan besar Mulyadi akan meminang Shadiq Pasadique. Kenyataan ini apakah benar apakah tidak tentu saja proses waktu yang akan menjawabnya.
Kemudian Partai Amanat Nasional, yang mana kabarnya Ali Mukhni ( Bupati Kab. Padang Pariaman ) di jagokan untuk menjadi Balon Gubernur. Akan tetapi PAN secara kasat mata belum terlihat kemana Partai ini akan membangun Koalisi.? Tentu saja jika analisis Koalisi di atas terbentuk maka besar kemungkinan Partai yang tersisa adalah Golkar dan PDI-Perjuangan. Jika PAN koalisi dengan PDI-Perjuangan maka Koalisi terbentuk juga( PAN=10, PDI-Perjuangan = 3 ). Persoalannya tentu saja Elite PAN harus lebih responsive dalam membangun komunikasi dengan Partai ini. Jika tidak, nanti PAN akan menjadi Partai yang tertinggal dalam membangun Koalisi. Dan ancaman ini selalu ada jika terlambat maka PAN akan di tinggal oleh PDI-Perjuangan. Nah sekarang Partai yang tersisa adalah Golkar dengan komposisi 8 kursi tentu saja Partai ini tidak bisa mengusung Balon Gubernur/Balon Wakil Gubernur. Jika analisis di atas terbangun dengan sempurna. Persoalan ini adalah ancaman bagi Golkar dengan komposisi kursi yang lumayan besar tidak bisa mengusung Balon Gubermur/Wakil Gubernur adalah sebuah kenaifan.Berdasarkan fakta-fakta di atas Koalisi yang terbentuk : Koalisi 1 ( Garindra ), Koalisi 2 ( PKS-PPP ) atau ( PKS – PKB), Koalisi 3 ( Demokrat – Nasdem ), Koalisi 4 ( PAN – PDI Perjuangan ). Nah sekarang.Persoalan yang harus di bangun oleh Partai Golkar adalah harus sedikit cepat untuk membangun koalisi ini dengan Partai-Partai lain. Jika Partai Golkar bisa mengusung Balon Gubernur/Balon Wakil Gubernur maka kepiawaian Golkar untuk bisa melakukan komunikasi politik dengan partai-partai lain. Nah sekarang asumsi kita bahwa Koalisi 2 : ( PKS – PKB ) dengan Balon Gubernurnya adalah Reza Pahlevi/Zul Elfian. Maka PPP adalah Partai yang tercampak dengan komposisi kursi hanya 4 Kursi, Begitu pula sebaliknya. Jika di bangun Koalisi Golkar – PPP maka secara syarat UU No 10 Tahun 2016 belum terpenuhi ( Golkar = 8, PPP = 4 ).
Nah Hal seperti ini juga akan berisiko bagi PAN, jika abai dan lalai dalam membangun komunikasi Politik dengan Partai-Partai lain. Jika asumsi Golkar membangun Koalisi dengan Golkar – PPP – PDI Perjuangan maka koalisi juga terbentuk ( Golkar = 8, PPP = 4, PDI Perjuangan = 3 ) PAN menjadi Partai yang tidak lagi bisa Mengusung Balon Gubernur/Balon Wakil Gubernur. Yang hanya memiliki 10 Kursi di DPRD Provinsi Sumatera Barat.Jika kristalisasi Golkar-PPP-PDI Perjuangan terbentuk siapakah Balon Gubernur/Balon Wakil Gubernurnya.?Apakah Reydonnyzar Moenek yang pamong senior yang memiliki pengalaman dalam tata pemerintahan di tingkat Nasional.Dan juga siapakah Balon Wakil Gubernurnya.? Apakah Indra Catri ( Bupati Agam ) Atau mungkin ada alternatif Koalisi PAN – Golkar dan Syarat Koalisipun terpenuhi juga ( PAN = 10, Golkar = 8 ) maka PPP, PDI Perjuangan akan tidak bisa lagi berkoalisi. PPP dan PDI Perjuangan tidak menjadi Partai pengusung akan tetapi hanya Partai pendukung.
Di dalam Politik di kenal istilah tidak ada “Makan siang yang gratis” , tentu saja ada cost politik yang harus di taburkan dan disemaikan. Cost politik berbeda dengan Money Politik. Cost Politik tentu saja erat hubungannya dengan bagaimana Partai-Partai bisa mengerakkan sumber daya yang ada untuk bisa melakukan kampanye, kegiatan Politik dan Sosialisasi Politik untuk memenangkan Kandidat Balon Gubernur/Balon Wakil Gubernur yang mereka usung. Persoalan untuk mengerakan Sumber daya, Kampanye dan Kegiatan Politik inilah di perlukan cost yang cukup besar. Seperti contoh kecil : Untuk Saksi Parpol dengan asumsi TPS yang ada di Sumatera Barat 16.702. dengan asumsi Saksi Parpol di bayar Rp 200.000. Maka 16.702 X Rp 200.000 = 3.340.400.000,-( Tiga Milyar Tiga Ratus Empat Puluh Juta Empat Ratus Ribu Rupiah). Ini baru berupa sumber daya pengerakan saksi parpol pada proses PILKADA berlangsung, belum lagi kegiatan Kampanye dan kegiatan Politik lainnya sebelum proses Pemilihan berlangsung, yang juga memerlukan cost politik yang cukup besar untuk memenangkan Balon Gubernur/Balon Wakil Gubernur yang di usung oleh koalisi Parpol. Inilah Potret sistem demokrasi kita hari ini, membutuhkan cost politik yang sangat besar dalam melahirkan kepala daerah di negeri ini. Nah akhirnya apa.? Tentu saja Balon Gubernur/Wakil Gubernur yang memiliki relasi dan akses kepada konglomerat yang bisa mendanai proses Pilkada ini lebih di untungkan untuk bisa memenangkan proses Pilkada ini. Karena kita tahu PILKADA membutuhkan cost politik yang sangat besar.
Jika bangunan analisis ini terbentuk dengan sempurna maka Balon Gubernur/Wakil Gubernur akan menjadi 5 ( lima pasang ) sehingga kompetisi PILKADA Sumatera Barat ini akan menjadi lebih menarik dan lebih banyak pilihan buat masyarakat dalam menetapkan Pilihannya. Jika ini benar, maka pasangan Balon Gubernur/Wakil Gubernur ini bisa saja meraih 35% dari Jumlah DPT ( Daftar Pemilih Tetap ) KPU Sumatera Barat yang tersedia sudah memenangkan proses Pilkada ini, karena masyarakat di sungguhkan oleh Calon yang banyak dan tentu saja sebaran suara tidak akan bisa di dominasi oleh satu pasangan calon tertentu.Dan berbeda kemudian jika PILKADA ini Head to Head (2 Pasang Balon Gubernur/Wakil Gubernur) maka capaian suara 35% dari DPT KPU Sumatera Barat tentu tidak akan memenangkan Proses PILKADA Sumatera Barat. Akan tetapi untuk melahirkan 2 ( Dua ) pasang Balon Gubernur/Wakil Gubernur dari banyak figure yang muncul hari ini adalah sebuah kenaifan.
Balon Gubernur/Wakil Gubernur mana yang bisa meraih suara 35% dari DPT ( Daftar Pemilih Tetap KPU Sumatera Barat)
Jika di telisik dari figure Balon yang muncul hari ini tentu saja kita harus juga melihat daerah asal (Demografi) dan Psychology pemilih suatu daerah yang berkaitan dengan Balon Gubernur/Wakil Gubernur. Berdasarkan Demografi dan Psychology pemilih maka daerah kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Pesisir Selatan agak menonjol dalam hal memunculkan calonnya di pentas politik kekinian, (Daerah lain bukan penulis abaikan, akan tetapi daerah ini yang menonjol) psychology ke dua daerah ini sangat tradisional dan sangat homogen dalam menetapkan Pilihan atau dikenal dengan istilah “ lai urang kampung wak, wak PILIH” Hal ini banyak terjadi pada pemilih bawah atau pemilih tradisional (grass root) dan mereka tidak berangkat pada konsep dan gagasan calon akan tetapi berangkat hanya berdasarkan ikatan daerah asal. Menarik kita simak Balon Gubernur dari Kabupaten Padang Pariaman yakni Ali Mukhni (Bupati Kab. Padang Pariaman) yang berasal dari PAN akan tetapi di daerah ini juga ada Genius Umar (Walikota Pariaman) yang sudah berpasangan dengan Fakhrizal sebagai Balon Gubernur/Wakil Gubernur yang sudah melakukan Deklarasi untuk maju sebagai Balon Gubernur/Wakil Gubernur dari jalur independent, sehingga tentu saja dukungan suara tidak akan full sepenuhnya di arahkan kepada Ali Mukhni karena ada Genius Umar yang juga berasal dari Pariaman. Apalagi koalisi yang akan di Bangun oleh PAN sampai hari ini belum ada titik temu.
Yang sangat di untungkan disini jika berangkat dari kacamata 2 daerah di atas ( Demografi dan Psychology pemilih) adalah Nasrul Abit. Dewi Fortuna itu tidak saja berdasarkan hal di atas bahkan Partai yang pernah di naungi Nasrul Abit ( NA ) juga tidak membutuhkan koalisi dalam proses pencalonan Balon Gubernur/Wakil Gubernur. Partai Garindra sesuai dengan syarat UU No 10 Tahun 2016 telah memenuhi syarat untuk mengusung Balon Gubernur/Wakil Gubernur. Nasrul Abit atau kita singkat NA, sudah memiliki tiket resmi dalam proses pencalonannya. Akan tetapi apakah DPP Garindra menetapkannya itu menjadi persoalan lain. Nasrul Abit pernah menjadi Bupati 2 periode dan Wakil Bupati 1 ( satu ) Periode di daerah Kabupaten Pesisir Selatan, tentu hal ini menjadi faktor kekuatan dan peluang bagi NA dalam hal bagaimana bisa mengarahkan pemilih grass root daerah ini untuk bisa Full melakukan Pilihan kepadanya. Apalagi selama 2 ( Dua ) Periode menjadi Bupati di Kabupaten Pesisir Selatan, Nasrul Abit (NA) berhasil membangun daerah ini dengan sebutan “Negeri Sejuta Pesona“. Keberhasilan itu tentu saja tidak sampai di situ Nasrul Abit sebagai Wakil Gubernur Sumatera Barat berhasil mengambil simpati masyarakat Perantau Pesisir Selatan dalam Peristiwa Wamena ( Papua ) baru-baru ini. Bisa hadir di Wamena dan memulangkannya ke Pesisir Selatan adalah sebuah langkah yang luar biasa. Perantau-Perantau ini akan menjadi corong bagi Nasrul Abit untuk bisa melakukan koooptasi suara atau mendulang suara di kampungnya di samping faktor-faktor lain yang telah di buat oleh NA. Jika analisis ini benar adanya di tambah dengan Psychology pemilih masyarakat yang homogen ini membawa faktor keberuntungan untuk Nasrul Abit ( NA ) untuk bisa melakukan pendulangan suara di kampungnya ( Kab. Pesisir Selatan ) dengan Jumlah DPT KPU Sumatera Barat PILEG 2019 untuk daerah Kabupaten Pesisir Selatan berjumlah + 331.260 Suara. Jika 75 % saja bisa Nasrul Abit meraih raupan suara maka Nasrul Abit sudah memiliki basic suara di angka + 248.445. Jumlah yang cukup fantastis di dalam sebuah proses PILKADA. Belum lagi soliditas IKPS (Ikatan Keluarga Pesisir Selatan) yang tersebar di daerah-daerah di Sumatera Barat tentu saja Ikatan/Paguyuban keluarga ini tidak akan tinggal diam untuk memenangkan NA.
Persoalannya Sekarang siapakah Balon Wakil Gubernur yang pas dan cocok untuk Nasrul Abit ( NA ). Membangun Koalisi dalam kontek politik tentu saja adalah berdasarkan demografi calon kandidat sangat penting untuk di perhatikan. Di samping Ketokohan dan Elektabiltas Calon. Nah untuk hal ini kami melihat pasangan yang cocok dan pas bagi Nasrul Abit ( NA ) adalah Shadiq Pasadique (SHA). Shadiq Pasadique berasal dari Kabupaten Tanah Datar yang juga Beliau 2 Periode Menjadi Bupati di daerah tersebut. Secara prinsip koalisi adalah hal yang cukup bagus di tambah dengan Kabupaten Tanah Datar Jumlah DPT KPU Sumatera Barat PILEG 2019 cukup gemuk yang berjumlah 276.615 pemilih. Shadiq Pasadique sangat terkenal buat kalangan grass root di Kabupaten Tanah Datar apalagi ketika beliau menjadi Caleg DPR RI 2019 yang lalu Shadiq berhasil meraup suara di angka 60.997.( Walau belum berhasil menjadi Anggota DPR RI ). Basic suara yang cukup untuk bisa di upgrade dalam proses PILKADA Sumatera Barat. Jika Pasangan ini bisa di sandingkan Nasrul Abit ( NA ) – Shadiq Pasadique (SHA) atau bisa kita singkat NASHA. Maka kemungkinan besar pasangan ini untuk bisa memperoleh 35% dari Pemilih Suara Sah PILKADA Sumatera Barat bisa saja terjadi. asumsi ini cukup beralasan dengan tingginya elektabiltas pasangan ini. Sangat besar harapan masyarakat bersandingnya ke 2 ( Dua ) tokoh ini demi untuk memajukan Sumatera Barat. Jika pasangan ini berkoalisi maka Nasrul Abit ( NA ) dan Shadiq Pasadique ( SHA ) maka kita singkat NASHA. NASHA dalam bahasa arab atau Islam artinya Wewangian, Harum. Jika pasangan ini mengkongkretkan untuk berkoalisi maka bisa kita mengkembangkan taglinenya, “Membawa Keharuman buat Sumatera Barat” Jika di pentas Nasional Sumatera Barat menjadi harum dan wangi tentu saja dengan sendirinya membawa kemakmuran dan kesejahteraan buat masyarakat. Namun jika Nasrul Abit ( NA ) memilih Indra Catri tentu saja sebahagian public ada yang berharap, akan tetapi jumlah DPT KPU Sumatera Barat PILEG 2019 untuk daerah Kabupaten Agam berjumlah + 365.000 tentu saja suara pemilih ini tidak bisa Full kepada Indra Catri, karena di situ ada Balon Gubernur Mulyadi, Balon Gubernur Fakhrizal dan bisa juga kemudian Balon Gubernur Mahyeldi.( Jika Mahyeldi ditetapkan untuk Balon Gubernur )
Fakhrizal-Genius Umar bisa menjadi Pemenang PILKADA Sumatera Barat
“Alhamdulillah kita sudah kumpulkan 336.657 dukungan yang tersebar dari 19 kota dan kabupaten,” ujar Fakhrizal. Ia mengatakan, dukungan yang berhasil dikumpulkan hampir dari seluruh nagari di Sumbar. Menurut Fakhrizal, dari 1.158 nagari dan desa yang ada, hanya tiga nagari yang tidak memberikan dukungan. (Kutipan Berita pada tanggal 19/02/2020). Menarik jika kita amati pasangan Fakhrizal – Genius Umar dengan tagline “Bersatu untuk Sumbar Maju“ yang maju melalui jalur independent. Berdasarkan informasi yang kami dapatkan sebaran dukungan buat Fakhrizal – Genius Umar tersebar di 19 Kota/Kabupaten di Sumatera Barat. Jika data 336.657 bisa di kongkretkan dan di petakan untuk bisa menjadi corong buat kemenangan Fakrizal – Genius Umar dengan bisa saja data tersebut mensosialisasikan dan mengkampanyekan dengan menpengaruhi orang saja dengan jumah 3 orang ( Dalam istilah ilmu MLM ) maka hasil dengan prediksi 336.657 x 3 = 1.009.971. Wow Jumlah Suara yang sangat Fantastis. Dan ini bisa terjadi ketika Timses Fakhrizal-Genius Umar harus mampu membuat data base dan data center masing-masing dukungan itu menjadi by name by address sehingga akan memudahkan pembentukan tim-tim di tingkat nagari dan juga mampu untuk mempengaruhi pola pilihan masyarakat kearah pasangan ini.
Berangkat dari PILKADA Sumatera Barat Pada tahun 2015, dimana ada 2 Pasang Calon ketika itu dengan istilah head to head antara Irwan Prayitno-Nasrul Abit ( IP-NA ) dan Pasangan Muslim Kasim-Fauzi Bahar ( MK-FB ). Irwan Prayitno-Nasrul Abit memenangi PILKADA ini dengan jumlah suara 1.175.858 Suara ( 58,62 % ) dan Muslim Kasim-Fauzi Bahar dengan jumlah suara 830.131 suara ( 41,62 % ) dengan jumlah DPT 3.517.022 dan yang mengunakan hak pilih 2.085.519. Dengan asumsi partisipasi hanya 59,30%. ( data KPU Sumatera Barat 2015 ).
Nah berbeda dengan PILKADA Sumatera Barat Tahun 2020 ini yang kemungkinan besar menghasilkan 5 Pasang Balon sesuai dengan analisis dan persepsi kami diatas maka kemungkinan untuk memperoleh suara 35% saja sudah memenangi PILKADA ini. Ini disebabkan bahwa sebaran pemilih tentu saja tidak bisa di dominasi oleh Pasangan Balon tertentu. Jika PILKADA Sumatera Barat berdasar DPT KPU Sumatera Barat PILEG 2019 berjumlah + 3.718.003. dengan tingkat partisipasi masyarakat sekitar 60% maka suara pemilih hanya berjumlah 2.230.802. yang akan di perebutkan oleh 5 pasang Balon Gubernur/Wakil Gubernur maka 35% dari jumlah pemilih yang sah akan menjadi 783.980 Suara. Hal inilah yang menjadi persepsi kami bahwa dengan 35% saja Pasangan Balon Gubernur/Wakil Gubernur bisa meng-upgrade suaranya maka bisa memenangi PILKADA Sumatera Barat ini. Dan itu bisa kami lihat ada pada pasangan Nasrul Abit-Shadiq Pasadique ( NASHA ) dan Pasangan Fakhrizal-Genius Umar. Pasangan NASHA berangkat dari factor pemilih demografi dan Psychology pemilih suatu daerah sementara pasangan Fakhrizal-Genius Umar berangkat dengan akumulasi dukungan yang begitu besar sehingga memudahkan pasangan ini untuk bisa melakukan sosialisasi secara baik disamping gagasan-gagasan yang di tawarkan kepada masyarakat. Akhirnya kita hanya berusaha semua hasil tentu saja Allah Swt sebagai pemegang hak-Nya. Siapa yang memimpin sesungguhnya sudah ada di Alam Lauhulmahfuz Allah. Semoga…!!! (Penulis adalah aktivis sosial di Kota Padang)