JURNAL SUMBAR | Padang – Kabar bagus untuk dunia kesusasteraan di Indonesia, khususnya Sumatera Barat. Dua karya penulis asal Sumatera Barat berhasil menembus Antologi Penyair Asia Timur. Kedua puisi tersebut, karya Firdaus Abie dan Sastri Bakry.
Perihal keberhasilan karya kedua tersebut diketahui setelah panitia mengumumkan hasil kurasi yang sangat ketat dilakukan para kurator, Awang Sariyan dan Harlym Yeo.
“Semua naskah hasil yang lolos akan dibukukan dalam sebuah Antologi Puisi,” kata Harlym Yeo, yang sekaligus menjadi editor pada antologi puisi Menganyam Tikar Peradaban.
Pada cover belakang buku tertulis, Menganyam Tikar Peradaban membentangkan 73 kuntum puisi yang dianyam kata-katanya oleh 63 orang pemuisi tersohor di rantau alam Melayu dan di bumi China, di Asia Timur. Antologi ini menyajikan puisi-puisi nukilan pemuisi dari Malaysia, Indonesia, Singapura, Brunai Darussalam, Thailand dan Republik Rakyat China.
Dari 63 penyair yang karyanya terseleksi tersebut, hanya tiga orang dari Indonesia. Selain dua dari Sumatera Barat, seorang lagi Prof Shafwan Hadi, penyair asal Sumatera Utara.
Cetusan rasa yang terhimpun dalam naskah ini melontarkan variasi olahan bahasa yang puitis, indah dan mengasyikkan. Terungkap di dalamnya kebelbagian fenomena hubungan tamadun Melayu – China yang ratusan dasawarsa usianya. Rekaman kata-kata dalam antologi ini sekaligus menjadi wadah silaturrahmi ketamadunan Melayu – China yang tidak ternilai kepada khalayak dunia tanpa mengenal batas sempadan bangsa dan geografis lewat satu bahasa yakni, bahasa Melayu.
Iven ini dibentang Dewan Bahasa dan Pustaka – Malaysia, sebuah jawatan pemerintah Malaysia yang didirikan 22 Juni 1956. Tugasnya menggerakkan dan mengangkat Bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan, bahasa resmi dan bahasa keilmuan.
“Momentumnya bertepatan dengan empat puluh delapan tahun hubungan diplomatik Malaysia dan China,” kata Sastri Bakry, penyair asal Sumatera Barat yang juga Ketua DPD Satupena Sumatera Barat.
Bagi Sastri Bakry, capaian ini sekaligus menambah deret panjang karya-karyanya menembus Negeri Jiran. Tak hanya dalam bentuk antologi dan sayembara, naskahnya juga sering dimuat diberbagai media cetak di Malaysia. Termasuk sering diundang tampil membacakan puisi diberbagai ajang di sana.
Firdaus Abie justru tak menduga kalau karyanya berhasil memperoleh capaian tersebut.
“Ini pertama kali saya mengikutkan karya pada lomba atau sejenisnya. Saya hanya mengirimkan satu karya saja. Alhamdulillah, hasilnya luar biasa,” kata Firdaus Abie, yang juga senior jurnalis dan membina wadah berhimpun penulis muda Sumatera Barat melalui Bengkel Literasi Rakyat Sumbar.
Capaian Firdaus Abie ini, seakan mengulang torehannya di tahun 2007. Ketika itu, ia pertama kali mengirimkan Cerpennya pada sebuah lomba atau sayembara menulis Cerpen. Ketika itu, ada sayembara Cerpen, A.A Navis Award, diadakan UNP dan Deakin University, sebuah universitas negeri di Australia. Naskahnya, Cincin Kelopak Mawar, ditetapkan sebagai pemenang II. (Rilis)