JURNAL SUMBAR | Solok – Kehadiran pabrik AQUA di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, sangat membantu pembangunan ekonomi masyarakat desa yang tinggal di sekitar pabrik. Manfaat tersebut dirasakan oleh para ibu yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Jorong Kayu Jao, Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
Ketua KWT Jorong Kayu Jao, Roziana, mengatakan dengan adanya program CSR atau corporate social responsibility dari pabrik air minum dalam kemasan (AMDK) di Solok tersebut kepada Kelompok Wanita Tani Jorong Kayu Jao, para ibu jadi bisa membantu ekonomi keluarga.
“Masyarakat di Jorong Kayu Jao ini kebanyakan berkebun. Salah satu komoditas yang ditanam masyarakat di sini adalah stroberi,” ujar Roziana.
Sebelum adanya program CSR ini, para ibu di jorong sini kebanyakan hanya bekerja di kebun stroberi orang lain dengan upah Rp 50 ribu. “Mereka bekerja dari pagi sampai jam 2 siang,” tukasnya.
Namun, lanjutnya, dengan masuknya program pendampingan kelompok tani tersebut, masyarakat dibina untuk bisa mengolah halaman rumahnya menjadi kebun stroberi. “Kami sebanyak 22 ibu yang tergabung dalam KWT Jorong Kayu Jao juga diberikan pelatihan,” tuturnya.
Dia mengutarakan AQUA yang merupakan satu-satunya perusahaan AMDK di Solok tersebut melalui program CSR-nya mulai melakukan pelatihan kepada KWT Jorong Kayu Jao sejak tahun 2019 lalu. Sementara, KWT Jorong Kayu Jao sendiri sudah terbentuk sejak tahun 2015. Kemudian, pada 2019, pihak perusahaan AMDK mulai mengajari para ibu KWT bagaimana cara pengolahan media tanam dan cara perawatan tanaman stroberi serta bagaimana membuat buahnya menjadi maksimal.
“Pelatihan dilakukan selama seminggu berturut-turut. Kami latihannya juga tidak di ruangan tapi langsung SL atau Sekolah Lapang,” ungkapnya.
Sekolah Lapang merupakan proses pembelajaran non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam mengenali potensi, menyusun rencana usaha identifikasi dan mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan sumberdaya yang ada secara sinergi.
“Kita juga dilatih teknik-teknik untuk menggunakan bahan-bahan organik. Biasanya kita pakai pestisida, dengan pelatihan ini kita diajari untuk mengurangi penggunaannya pestisida dan menggantinya dengan cairan kayak sunlight atau pakai autan. Biaya perawatannya jadi lebih murah, karena semua kan organik,” ujarnya.
Setelah mengikuti pelatihan, anggota-anggota KWT yang tadinya hanya bekerja di perkebunan orang lain mulai mencoba untuk menanam stroberi sendiri memakai polybag dengan memberdayakan halaman rumah.
Menurut Roziana, para ibu di KWT juga sudah diajari bagaimana cara menanam di polybag sehingga bisa mendapatkan buah stroberi yang baik. “Untuk ibu-ibu KWT yang nggak punya lahan, mereka bisa memberdayakan lingkungan mereka untuk menanam stroberi di dalam polybag yang disusun di atas rak-rak yang dibuat bertingkat,” tukasnya.
Dengan bantuan program CSR dari perusahaan AMDK yang ada di Kabupaten Solok ini, jadilah ibu-ibu KWT yang ada di Jorong Kayu Jao memiliki penghasilan sendiri dan bisa membantu ekonomi keluarga. Dari hasil stroberi yang ditanam itu, ibu-ibu bisa memanennya sekali dua hari sebanyak 3 kilogram yang dijual melalui KWT seharga Rp 70 ribu perkilo kepada para pembeli.
“Jadi, pelatihan-pelatihan yang diberikan perusahaan AMDK di Solok ini sangat membantu para ibu rumah tangga di Jorong Kayu Jao ini. Yang tadinya kerja di tempat orang, sekarang sudah ngurus kebun stroberi sendiri dan bisa membantu keuangan keluarga,” katanya.
Perkebunan stroberi di Jorong Kayu Jao ini pun mulai banyak kedatangan pengunjung dari berbagai daerah lain bahkan dari luar negeri. Pihak perusahaan AMDK Solok juga banyak membawa pengunjung untuk membeli stroberi dan hasil olahannya dari KWT Jorong Kayu Jao. Roziah mengatakan para ibu di KWT juga mengembangkan hasil olahan stroberi ini menjadi dodol, selai, roti, es stroberi, dan produk-produk olahan lainnya berbahan stroberi.
“Akhirnya Jorong Kayu Jao ini pun dikenal sebagai tempat wisata KWT Bougenvile Kebun Stroberi Petik Sendiri,” tuturnya.
Dia mengutarakan tamu-tamu yang datang ke KWT Bougenvile Kebun Stroberi Petik Sendiri ini ada yang dari Pekanbaru, Medan, Palembang, dan Jambi. Tidak hanya dari dalam negeri saja, tamu-tamu dari luar negeri seperti dari India dan Australia juga ada yang datang ke tempat ini. “Mereka senang karena bisa memetik langsung stroberi yang mau dibeli dari kebun,” ucapnya.
Selain itu, KWT Bougenvile Kebun Stroberi Petik Sendiri juga menjadi tempat edukasi bagi anak-anak Paud, TK, dan SD yang mau belajar menanam stroberi. Salah satunya adalah kunjungan dari TK Kabupaten Dharmasraya. “Mereka datang 50 orang dan masih-masing membeli satu pot dan bibitnya seharga Rp 10 ribu untuk kita ajarkan cara menanam stroberi dan media tanamnya,” ujarnya.
Roziana mengatakan hasil buah stroberi dari kebun milik para ibu KWT Jorong Kayu Jao ini bibitnya didatangkan dari Cibodas, Jawa Barat. Tapi, saat ditanam di Jorang Kayu Jao, menurutnya, buahnya lebih manis dan besar-besar.
“Tanaman stroberi kita juga tidak menggunakan pestisida tapi organik, sehingga para tamu aman kalau mau makan langsung stroberi yang baru dipetiknya dari kebun,” katanya.
Selain para tamu yang datang ke Jorong Kayu Jao, ibu-ibu KWT juga melayani pesanan olahan stroberi dari sekolah-sekolah dan kantor-kantor.
“Dari hasil penjualan itu, kami bisa menyekolahkan anak-anak kami. Setidaknya uang sekolah anak-anak kami nggak pernah nunggak-nunggak lagi,” ujarnya.
Tapi, kata Roziana, KWT Bugenvil Kebun Stroberi Petik Sendiri Jorong Kayu Jao sempat terhenti akibat pandemi Covid-19 yang terjadi pada awal tahun 2020 lalu.
Namun, mulai tahun 2023 ini, dia dan anggota KWT lainnya mulai lagi untuk menanami kebun stroberi mereka.
“Kita baru mulai lagi dan memang masih sedikit hasilnya. Hasilnya baru 30 kilo sebulan dan kami jual dengan harga Rp 80 ribu perkilo. Tapi lumayanlah untuk menambah penghasilan keluarga,” ungkapnya.
Dengan ilmu yang didapatkan dari pelatihan yang diberikan sebuah perusahaan AMDK Solok, para ibu KWT Jorong Kayu Jao saat ini juga mengajari para ibu lainnya yang bukan anggota KWT untuk ikut memberdayakan lingkungan mereka dengan menanam stroberi.
“Kami memberikan mereka polybag agar bisa berkebun stroberi juga di halaman-halaman rumahnya untuk menambah penghasilan keluarga. Kami juga mengajari mereka bagaimana cara untuk bertanam stroberi agar hasilnya baik,” ujarnya.
Roziana dan anggota KWT Jorong Kayu Jao lainnya berkomitmen untuk tetap melanjutkan dan membangun kembali KWT Bougenvile Kebun Stroberi Petik Sendiri seperti saat sebelum terjadinya pandemi.
“Kalau bisa kontinyu atau berkelanjutan lagi. Jadi, produk stroberi dan olahannya bisa terus terjual. Nanti, rencananya kami juga ingin membuat sebuah outlet pusat oleh-oleh yang khusus olahan dari stroberi dari hasil kebun para petani di sini. Kami berusaha untuk ngumpulin modal dulu,” tukasnya.