Peran Kecerdasan Buatan Dalam Pemberantasan Korupsi?

Oleh : Roja Firmansyah

Kecerdasan Buatan (AI) memiliki potensi besar dalam memerangi korupsi, tetapi ada kekhawatiran bahwa teknologi ini dapat disalahgunakan oleh individu korup untuk menyempurnakan kegiatan ilegal mereka.

Seiring dengan kemajuan teknologi, upaya anti-korupsi perlu menjadi lebih canggih untuk mengatasi tindakan korupsi yang mungkin tidak terdeteksi. Berikut adalah beberapa cara AI dapat menjadi alat yang efektif untuk melaksanakan tindakan korupsi tanpa terdeteksi:

1. Manipulasi Kuesioner Online: AI dapat digunakan untuk memanipulasi hasil kuesioner online tanpa terdeteksi. Dengan kemampuannya untuk meniru pola penulisan manusia, teknologi ini dapat merusak integritas data survei.

2. Sistem Anti-Korupsi yang Disusupi: Penggunaan AI untuk mengelola sistem anti-korupsi dapat disusupi, menciptakan celah untuk tindakan korupsi. Pemahaman mendalam tentang algoritma dan kerentanannya menjadi kunci dalam memanfaatkan situasi ini tanpa terdeteksi.

3.Penyamaran Transaksi Keuangan: Kecerdasan Buatan dapat digunakan untuk menyamarkan jejak transaksi keuangan korupsi. Penggunaan teknik yang canggih dalam mengubah pola pembayaran dapat membuat tindakan korupsi sulit terpantau.

Dalam menghadapi tantangan ini, penting untuk terus mengembangkan sistem pemantauan dan deteksi yang lebih pintar guna melawan potensi korupsi yang tak terdeteksi oleh AI.

1. Teknologi kecerdasan buatan (AI) memiliki peran signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi. Beberapa aplikasi AI mencakup pengenalan wajah untuk memperkuat keamanan dan pemantauan. Selain itu, AI digunakan untuk mendeteksi tindak pidana korupsi, menciptakan kekosongan hukum yang memerlukan perhatian pihak berwenang.

2. Melalui analisis AI, tindakan korupsi seperti penipuan, penggelapan pajak, suap, dan lelang ilegal dapat terdeteksi lebih cepat dan akurat. Implementasi teknologi ini juga dapat membantu lembaga keuangan dan sektor investasi dalam mengungkap kemungkinan korupsi .

3. Penerapan AI dalam pemberantasan korupsi bukan hanya sebatas alat deteksi, melainkan juga mencakup aplikasi seluler, crowdsourcing, dan transparansi portal sebagai upaya menyeluruh .

Roja Firmansyah, Mahasiswa Universitas Baiturrahmah Padang

Teknologi kecerdasan buatan (AI) memainkan peran kunci dalam upaya global pemberantasan korupsi. Beberapa penerapan teknologi ini dapat disoroti:

1. Efektivitas KPK dengan Teknologi AI: Kejaksaan Agung Republik Indonesia menggunakan AI untuk mengambil tindakan yang lebih efektif dan tepat sasaran dalam menghadapi kasus-kasus korupsi yang kompleks dan sulit.

2. China Menggunakan AI untuk Deteksi Korupsi: Pemerintah China telah menerapkan sistem AI canggih untuk mendeteksi dan mencegah korupsi, menunjukkan tren global dalam mengadopsi teknologi ini dalam konteks pemberantasan tindakan korup.

Epi

3. Upaya Pemberantasan Korupsi dan Kemajuan Teknologi: Kemajuan teknologi informasi memberikan dampak positif dalam pemberantasan korupsi.

Pemberantasan tidak hanya mencakup penindakan, tetapi juga pencegahan korupsi, dengan melibatkan peran serta masyarakat secara lebih efektif.

4. Korelasi Efek Jera dan Maraknya Korupsi Politik: Tidak adanya efek jera yang optimal dapat menjadi faktor penyebab maraknya korupsi politik. Peningkatan rencana tindak lanjut dan penanganan efektif dapat membatasi dampak korupsi.

5. Momentum Hari Antikorupsi Sedunia: Pada Hari Antikorupsi Sedunia, Menteri Tjahjo menegaskan penindakan kasus korupsi tanpa pandang bulu. Hal ini mencerminkan komitmen untuk menguatkan upaya pemberantasan korupsi.

Korupsi adalah sebuah isu yang menjadi masalah yang serus di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Meskipun ada upaya pemerintah dan pemangku kepentingan untuk mengatasi korupsi, tetapi hal ini masih menjadi tantangan yang harus diatasi. Teknologi AI dan perencanaan terdekat berkontribusi dalam mengatasi korupsi dengan membantu dalam pemantauan dan analisis data. Namun, terdapat beberapa kasus di mana korupsi masih berlangsung tanpa terdeteksi oleh sistem AI. Berikut ini adalah beberapa contoh kasus tersebut:

1. Kasus Astro: Pengadilan Singapura melimpahkan kasus ini ke Hong Kong karena kasus Astro melawan Pengadilan Hong Kong memutuskan First Media membayar 700 ribu Dolar AS dari sebelumnya 130 juta Khrisnan. Meskipun kasus ini menunjukkan bahwa teknologi AI dan pemantauan dapat membantu dalam mengatasi korupsi, tetapi terdapat kesalahan dalam sistem pemantauan yang menyebabkan kasus tersebut terjadi.

2. Kasus Mochtar Riady: Mochtar Riady, seorang politikus Indonesia, menjadi kasus korupsi yang menarik karena terdapat banyak kesalahan dalam pengawasan dan penyalahuan. Meskipun ada kasus yang menunjukkan bahwa teknologi AI dan pemantauan dapat membantu dalam mengatasi korupsi, tetapi terdapat kesalahan dalam sistem pemantauan yang menyebabkan kasus tersebut terjadi.

3. Kasus PT Broadband Multimedia: PT Broadband Multimedia berganti nama menjadi First Media. Layanan sebelumnya yaitu KabelVision dan Digital1 disatukan di bawah produk HomeCable, sementara MyNet menjadi FastNet. Tahun 2008 adik Eddy dan Elizabeth Sindoro (pemilik Paramount Enterprise) – Billy Sindoro – yang tertangkap basah di Hotel Aryaduta Jakarta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ketika menyuap 500 juta. Billy dipenjara selama 3 tahun. Pada Maret 2010 pengadilan Singapura menetapkan bahwa Mochtar berhutang 130 juta Dolar AS kepada Edy Nasution sebesar Rp.50juta (sebelumnya Edy sudah menerima Rp.100 juta pada 17 Desember 2015) untuk menunda aanmaning (peringatan eksekusi) Peninjauan Kembali (PK GOSIPNYA 100 juta untuk aanmaning PK PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) melawan Kymco, sedangkan 50 juta untuk aanmaning PK PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media.

Meskipun teknologi AI dapat membantu dalam pemantauan dan analisis data, terdapat kasus-kasus di mana korupsi masih berhasil terjadi tanpa terdeteksi.

Sebagai contoh, kasus-kasus seperti kasus Astro dan Mochtar Riady menunjukkan bahwa meskipun ada upaya menggunakan teknologi AI, namun masih terdapat kesalahan dalam sistem pemantauan yang memungkinkan korupsi terjadi.

Selain itu, terdapat juga faktor-faktor lain yang menjadi pendorong terjadinya tindak pidana korupsi, seperti konflik kepentingan. Konflik kepentingan dapat memengaruhi integritas lembaga dan individu, sehingga penanganan terhadap konflik kepentingan menjadi penting sebagai upaya pencegahan korupsi.

Dalam konteks ini, penting untuk terus mengembangkan dan meningkatkan sistem pemantauan serta pengawasan korupsi, termasuk dalam penerapan teknologi AI, guna mencapai tujuan pemberantasan korupsi secara efektif dan berkelanjutan.

Selain itu, upaya pencegahan korupsi melalui penanganan konflik kepentingan juga perlu diperkuat untuk mencegah terjadinya korupsi yang tidak terdeteksi.

Dengan demikian, artikel ini dapat menjadi panggilan untuk terus melakukan inovasi dalam penerapan teknologi AI dan upaya pencegahan korupsi guna mengurangi kasus korupsi yang tidak terdeteksi dan mencapai pemberantasan korupsi yang lebih efektif.

Penulis adalah
Mahasiswa Universitas Baiturrahmah Padang

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.