Manajemen Marah

JURNAL SUMBAR — Marah adalah perbuatan yang dilarang oleh Rasul dan Allah. Rasa amarah secara fitrah bisa muncul dalam diri manusia, tetapi Allah dan RasulNya menghendaki kita untuk mengendalikan rasa amarah tersebut. Rasa marah tidak boleh dibiasakan atau dibuat sebagai hal yang lumrah, Secara sifat, yang demikian membuat kita memiliki sifat pemarah (suka marah-marah.
Firman Allah dalam Al Qur’an
۞ وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ. الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Q.S. Ali Imran: 133-134)
Rasulullah bersabda
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوْصِنِيْ ، قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan marah!” [HR al-Bukhâri].
Pada firman Allah swt di atas, manusia diberi penawaran oleh Allah untuk menukar rasa amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain, dengan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Tawaran yang sangat besar tersebut, menggambarkan begitu besarnya kebaikan yang bisa dicapai jika kita mampu mengendalikan amarah, dan betapa buruknya jika marah tersebut diumbar. Dan ayat tersebut ditutup dengan kalimat “Wallahu yuhibbul muhsiniin, Allah mencintai orang yang senantiasa berbuat kebajikan”. Artinya menahan amarah adalah perbuatan ma’ruf yang Allah cintai.
Hadits-hadits tentang marah disebutkan dengan menggunakan fi’il mudhori’ yang merupakan kata kerja yang menunjukkan kejadian sesuatu pada saat berbicara atau setelahnya, pantas digunakan untuk kejadian saat berlangsung atau akan berlangsung artinya menggambarkan perbuatan yang kontinyu. Ini berarti perintah menahan amarah harus dilakukan setiap waktu. Kita diminta melatih dan melakukan upaya mengendalikan rasa marah setiap saat. Sulit? iya jika tidak dibiasakan, dan akan sangat mudah jika kita senantiasa mengingatkan diri kita sendiri dan melatihnya setiap saat.
Mengapa nafsu marah harus dikendalikan? Pertama karena rasa marah datangnya dari setan. Dan yang setiap yang datng dari setan adalah keburukan yang harus kita elakkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا غضب الرجل فقال : أعوذ بالله سكن غضبه
“Jika seseorang marah, lalu dia mengatakan: a’udzu billah (aku berlindung pada Allah), maka akan redamlah marahnya.” (As Silsilah Ash Shohihah no. 1376. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih).
Jadi jika kita muncul rasa ingin marah, hendaknya bersegera beristighfar dan membaca kalimat isti’adzah, “a’udzubillahi minasy syaithonirrajiim”.
Kedua, saat kita marah, misal marah kepada anak dan dengan marahnya bermaksud ingin mengubah perilaku anak, malah menjadi tidak produktif. Mengapa? Karena saat anda marah dan tidak mampu mengontrolnya, biasanya lisan kita tidak bisa berkoordinasi dengan otak, sehinggan pesan nasihat yang ingin kita sampaikan kepada anak kita, malah tidak tersampaikan. Tidak sampai apa yang dilakukan kepada tujuan yang diinginkan. Jika kita mampu menahan amarah, akan sebaliknya, pesan nasihat kepada anak bisa mengalir dan terkendali, dan sampai kepada mereka.
Rasulullah sudah memberikan petunjuknya untuk menahan amarah, atau meredam amarah yang tak terkendali. Sebagaimana tersebut dalam sabdanya
1. Membaca isti’âdzah (doa mohon perlindungan) dari setan yang terlaknat.
سَمِعْتُ سُلَيْمَانَ بْنَ صُرَدٍ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اسْتَبَّ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ أَحَدُهُمَا فَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى انْتَفَخَ وَجْهُهُ وَتَغَيَّرَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ الَّذِي يَجِدُ فَانْطَلَقَ إِلَيْهِ
Diriwayatkan dari Sulaimân bin Shurd Radhiyallahu anhu berkata, “Aku pernah duduk di samping Nabi saat dua orang lelaki tengah saling caci. Salah seorang dari mereka telah memerah wajahnya, dan urat lehernya tegang. Beliau bersabda, “Aku benar-benar mengetahui perkataan yang bila diucapkannya, niscaya akan lenyap apa (emosi) yang ia alami. Andai ia mengatakan: a’ûdzu billâhi minasy syaithânir rajîm, pastilah akan lenyap emosi yang ada padanya [HR. al-Bukhâri no. 3282, Muslim no. 2610]
OTW 2
2. Mengambil air wudhu
Dari Athiyyah as-Sa’di Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah bersabda:
عَنْ جَدِّي عَطِيَّةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu
3. Menahan diri dengan diam
Dari Ibnu Abbaas dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
Barang siapa marah, hendaknya diam (dulu)
4. Merubah posisi dengan duduk atau berbaring
Dari Abu Dzarr Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِذَا ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلاَّ فَلْيَضْتَجِعْ
Jika salah seorang dari kalian marah saat berdiri, hendaknya ia duduk, kalau belum pergi amarahnya, hendaknya ia berbaring (Hadits shahih)
5. Mengingat-ingat keutamaan orang yang sanggup menahan emosi dan bahaya besar yang timbul dari luapan amrah yang akan dijauhkan dari taufik.
Dari Muâdz Radhiyallahu anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذهُ دَعَأهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُوْرِ مَا شَاءَ
Barang siapa menahan amarahnya padahal mampu meluapkannya, Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari Kiamat untuk memberinya pilihan bidadari yang ia inginkan [Hadits shahih]
Demikianlah bagaimana syariah ini telah mengajarkan keindahan dalam berakhlakul kariimah. Semoga kita dimampukan oleh Allah dalam mengendalikan hawa nafsu amarah kita, dan menjadikan kuat kebijaksanaan dalam diri kita.
Wallahu a’lam bishshawaab
=====================================
Materi ceramah ini bisa disimak di Youtube link:
Lebih lengkap dengan ceramah saya, bisa disimak di Youtube Channel saya :
Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.