Peluang Tokoh Muda Menang dalam Pilkada Kota Padang
Oleh: Sepris Yonaldi, SE. MM
JURNAL SUMBAR | Pilwako Kota Padang akan dilaksanakan pada Juni 2018, mengikuti jadwal pilkada serentak gelombang ketiga oleh KPU untuk menentukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padang periode 2019–2024. Ini merupakan pemilihan kepala daerah ketiga di Padang yang dilakukan secara langsung. Hajatan demokrasi ini tentunya mejadi perhatian utama bagi seluruh lapisan masyarakat kota Padang. Tentunya isu yang sering bergulir ditengah tengah masyarakat adalah siapa yang akan menjadi pemimpin sebagai nakhoda penyelenggaraan pemerintahan lima tahun ke depan.
Dari sejumlah nama-nama bakal calon yang mengemuka, di antaranya adalah Nama tersebut terdiri dari dua petahana, yakni Mahyeldi Ansharullah, dan Emzalmi. Sedangkan lainnya pendatang baru. Mereka adalah Desri Ayunda, Adib Alfikri, Andre Algamar, Hendri Septa, Alkudri, Nofi Candra, Maidestal Hari Mahesa dan Michel Ichlas El Qudsi. tentunya banyak pengamat dan tokoh msyarakat beranggapan Mahyeldi sebagai petahana merupakan bakal calon yang akan memenangkan pilwako nantinya.
Petahana diartikan sebagai pencalonan pada periode kedua dalam jabatan yang sementara dijabat, atau orang yang sementara berkuasa dan kembali mengikuti kontestasi untuk perebutan posisi yang sama. Jika mencermati dinamika petahana dalam dinamika pilkada pada Desember 2015 yang terdiri dari 224 Kab, dan 36 Kota. presentasi kemenangan petahana Walikota hanya 47,1 % dan Bupati hanya 28,1% dan sisinya dimenangkan oleh bukan petahana.
Hal ini mencerminkan bahwa, status petahana tidak selalu menjamin untuk memenangkan Pilkada/ Pilwako. Fakta ini merupakan hal menarik yang patut dicermati yakni dimana saat ini muncul fenomena bergugurannya para incumbent (petahana) dalam perhelatan Pilkada. Ini merupakan lampu merah (peringatan) bagi para incumbent (petahana) yang bermaksud untuk maju kembali dalam perhelatan pilkada di tingkat provinsi (pilgub) maupun kabupaten/kota (pilbup/pilwalkot), termasuk di Pilawko Kota Padang.
Melihat dari kekalahan petahana sebelumnya, seperti Pilgub DKI, dimana Ahok dan Djarot Saiful Hidayat tak hanya kalah tapi kalah telak yang bertolak belakang dari sejumlah hasil survei yang dirilis menjelang pencoblosan yang menyatakan, bahwa selisih perolehan kedua pasang cagub-cawagub itu hanya sedikit alias beda-beda tipis.
Ada beberapa penyebab kekalahan, yaitu Tingkat popularitas calon petahana tidak berbanding lurus dengan tingkat ke disukai-nya dan keterpilihannya (elektabilitasnya) di masyarakat, bentuk protes langsung rakyat atas kepemimpinan Petahana sebelumnya, Kondisi masyarakat saat ini yang mulai otonom dan rasional dalam menentukan pilihannya, masyarakat tidak lagi tergantung pada bendera parpol yang mengusung calon, dan yang terakhir adalah bahwa saat ini masyarakat lebih cendrung memilih pemimpin yang muda, kreatif dan progresif sesuai dengan situasi dan kondisi jaman saat ini.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay mengatakan jumlah pemilih berdasarkan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) di 101 daerah penyelenggara Pilkada 2017 sebanyak 41.802.538, kelompok usia pemilih yang paling banyak berdasarkan data DP4 adalah usia antara 30-40 tahun yang berjumlah 10.271.957 pemilih.
Sementara kelompok pemilih yang usianya 17-25 tahun, sekitar 7.911.898 dan usia 25-30 tahun sekitar 5.690.162 pemilih. Berdasarkan data ini bahwa pemilih berusia muda sangat potensial untuk dijadikan basis suara bagi bakal calon pendatang baru yang dikategorikan muda kreatif dan progresif. Hal ini dikarenakan perilaku pemilih berusia muda lebih cenderung bersifat rasional dan emosional.
Mereka yang memilih seorang kandidat dengan melihat program yang ditawarkan kandidat tersebut. Pemilih emosional cenderung memutuskan pilihan politiknya karena alasan perasaan, pilihan politik yang didasari rasa iba, dan alasan romantisme seperti kagum dengan ketampanan atau kecantikan kandidat dan rasionalitas yang mereka tunjukkan pula tidak lepas dari faktor sosiologis. Dimana informasi yang didapatkan atau diterima pemilih lebih dominan berasal dari argument atau pendapat masyarakat, orangtuanya, serta media Massa yang kemudian membentuk perilaku rasional. Saifullah Fatah dalam buku political explorer (2012 : 487).
Tokoh muda sebagai calon pemimpin yang identik dengan cerdas dan kreatif tentunya harus bisa memunculkan ide ide dan gagasan baru yang bisa menarik minat dan disukai oleh pemilih yang berusia muda di Kota Padang. Contohnya seperti program OK OC dan dp rumah 0% sebagai program andalan dalam memenangkan Anis Sandi di Pilkada DKI.
Tentunya gagasan gagasan yang diluncurkan nantinya perlu untuk di sampaikan ke masyarakat melalui media yang tepat, seperti media sosial sebagai salah satu media yang identik dengan kalangan anak muda (netizen). Seperti dikutip media nasional, Survei yang dilakukan sepanjang 2016 itu menemukan bahwa 132,7 juta orang Indonesia telah terhubung ke internet. Adapun total penduduk Indonesia sendiri sebanyak 256,2 juta orang. Selanjutnya dalam hal media sosial, 71,6 juta orang menggunakan Facebook atau sekitar 54%, kemudian disusul 15% atau 19,9 juta pengguna Instagram, dan 11% pengguna Youtube.
Tentunya dengan berbagai alasan penjelasan di atas lebih memberikan keyakinan kepada tokoh- tokoh muda untuk muncul sebagai pemenang dalam Pilwako Kota Padang dan mematahkan keinginan yang hanya akan ikut Pilwako ketika hanya berpasangan dengan Petahana.
Sosok sosok muda seperti Nofi Candra sebagai tokoh muda nasional yang merupakan Senator DPD RI dari Provinsi Sumatera Barat dan memiliki latar belakang sebagai seorang pengusaha sebenarnya sudah memilki modal besar untuk maju Pilwako Kota Padang tinggal lagi bagaimana beliau menggagas ide ide dan gagasan yang brillian untuk menyelesaikan persoalan kota Padang.
Hendri Septa, Maidestal Hari Mahesa, dan Marzul Veri sebagai tokoh muda yang berasal dari ketua partai politik yang tidak perlu lagi dipertanyakan lagi kemampuan mereka dalam memimpin sebuah organisasi tentunya juga perlu percaya diri dalam memenangkan Pilwako kota Padang tanpa berpasangan dengan Petahana, tinggal lagi bagaimana bisa mengoptimalkan suaradari pemilih muda.
Untuk menarik perhatian dan disukai oleh pemilih muda tentunya harus melahirkan gagasan gagasan kreatif kekinian yang disukai oleh kaula muda. Begitu juga halnya dengan tokoh muda Yuliandre Darwis, Andre Algamar dan Adib Alfikri juga harus melakukan hal yang sama kalau memang ingin tampil sebagai pemenang.