Kemenag Pessel dan Warga Tarusan Saling Klaim Atas Tanah Seluas 7.400 M2

JURNALSUMBAR | Pesisir Selatan – Tanah seluas 7.400 meter persegi di Kampung Sawah Liat, Nagari Kapuh Utara, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan milik Departemen Agama RI, kini dibangun sebuah rumah oleh warga setempat tanpa izin.

Terkait hal itu, Kepala Kemenag Pessel, Malikia merasa geram karena aktifitas tersebut tidak dikonfirmasi terlebih dahulu kepada pihaknya dan tanpa izin.

Tanah milik Kemenag Pessel yang diklaim milik kaumnya oleh Ujang. Ist.

“Benar, pihak kita sudah melakukan tinjauan ke lokasi, ternyata benar di atas tanah Kemenag seluas 7.400 meter persegi tersebut sudah berdiri bangunan pondasi rumah. Warga yang membangunnya diketahui bernama Ujang,” jelasnya kepada wartawan di Painan, Jumat 13 April 2018

Lebih lanjut dijelaskan, di lahan rencananya akan dibangun kantor MDA, UPTD dan KUA, dan sudah dipasang plang tanah hak milik Kemenag. Selain itu, pada plang juga bertuliskan dilarang masuk, KUHP Pasal 551, di sini akan dibangun Play Group/TK. IT, SD IT bertaraf internasional.

“Terkait kondisi ini saya juga sudah koordinasi dengan salah seorang anak kemenakan ahli waris yang sebelumnya menghibahkan tanah tersebut ke Kemenag atas nama pak Ali Amran. Tanah tersebut sudah lama disertifikatkan dan sepenuhnya milik Kemenag, bukan milik Ujang,” terangnya.

Ia mengatakan, tanda hak milik tersebut tertuang dalam surat tanah berupa sertifikat No 03.14.01.064.00003 dan terbit pada 1 Februari 1991 silam. Menurutnya, lahan seluas 7.400 m tersebut, kedepan akan dijadikan keperluan Kemenag dan sejumlah kantor.

“Jadi, untuk sementara kami akan mencoba mediasi dan meminta Ujang menghentikan pembangunan tersebut. Jika, ia bersikeras, maka akan kami buat laporan polisi untuk diproses secara hukum yang berlaku,” tegasnya.

Ditambahkannya, secara aturan Ujang selaku pihak ahli waris tidak punya hak mengklaim tanah tersebut miliknya, apalagi sampai membangun di atas tanah milik negara. Ia menduga, keinginan Ujang tersebut dikarenakan adanya unsur provokator.

“Berdasarkan aturannya, rumah yang dibangun oleh Ujang itu illegal. Meski pihak Ujang mengklaim bahwa tanah tersebut milik mereka, namun mereka tidak bisa membuktikan surat kepemilikan tanahnya,” ungkapnya.

Terpisah, Ujang ketika dikonfirmasi via telepon mengatakan, bahwa rumah yang dibangun tersebut merupakan milik ulayat kaumnya, yaitu kaum suku Caniago. Menurutnya, tanah itu tidak pernah dihibahkan ke pemerintahan.

Ia mengatakan, status tanah tersebut sudah dikantongi berupa surat pegang gadai pada tahun 1940, sementara terkait sertifikat memang saat itu belum ada.

“Kami tidak pernah mengakui bahwa tanah itu milik pemerintah (Kemenag). Sebab, persoalan ini pernah kami tanyakan kepada Pemda Pessel soal surat tanah Kantor UPTD dan mereka mengakui tak punya apa-apa. Kemudian kami pergi pula ke kantor KUA untuk menanyakan sertifikat tanah tersebut, saat itu mereka mengatakan sertifikat tanah itu ada, namun sudah terbit pada tahun 1991, kan aneh namanya,” ungkapnya.

Terkait kondisi itu, ia juga siap menempuh jalur hukum untuk mencari kebenaran status tanah yang diklaim milik pemerintah (Kemenag) tersebut.

“Kalau memang pihak Kemenag ingin menempuh jalur hukum, itu lebih bagus dan kami siap. Sampai kapanpun kami siap, sebab tanah itu milik kaum kami dari suku Caniago, bukan milik Kemenag,” sebutnya. Rega Desfinal

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.