Demi Hormati HAM, Wiranto; KPK Menyadap Seizin Pengawas

Menkopolhukam Wiranto menganggap penyadapan KPK harus seizin Dewan Pengawas dalam rangka menghormati HAM

JURNAL SUMBAR | Jakarta – Menkopolhukam Wiranto menyatakan bahwa penyadapan harus dilakukan KPK atas izin Dewan Pengawas merupakan bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM). Itu juga perlu demi menjaga akuntabilitas dalam melakukan penyadapan.

Berdasarkan UU KPK yang baru saja direvisi dan telah disahkan, KPK harus mendapat izin dari Dewan Pengawas sebelum menyadap seseorang dalam proses penyelidikan atau penyidikan.

“Dalam pelaksanaan penyadapan dibutuhkan izin tertulis dari Dewan Pengawas agar penyadapan sesuai dengan due process of law dan justru memberikan penghormatan kepada HAM dan menjaga akuntabilitas dalam melaksanakan penyadapan,” ujar Wiranto di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Wiranto menilai penyadapan sejatinya melanggar HAM. Meski begitu, Wiranto mengatakan penyadapan diizinkan demi kepentingan penyelidikan dan penyidikan atas sebuah dugaan tindak pidana korupsi.

Itu pun tetap perlu dibatasi. Wiranto cemas kebebasan KPK melakukan penyadapan akan menimbulkan tudingan kesewenang-wenangan.

“Harus ada pembatasan, ada aturan yang membatasi itu (penyadapan). Nah aturannya bagaimana? Izin dari Dewan Pengawas,” ujarnya.

Lebih lanjut, Wiranto yakin bahwa kewajiban KPK mendapat izin dari Dewan Pengawas sebelum menyadap seseorang tidak akan menjadi polemik jika disikapi secara positif. Ia kembali mengatakan, dengan ada izin dari Dewan Pengawas, KPK akan terhindar dari tudingan melakukan tindakan sewenang-wenang.

“Karena ada Dewan Pengawas tadi melakukan justifikasi bahwa penyadapan itu didasarkan suatu kepentingan yang betul-betul dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Wiranto.

Wiranto juga mengatakan bahwa penyadapan melalui Dewan Pengawas termasuk bagian dari penguatan. Apabila ada pandangan bahwa izin itu akan memperpanjang proses penyadapan, Wiranto menilai hal itu hanya sebatas persoalan teknis.

“Dan saya kita nanti tergantung para pengawas ini yang betul-betul harus mempunyai kredibilitas yang tinggi, punya legitimasi yang tinggi, dan orang-orang yang terpercaya,” ujarnya.

Mengenai Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3), Wiranto menilai itu perlu dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada seseorang dalam kasus tindak pidana korupsi. Diketahui, kini KPK bisa menerbitkan SP3 terhadap orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka selama 2 tahun.

Menurutnya, KPK tidak bisa menggantungkan status seseorang sebagai tersangka dalam kurun waktu yang tak terbatas. Dia menilai itu sama dengan pelanggaran HAM.

“Tidak mungkin kita menyandera orang menjadi tersangka dengan tidak jelas jangka waktunya, bahkan sampai mati. Orang sampai mati sebagai tersangka, belum terbukti, belum diadili tapi masuk liang kubur menjadi tersangka tipikor,” ujar Wiranto.

Terkait kewenangan KPK mengeluarkan SP3, Wiranto juga menilai itu sebagai sebuah penguatan. Sebab, ia menyebut kebijakan itu sejatinya hanya ada di Kejaksaan Agung.

“Ini kan penguatan KPK punya kewenangan untuk menghentikan penyidikan dengan jangka waktu satu tahun, usulan pemerintah mungkin dua tahun nanti kami pastikan,” ujarnya.

Wiranto lalu menegaskan bahwa seseorang berhak mendapat kepastian hukum. Karenanya, SP3 perlu diterbitkan jika tidak ada bukti yang cukup untuk dilimpahkan ke pengadilan.

“Jadi sebenarnya ini bukan melemahkan KPK tapi menempatkan KPK sebagai suatu penegak hukum yang humanis walaupun tegas, tapi tetap memperhatikan HAM. Siapa yang bilang melemahkan, saya kira tidak,” ujar Wiranto.sumber;CNN Indonesia
editor;saptarius

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.