Pak Mukardi Bangun 20 Sekolah Muhammadiyah

Guru penakluk sungai, rawa dan laut, Namanya Pak Mukardi. Guru SD kelahiran Tuban, Jawa Timur. Dia menjadi guru honorer di salah satu SD di Sumatera Selatan sejak tahun 1988. 
Empat tahun mengabdi, tepatnya tahun 1991, Pak Mukardi akhirnya diangkat menjadi pegawai ngeri sipil (PNS). 

JURNAL SUMBAR | Palembang – Selama 30 tahun menjalani profesi sebagai guru, semangat Pak Mukardi membangun sekolah Muhammadiyah selalu berkobar-kobar. Sedikitnya, 20 sekolah Muhammadiyah mulai dari PAUD sampai SMA/SMK/MA berhasil dia bangun. 

Sekolah-sekolah Muhammadiyah itu dibangun Pak Mukardi dari dana pribadi, plus uang dari beberapa donatur yang ia kumpulkan. Pak Mukardi membangun sekolah dari desa ke desa. Beliau menerabas ganasnya sungai, rawa, dan laut di pedalaman Sumatera Selatan untuk mendirikan sekolah-sekolah Muhammadiyah tersebut. 

Dulu, saat belum ada pemekaran kabupaten, dari rumahnya Pak Mukardi menempuh perjalanan dua hari ke kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah menggunakan perahu. Pak Mukardi rela menempuh 2 hari perjalanan hanya untuk 2 jam rapat rutin Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PDM. 
Saat berkunjung ke sekolah-sekolah, acap kali Pak Mukardi kemalaman di jalan, hingga membuat dia harus menginap di tengah kebun sawit tanpa atap dan alas. 

Alhamdulillah, sekolah-sekolah Muhammadiyah yang dulu dia rintis, saat ini tumbuh dan berkembang. Dari tangan dingin Pak Mukardi, ribuan anak usia sekolah mengenyam pendidikan yang layak. 

Perjuangan membangun sekolah Muhammadiyah sangat berat. Saya pernah mendengar cerita Pak Mukardi, suatu hari dia didatangi pemuka agama lain. Intinya, mereka tidak suka karena Pak Mukardi membangun sekolah-sekolah Muhammadiyah. Sang pemuka agama ini menantang debat tentang perbandingan kitab suci. 

Pak Mukardi menolak tantangan debat tersebut. Bagi dia, perdebatan itu tidak ada gunanya. Apalagi Pak Mukardi mengaku tidak paham tentang kitab suci.

“Sudahlah pak, kita tidak usah berdebat tentang kitab suci. Kita jalankan saja apa yang diperintah kita suci. Saya hanya mau membangun sekolah Muhammadiyah, dan saya tidak akan mengganggu jenengan (Anda, red),” begitu Mukardi menjawab dengan lemah lembut. 

Mendengar jawaban ini, sang pemuka agama belum puas. Dia malah melontarkan tantangan kedua. “Kalo tidak mau berdebat, kita kelahi saja. Ini ada dua parang, siapa yang duluan mati,” ucap dia dengan nada tinggi.

OTW 2

Pak Mukardi terkejut mendengar tantangan berkelahi itu. Dengan santai beliau menjawab, “Waduh Pak…! Ini tindakan kriminal. Kita sebagai pendidik tidak boleh melakukan tindakan kriminal!”

Segala macam upaya dilakukan untuk menghentikan Pak Mukardi membangun sekolah Muhammadiyah, namun dia tetap istiqamah. 

Akhirnya, sang pemuka agama tersebut datang lagi. Kedatangan yang ketiga kalinya ini dengan cara yang lebih ramah. Dia bilang, “Pak Mukardi, ini ada bantuan dana untuk seluruh siswa sekolah Muhammadiyah. Nominalnya Rp 300 ribu per anak.”

Mendapat tawaran tersebut, Pak Mukardi menjawab dengan halus, “Terima kasih Pak atas bantuannya. Monggo bantuannya diserahkan ke sekolah swasta lainnya saja. Masih banyak sekolah swasta lainnya yang membutuhkan.”

Sang pemuka agama lalu menimpali, “Anggaran untuk sekolah swasta lainnya sudah ada. Ini bantuan khusus untuk sekolah Muhammadiyah.”
“Sekali lagi terima kasih atas bantuannya. Tapi mohon maaf, kami tidak bisa menerima. Karena kami sudah dicukupkan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumsel,” ucap Pak Mukardi. 

Jawaban ini sejatinya hanya strategi Pak Mukardi untuk menolak bantuan. Karena faktanya, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumsel tidak memberikan apa-apa. Semua proses pembangunan sekolah hasil swadaya warga dan simpatisan Muhammadiyah. 

Saat Pak Mukardi mengantar saya ke bandara, beliau mengaku sampai saat ini belum berhasil membangun Klinik Muhammadiyah. Penyebabnaya karena terkendala perizinan. Padahal bangunan sudah ada. 

Pak Mukardi sudah berkoordinasi dengan MPKU PWM Sumsel yang bertanggung jawab RS dan Klinik di Muhammadiyah. Namun lantaran kerjanya lambat banget hingga sekarang belum kelar. 

Mendengar cerita tentang mandegnya pemmbangunan Klinik Muhammadiyah, saya langsung menjawab, “Oke Pak, saya akan sampaikan ke ketua MPKU PP Pak Agus Syamsuddin tentang kendala ini. Apalagi, MPKU PP Muhammadiyah memiliki program membangun seribu klinik”. 

Obrolah saya dan Pak Mukardi selesei saat mobil sampai di depan pintu boarding bandara.
Dalam pesawat, saya melamun, “Sungguh luar biasa Pak Mukardi. Seorang guru dan aktivis cabang ranting yang berjuang membangun sekolah Muhammadiyah

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.