Dimotori Pemkab Sijunjung, Riwayat & Perjuangan Buya H. Ahmad Syafii Maarif Diseminarkan, Ini Narasumbernya

810

JURNAL SUMBAR | Sijunjung – Patut diapresiasi. Kegigihan Pemkab Sijunjung, Sumatera Barat, dibawa kepemimpinan “Duet Anak Muda enerjik” Bupati-Wabup, Benny Dwifa Yuswir, S.STP, M.Si – H. Iradatillah,S.Pt, memperjuangkan Buya Prof.Dr H. Ahmad Syafii Maarif, sebagai Pahlawan Nasional tak diragukan.

Bahkan, Pemkab Sijunjung harus bolak-balik “Sijunjung – Jakarta”, menemui pihak terkait untuk memperjuangkan Buya Prof.Dr H. Ahmad Syafii Maarif agar dapat menjadi Pahlawan Nasional.

Bupati Sijunjung; Kami akan Usulkan Buya sebagai Pahlawan Nasional dan Nama RSUD Syafi’i Ma’arif”

Perjuang yang tak kenal lelah itupun mulai menampakan hasil. Pemkab Sijunjung pun diminta untuk melakukan kegiatan seminar oleh Pempus. Karena itu salahsatu syarat untuk menjadi Buya Syafii sebagai Pahlawan Nasional.

Kepala Bapppeda Sijunjung, Dra Yuni Elviza,MT

Bak gayung bersambut. Pemkab Sijunjung yang dibidani Bapppeda dan Dinas Sosial pun melakukan berbagai persiapan untuk melakukan seminar.

Terbukti, pada Selasa (14/2/2023) jelang peringatan hari jadi kabupaten (HJK) ke-74, Pemkab Sijunjung pun menggelar seminar nasional di Balairung Kantor Bupati Sijunjung di Muaro Sijunjung.

Selain melakukan Seminar Nasional, juga dilaksanakan Diskusi Aktual, mengupas Riwayat Hidup dan Perjuangan Buya Prof.Dr H. Ahmad Syafii Maarif yang dipandu Isral Naska (Direktur Pusat Studi Islam UM Sumbar-red) sebagai Moderator.

Kepala Bapppeda Kabupaten Sijunjung, Dra Yuni Elviza, MT, menyebutkan, seminar tersebut juga disiarkan secara via zoom meting dengan ID: 838 2916 8519 Free E-Sertifikat.

Sebelumnya, Yuni Elviza menyampaikan laporannya terkait seminar tersebut. Lengkapnya simak video dibawa ini.

Bupati juga menyampaikan upaya Pemkab Sijunjung mengupayakan Buya Syafii menjadi Pahlawan Nasional. Lengkapnya, yuk simak video dibawa ini.

Selain di prakarsai Bupati-Wabup Sijunjung, Benny-Radi, kegiatan tersebut juga di suport-di dukung penuh Rektor UMSB, Dr Riki Saputra,MA.

Sementara Rektor UMSB, Dr Riki Saputra,MA, juga mengupas soal upaya mewujudkan Buya sebagai Pahlawan Nasional.

Seminar Nasional, dan Diskusi Aktual itu juga menghadirkan Narasumber hebat. Seperti dari Kemensos RI, Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si (Ketua Umum PP Muhammadiyah), Dr.H. Syofwan Karim,MA (Ketua Dewan Pakar Pusat Studi Islam dan Minangkabau UM Sumbar-red), Drs. H. Ashabul Kahfi, M.Ag (Ketua Komisi VIII DPR RI-red) dan Dr. Siti Fatimah, M.Pd,M.Hum (Dekan FIS UNP-red).

Rektor UMSB Sampaikan sambutan terkait Buya Syafii sebagai Calon Pahlawan Nasional

Seminar yang menyedot perhatian publik itu, juga dihadiri Bupati-Wabup, Sekdakab, unsur Forkopimda, Tomas, para pimpinan OPD, Ketua TP PKK, Ketua GOW serta undangan lainnya juga hadir. Bahkan juga banyak yang mengikuti secara via zoom meting. Kegiatan berjalan sukses dan lancar.

Profil Singkat Buya Syafii Maarif

Tokoh Muhammadiyah, Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif atau yang lebih dikenal sebagai Buya Syafii Maarif tutup usia pada Jumat pagi (27/5/2022) pukul 10.15 di RS PKU Muhammadiyah Gamping.

Buya Syafii wafat pada usia 86 tahun. Syafii Maarif lahir pada 31 Mei 1935 di Nagari Calau, Sumpur Kudus, Sijunjung, Sumatera Barat (Minangkabau). Ayahnya adalah kepala suku dan saudagar bernama Ma’rifah Rauf Datuk Rajo Malayu. Sementara ibunya, Fathiyah wafat ketika Syafii baru berusia 18 bulan.

Bupati Sijunjung sampaikan Ini di Seminar Nasional Buya Syafii calon Pahlawan Nasional

Saat masih kecil, Syafii Maarif bersekolah di Sekolah Rakyat (SR). Sedangkan untuk belajar agama, dia mengambil dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah sepulang sekolah di SR. Syafii tamat dari SR pada 1947 tanpa ijazah karena saat itu masih terjadi perang revolusi kemerdekaan.

Setelah usai menamatkan pealajaran di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Balai Tangah, Lintau, Syafii yang saat itu berusia 19 tahun pada 1953 merantau ke Yogyakarta. Dirinya melanjutkan pendidikan ke Madrasah Muallimin Yogyakarta sampai tahun 1956. Di Muallimin, dia aktif dalam organiasi kepanduan Hizbul Wathan dan pernah menjadi pemimpin redaksi majalah Sinar.

Menginjak usia 21 tahun, Syafii berangkat ke Lombok memenuhi permintaan Konsul Muhammadiyah dari Lombok untuk menjadi guru di sebuah kampung bernama Pohgading sampai tahun 1957. Syafii lalu melanjutkan pendidikan di Universitas Cokroaminoto, Fakultas Keguruan Ilmu Sosial IKIP UNY, Universitas Ohio Amerika Serikat hingga Universitas Chicago, Amerika Serikat.
Buya Syafii Maarif menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah selama tujuh tahun dari 1998-2005. Syafii Maarif juga pernah menjabat sebagai Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP).

Selepas menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah, dirinya aktif dalam komunitas Maarif Institute dan menjadi tokoh bangsa yang sering menyampaikan kritik secara objektif dan lugas baik melalui tulisan-tulisannya di berbagai media.

Atas karya-karyanya, pada tahun 2008 Syafii Maarif mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay dari pemerintah Filipina. Penulis Damiem Demantra membuat sebuah novel tentang masa kecil Ahmad Syafi’i Maarif, yang berjudul ‘Si Anak Kampung’ yang telah difilmkan dan meraih penghargaan pada America International Film Festival (AIFF).

Lahir dari didikan Muhammadiyah, Ahmad Syaf’i Ma’arif dikenal sebagai salah satu tokoh dan pemikir Islam di Indonesia. Ia pun menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Pria kelahiran Sumpur Kudus, 31 Mei 1935 ini besar dari keluarga sederhana di perkampungan Sumatera Barat. Sejak kecil ia memiliki tekad ingin sekolah sampai tinggi. Sekolah dasarnya ia selesaikan di dekat rumahnya dalam waktu singkat hanya lima tahun. Selain sekolah umum, ia juga sekolah agama di ibtidaiyah Muhammadiyah Kampung Sumpurkudus, Sumatera Barat.

Di tengah kesibukannya kuliah, ia harus bekerja untuk membiayai hidup dan kuliahya, apalagi saat itu dia sudah ditinggalkan kedua orang tuanya. Dia pun mengajar di SMP dan SMA di daerah yang dekat kampusnya. Kesibukan dan situasi politik saat itu, Syafi’i Ma’arif baru bisa menyelesaikan pada usia 29 tahun dengan gelar sarjana muda (BA).

Setelah menggondol gelar sarjana muda, ia mulai mengajar di Universitas Islam Yogyakarta. Bersamaan dengan itu, untuk meneruskan kesarjanaanya, dia melanjutkan kuliahnya ke Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta dalam bidang yang sama sejarah. Ia terbilang pintar, dalam waktu dua tahun dia sukses meraih gelar sarjana penuh (Drs).

Sejak itu, hidupnya banyak di dunia akademisi dan pemikiran-pemikiran briliannya mulai terlihat. Untuk mempertajam wawasan intelektualnya, dia meneruskan ke jenjang master dan doktor ke Amerika Serikat. Dia mengambil sejarah pada program master di Departemen Sejarah Ohio University dan  pemikiran Islam di Universitas Chicago, Amerika Serikat.

Sukses di dunia akademisi, Syafi’i Ma’arif  tidak melupakan akan organisasi Muhammadiyah yang telah membimbingnya sejak kecil. Dia pun aktif di organisasi pembaharu Islam ini. Namanya makin menasional pada awal lahirnya Era Reformasi tahun 1998. Saat itu, ia menggantikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais yang terjun ke politik praktis dengan mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN).

Marwah Muhammadiyah tetap terjaga sebagai organisasi dakwah tidak terserat ke politik. Di situlah peran Syafi’i ma’arif dibutuhkan. Ia didaulat meneruskan kepemimpinan Amien Rais, 1998-2000.  Dalam waktu dua tahun, Syafi’i Ma’arif berhasil membawa Muhammadiyah ke jalur khittahnya.

Pada muktamar Muhammadiyah, muktamirin kembali meminta Syafi’i Ma’arif menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah 2000-2005.

Setelah tidak menjadi orang nomor satu di Muhammadiyah, dia tetap konsen akan perkembangan Muhammadiyah, Islam, dan Indonesia. Dia tetap memberikan masukan dan kritikan kepada sahabat dan kepada siapa dengan tulus. Untuk menguatkan pemikiran-pemikiran pluralisme, toleransi, kebangsaan, keislaman, sosialnya, didirikan lembaga Ma’arif Institute. Lembaga ini diisi oleh intelektual-intelektual muda dan yang memiliki kepedulian akan bangsa.

Pada masa usia yang sudah tidak muda lagi, 80 tahun, pemikirian-pemikiran Syafi”ii masih dibutuhkan bangsa ini. Presiden Joko Widodo, pada awal tahun 2015, sempat menawarkan posisi Dewan Pertimbang Presiden, tapi Syafi’i menolaknya. Dia mau lebih independen.

Buya Syafii

Maka, saat presiden Joko Widodo memintanya untuk menjadi salah satu Tim Independen mengatasi konflik Polri-KPK, ia menyanggupinya dan sekaligus menjadi Ketua Tim Independen 2015

Sebelum wafat, Buya Syafii masuk ke rumah sakit itu sejak Sabtu (14/5/2022) karena mengeluh sesak napas akibat jantung. Bahkan, pada awal Maret lalu, Buya Syafii juga sempat menjalani perawatan medis di RS PKU Gamping.

Saat itu, Buya hampir dua pekan menjalani perawatan sampai kondisinya membaik dan diperkenankan untuk pulang. sumber; muhammadiyah.or.id/viva.co.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here