Terungkap di Jumpa Pers, Pemkot Sawahlunto Berhasil Turunkan Angka Stunting dan Kemiskinan

734

JURNAL SUMBAR | Sawahlunto – Luar biasa. Ternyata upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Sawahlunto, Sumatera Barat, mampu dan berhasil menekan angka stunting dan angka kemiskinan dari tahun sebelumnya.

Apalagi keberhasilan menurunkan angka stunting dan kemiskinan itu tidak terlepas dari Intervensi pemerintah daerah diperlukan untuk menekan stunting dan angka kemiskinan.

“Kalau dulu (tahun 2021-red), angka stunting mencapai 21,7 persen. Alhamdulillah, pada tahun 2022 angka stunting juga turun menjadi 13,7 persen. Artinya, stunting turun hingga 8 persen. Sawahlunto menempati nomor satu dalam penurunan angka stunting di Tanah Air,”ungkap Walikota Sawahlunto, Deri Asta, SH saat jumpa pers dengan kalangan wartawan di Objek Wisata Puncak Cemara pada Selasa (14/2/2023) malam.

Pada jumpa pers itu, walikota Deri Asta didampingi Wakil Walikota, Zohirin Sayuti, SE dan Kadis Kominfo Nova Erizon, ST,MT dan sejumlah pejabat lainnya juga hadir dalam pertemuan bersama wartawan itu.

Tak hanya penurunan angka prevalensi stunting, angka kemikinan juga turun dibanding tahun sebelumnya. Disebutkannya, pada tahun sebelumnya (tahun 2021-red), angka kemiskinan 2,38 persen dan sekarang (tahun 2022-red) 2,28 persen.

Angka itu disebabkan ekonomi warga dinilai memang tidak mampu dan itu yang menyebabkan masih adanya stunting. Hebatnya, angka kemiskinan maupun stunting di Kota Sawahlunto tersebut dibawa rata-rata nasional. Yang jelas, Pemkot Sawahlunto mampu menurunkan angka stunting dan angka kemiskinan.

“Keberhasilan menurunkan angka stunting dan angka kemiskinan tidak lepas dari peranserta semua unsur termasuk masyarakat,”ucap Walikota.

Walikota Sawahlunto, Deri Asta

Camat Barangin, Subandi,SH, menyebutkan, bahwa semuanya tidak terlepas dari peranserta Pemkot dan Camat hingga Desa/Kelurahan serta unsur terkait lainnya terus berupaya menekan angka stunting dan menurunkan angka kemiskinan.

“Di lapangan kita harus melibatkan Kapus beserta medisnya. Selain itu, gizi bayi itu memang perlu diprhatikan. Kalau camat sipatnya mengarahkan, ujung tombak itu sendiri berada ditangan medis dan unsur poyandu untuk menurunkan angka stunting itu sendiri,”ucap mantan Ketua PWI Sawahlunto itu.

Menurut Subandi, yang juga wartawan senior Harian Singgalang itu, angka kemiskinan dan stunting juga berhasil ditunkannya. Seperti halnya, Desa Balai Batu Sandaran (BBS) juga berhasil menutunkan angka stunting.

Subandi,SH, Camat Barangin

“Di kecamatan Barangin rata-rat turun, baik angka stunting dan angka kemiskinan juga turun,”tambah Camat.

“Untuk diketahui, sebelumnya, Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldy menyebutkan, angka prevalensi stunting di provinsi ini pada 2022 sebesar 25,2 persen atau naik 1,9 persen dibandingkan dengan 2021 yang mencapai 23,3 persen.

“Kenaikan angka prevalensi stunting ini harus menjadi perhatian serius semua pihak. Kita perkuat koordinasi untuk bisa mencarikan solusi agar angkanya bisa kembali turun,” kata Audy Joinaldy belum lama ini di Padang.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka stunting Sumbar pada 2021 sebesar 23,3 persen. Namun, pada 2022 mengalami kenaikan 1,9 persen menjadi 25,2 persen.

Wagub menyampaikan bahwa salah satu upaya yang harus segera dilakukan adalah intervensi pemerintah daerah dalam penurunan stunting, di antaranya pemberian tablet penambah darah terkhusus pada ibu hamil dan peningkatan konsumsi protein hewani pada anak di seluruh Sumbar.

Ini pekerjaan rumah besar kita bersama pada tahun ini. Kita juga akan perkuat koordinasi dan komunikasi, terutama dengan dokter, bidan, puskesmas yang akan menjadi tumpuan kekuatan kita di kabupaten dan kota,” ujarnya.

Di sisi lain, Wagub menyoroti data dari SSGI yang menurutnya mengundang beberapa pertanyaan, karena dari sumber data yang sama, 13 dari 19 kabupaten dan kota yang ada di Sumbar disebutkan berhasil menurunkan angka stunting.

Bahkan prevalensi stunting di Kota Sawahlunto telah menyentuh angka 13,7 persen dan mencapai target prevalensi stunting nasional sebesar 14 persen.

Pertanyaan lain adalah Kabupaten Pasaman Barat yang sebelumnya mendapat penghargaan dan sempat menjadi percontohan nasional sebagai kabupaten paling progresif dalam program penurunan stunting, ternyata di dalam data mengalami kenaikan angka prevalensi stunting sebesar 11,5 persen.

Berkaitan dengan data SSGI, Ketua SSGI Sumbar Gusnaidi menyatakan survei dilakukan dengan mengambil sampel secara randomsebanyak 1.123 blok sensus di 19 kabupaten dan kota.
Di masing-masing blok terdapat 10 rumah tangga yang didata. Jumlah sampel ini, menurut dia, meningkat hampir tiga kali lipat dibanding tahun 2021.

“Jumlah sudah dipastikan secara statistik memenuhi persyaratan untuk menggambarkan kondisi. Margin of error di bawah 5 persen dan relative standard error maksimal 25 persen,” ujarnya.

Meskipun demikian, ia mengakui kelemahan metode sampling tetap ada. Karena dilakukan secara acak di blok sensus yang sama sekali berbeda dengan tahun sebelumnya, bisa saja sampel yang terambil dominan berasal dari daerah-daerah yang menjadi lokus-lokus stunting, sehingga fluktuatif hasil data sampling bisa saja terjadi.


Adapun hasil SSGI mencatat angka persentase prevalensi stunting dari yang terendah hingga tertinggi di Sumatera Barat, yaitu Sawahlunto 13,7 persen, Padang Panjang 16,8 persen, Bukittinggi 16,8 persen, Payakumbuh 17,8 persen, Kota Solok 18,1 persen, Pariaman 18,4 persen.

Kemudian Tanah Datar 18,9 persen, Padang 19,5 persen, Kabupaten Solok 24,2 persen, Limapuluh Kota 24,3 persen, Agam 24,6 persen, Dharmasraya 24,6 persen, Kabupaten Padang Pariaman 25 persen, Pasaman 28,9 persen, Pessel 29,8 persen, Sijunjung 30 persen, Solok Selatan 31,7 persen, Kepulauan Mentawai 32 persen, dan Pasaman Barat 35,5 persen.

Sementara penurunan prevalensi stunting paling signifikan dialami Kabupaten Solok sebesar 15,9 persen dan kenaikan tertinggi dialami Pasaman Barat sebesar 11,5 persen.*/berbagai sumber

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here