Laporan Beni dari Sijunjung
JURNAL SUMBAR | Sijunjung – Aliran Batang Palangki-Batang Kuantan yang membelah Nagari Pusat Ibu Kabupaten Sijunjung, Nagari Muaro, Sumatera Barat, kembali menjelma menjadi ‘sungai mati’ dan itu tertefotret pada Jumat (29/9/2023). Kondisi airnya keruh pekat dan berbau.
Fenomena tersebut diduga bergulir akibat maraknya aktivitas tambang emas illegal
(Wild Gold Mine) menggunakan kapal ponton dan dompeng di sepanjang alirani Batang Palangki-Batang Kuantan Kabupaten Sijunjung. Sehingga kekeruhan air sungai menjadi parah, berwarna cokelat pekat. Bahkan terindikasi mengandung zat betbahaya akibat penggunaan kimia pelarut emas mentah.
Berbeda dengan keruh akibat musim hujan, lazimnya debit air cendrung naik diikuti adanya material kayu-kayu hanyut. Berselang beberapa hari kemudian situasi akan kembali berangsur normal. Nanun kini kondisi air keruh tampak permanen.
Berdasarkan informasi masyarakat, para pengusaha tambang merasa aman beroperasi lantaran masing-masingnya diduga membayar uang koordinasi pada oknum Polres Sijunjung dengan besaran Rp1-2 juta per bulan.
Parahnya, aktivitas tambang emas ilegal terjadi di aliran Batang Kuantan kawasan Geopark Nasional Silokek, tepatnya dibawah tugu BPBD menuju Geopark Silokek.
Di mana kawasan ini sebelumnya tercatat pernah mengalami bencana longsor, hingga jalan utama penghubung Nagari Muaro-Silokek sepanjang 700 meter ambrol.
Untuk pemulihannya terpaksa dilakukan pembuatan jalan baru dengan alokasi dana bantuan APBN lebih dari Rp30 milliar. Lagi-lagi pemicunya disebut-sebut karena adanya aktivitas penambangan emas ilegal di disi bawah badan jalan dengan cara mengeruk sisi tebing pinggir sungai.
Sebagaimana diketahui, Pemkab Sijunjung telah mematenkan Kawasan Gropark Silokek sebagai kawasan Geopark Nasional, dan kini sedang dalam kajian oleh Unesco menuju Unesco Global Geopark (UGGp). Serta digadang-gadang menjadi tujuan wisata Internasional.
Namun bagaimana Geopark Silokek bisa menarik bagi pengunjung bila kondisi airnya begitu buruk, sangat keruh.
Aliran Batang Kuantan sendiri jelas menjadi jargonnya Geopark Silokek, mengalir di bawah ngarai taman batu purbakala berusia jutaan tahun tersebut. Hingga romantika Geopark Silokek sangat diidentik dengan aliran Batang Kuantan di bawahnya.
Oleh sebab itu banyak hal semestinya harus dipertimbangkan, jangan karena faktor kepentingan akhirnya melakukan kegiatan yang berujung kerusakan alam dan lingkungan.
Seorang warga, Wati,54, yang sebelumnya mengaku pernah menggantungkan hidup lewat menangkap ikan di aliran Batang Palangki-Batang Kuantan, kini kehilangan mata pencahariannya.
Disebutkan ibu tiga anak tersebut, keluarga mereka tidak punya lahan perkebunan untuk digarap, untuk memenuhi kebutuhan hidup, sang suaminya menjalani profesi sebagai tukang penangkap ikan di aliran Batang Palangki. Dengan cara memasang jaring di beberapa titik menggunakan sampan, selanjutnya jaring diangkat untuk dipanen.
“Memasang jaring bisanya dilakukan sore hari, kemudian akan dibangkit kembali pagi harinya. Ikan yang berhasil didapat akan dijual untuk membeli segala kebutuhan hidup,” ucapnya seperti dilansir tvone.com.
Jenis ikan tangkapan, sambungnya, ada ikan baung, garing, mansai, nila, tawas dan lain sebagainya. Harga jual, rata-rata Rp15 ribu per jerat, berat 1/2 kg dengan jenis/ukuran campur-campur. Hasil penjualan bisa mencapai Rp75 ribu per trip.
Namun sejak adanya aktivitas penambangan ilegal, tiap kali jaring dipanen hasilnya selalu mengecewakan, bahkan terkadang hanya dapat empat ekor saja. Itu pun ikan kecil-kecil lantaran kondisi air sungai tiada henti keruh, bahkan berbau.
Untuk membiayai hidup sehari-hari, kini suami Wati terpaksa jadi kuli serabutan, bahkan terkadang pulang tiap seminggu sekali karena lokasi bekerjanya di luar daerah.
“Payah kini Pak. Air sungai keruh (pekat), ikan sungai jadi punah,” sesalnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Andri (37) seorang anggota komunitas mancing asal Sijunjung. Menurutnya kondisi aliran Batang Kuantan begitu buruk, hingga kestabilan ekosistem mahluk hidup di sepanjang aliran menjadi punah.
“Melihat situasinya keruh begini, jangankan ikan sungai, buaya pun tidak akan sanggup bertahan hidup di dalamnya,” ujarnya.
Diakuinya, setahun lalu pihaknya bersama teman-temannya (Pemancing Mania Sijunjung) sempat bernafas lega, aliran sungai relatif membaik, hingga hobi mancing di sejumlah titik strategis dapat tersalurkan. Berbagai jenis ikan endemik berhasil didapatkan.
Namun kini, kondisi air sungai begitu buruk, keruh. Tak hayal nyaris tak ada ikan bisa didapatkan tiap kali memancing.
Tambang Emas Ilegal Diduga Dibekingi Aparat, Batang Kuantan Jadi Sungai Mati, Geopark Silokek Terancam..?
“Keruhnya aliran sungai kembali terjadi akibat tambang emas ilegal, dan itu dilakukan para mafia secara terang-terangan. Atas fenomena ini malah pihak kepilisian diam saja,” ucapnya.
Sebagaimana diketahui, aliran sungai Batang Palangki-Batang Kuantan juga meruakan salah-satu sumberdaya alam yang memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selan itu juga terdapat ekosistem mahkuk hidup yang perlu dijaga.
Namun kondisi sekarang, sungguh terasa miris, aliran sungai yang membelah pusat ibu kabupaten Sijunjung (Nagari Muaro) berubah menjadi sungai yang menakutkan, kondisi airnya tampak keruh pekat.
Dilain sisi aliran Batang Palangki-Batang Kuantan seyogyanya merupakan salah-satu kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk pengairan, tambak atau kolam ikan. Berikut aktivitas memancing dengan ikan endemiknya berupa ikan atin, gariang, dan baung.
Serta masih banyak lagi nilai manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti budidaya keramba (ikan). Jikalau kondisi airnya masih dalam batas ambang wajar, normal tentulah aliran sungai masih membawa berkah bagi manusia.
Kapolres Sijunjung AKBP Andre Anas saat dikonfirmasi tvone.com tidak bisa dihubungi.
Sementara Kasat Reskrim AKP Rolindo Ardiansyah, kepada tvone.com mengaku sedang banyak kegiatan hingga belum bisa melayani untuk wawancara. sumber : tvone.com (bra/ebs)