Pengusaha asal Pekanbaru Dipaksa Hengkang dari Tanah Ulayat Suku Melayu Nagari Tanjung Keling Sijunjung
JURNAL SUMBAR | Sijunjung –Sabirin Datuak Monti Pangulu, Kepala Kaum Suku Melayu (Mamak Kepala Waris-red) Nagari Tanjung Keling, Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat, memaksa pengusaha asal Pekanbaru untuk segera hengkang dari tanah ulayat milik kaum sukunya.
Ia menegaskan hal itu, terkait tanah ulayatnya yang digarap oleh seorang pengusaha Pekanbaru bernama Lilik. Bahkan ia pun telah melayangkan somasi pada pengusaha tersebut.
Gertakan dari Sabirin Datuak Monti Pangulu itu tak main-main. Dalam somasi itu Sabirin mengatakan, bahwa Lilik bersama Hilmawan Saputra alias Putra, telah menggarap lahan yang merupakan tanah ulayatnya itu seluas 700 hektare, tanpa adanya perikatan jual beli. Tak ayal, sang Datuk pun naik pitam menuntut pengusaha tersebut untuk segera keluar dan angkat kaki dari tanah ulayatnya.
Ia menuding Lilik & Putra telah menggarap dan mengolah tanah ulayat kaumnya. “Mereka telah mengambil keuntungan dengan memperkaya diri sendiri, dari hasil hutan kayu milik kaum (Kaum Datuak Monti Pangulu Suku Melayu Nagari Tanjung Keling-ref) serta menjualnya kepada pihak lain,”kata Sabirin Datuk Monti Pengulu kepada Jurnalsumbar.Com, Selasa (5/12/2023) disalahsatu warung di Sijunjung.
Parahnya lagi kata Sabirin, penggarapan itu dengan mempergunakan dokumen akses SIPUHH (Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan) atas nama Sabirin.
“Sedangkan saya (Sabirin-red) tidak pernah memberi izin atau memberi kuasa kepada pihak lain untuk pengurusan penerbitan akses SIPUHH yang diterbitkan oleh Kantor KPHL Wilayah III Pekanbaru, Riau. Kami menduga saudara (Lilik & Putra) telah mempergunakan akses SIPUHH palsu,” paparnya.
Lebih lanjut dalam somasinya itu Sabirin menegaskan, bahwa Lilik & Putra ia duga telah berencana melakukan jual beli yang tidak memiliki itikad baik. Dan, akibat dari perbuatan keduanya itu, Sabirin dan kaumnya merasa sangat dirugikan.
Karena hal tersebut, merasa diiming-imingi dan menganggap kedua orang tersebut tidak memiliki itikad baik, maka Sabirin beserta perwakilan kaumnya, yang juga ikut menandatangani somasi tersebut, sepakat: Agar Lilik alat berat excavator dari lokasi tanah ulayat Kaum Datuak Monti Pangulu Nagari Tanjung Keling dan tidak lagi melakukan aktivitas penggarapan dilahan kaumnya itu.
Lalu, ia minta agar Lilik dan Putra sejak Bulan Agustus 2022 hingga 9 Oktober 2023, untuk menyelesaikan masalah debgan tenggat waktu selama satu minggu (7 hari-red) sejak tanggal surat itu.
Selain Sabirin, surat tersebut ditandatangani oleh: Simas Monti Kayo (Monti Adat), Junai Malain Kayo (Malin Adat), Bawas Sampono Bumi (Dubalang Adat) dan Sabiran (Urang Tuo).
Isi surat tersebut dibenarkan oleh Sabirin, termasuk asal-usul permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Lilik serta Putra.
“Ya, tanggal 4 Desember 2023 kemarin, Lilik sudah harus mengeluarkan alat beratnya dari lokasi. Karena, SIPUHH yang ia pakai selama ini juga sudah di non-aktifkan oleh Kantor KPHL Wilayah III Pekanbaru,” pungkas Sabirin.
“Sebelumnya dua alat beratnya sudah keluar dari lokasi. Sedangkan tiga alat beratnya lainnya tak jelas dan kemana perginya,”tambah Sabirin.
Terkait soal hutan dan lahan dibabat oknum cukung di Nagari Tanjung Kaliang, Kecamatan Kamangbaru, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, mulai terkuak.
Kepala Seksi Balai Pengelolaan Hutan Lestari (Kasi BPHL) Wilayah III Pekanbaru (Kepri-Sumbar-Riau-red), Ruslan Hamid, menegaskan, bahwa izin pemanfatan akses jalan untuk kegiatan tersebut hanya kisaran 100 hektar.
Demikian disampaikan Kepala Seksi Perencanaan Balai Pengelolaan Hutan Lestari (Kasi Perencanaan BPHL) Wilayah III Pekanbaru (Kepri-Sumbar-Riau-red), Ruslan Hamid, pada Jurnalsumbar.Com, pada Senin 12 Juni 2023 lalu via telepon selularnya 0812-7600-xxx.
“Kami hanya memberi hak akses pengangkutan kayu seluas 100 hektar. Kalau ada soal surat/dokumen palsu hingga kini belum ada laporan pada kami,”jelas Ruslan Hamid.
“Soal pemberian akses jalan tersebut, karena ada alas hak dari mereka (Sabirin-red). Kalau memang ada surat/dokemen palsu seharusnya dilayangkan ke kami, sehingga kami bisa membekukan surat hak akses tersebut,”jelas Kasi Perencanaan BPHL Wilayah III Pekanbaru (Kepri-Sumbar-Riau-red), Ruslan Hamid menegaskan.
“Kalau sudah dilaporkan ke polisi, tentu kami menunggu inkrahnya baru dibekukan. Tapi kalau surat pelaporannya disampaikan pada kami, maka kami akan membeku izin hak akses pengangkutan. Surat hak akses jalan tersebut atas nama Sabirin bukan atas nama yang lain,”papar Ruslan Hamid kala itu.
Penegasan itu disampaikan Ruslan Hamid, terkait pemberitaan mulai gerah dan bergejolaknya masyarakat, menyusul berlangsungnya aktivitas penanaman kelapa sawit seluas ratusan bahkan ribuan hektar di kawasan hutan Tanjung Kaliang, Kamangbaru.
“Areal hutan hak a.n. Sabirin seluas 100 hektare berada di Jorong Mudiak Imuak, Nagari Tanjuang Kaliang, Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat, dan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.6599/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021 tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Barat berada pada APL dan berada di luar Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB),”tulis Ruslan via Whasappnya kala itu.
Polisi Lidik Dugaan Pemalsuan Dokumen dan Tandatangan Sekdakab Sijunjung
“Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) a.n. Sabirin telah memenuhi syarat untuk memperoleh Hak Akses Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) online dan masih aktif sampai dengan saat ini. Sampai dengan saat ini, BPHL Wilayah III Pekanbaru belum menerima laporan/surat tertulis terkait adanya permasalahan ataupun pelanggaran terkait kegiatan melanggar hukum oleh Pemegang Hak Akses Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) online a.n. Sabirin,”terangnya kala itu.
“Pada prisipnya BPHL Wilayah III Pekanbaru tidak dapat mengusulkan pembekuan Hak Akses Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) online jika tidak ada pelanggaran terkait kegiatan melanggar hukum,”jelas Ruslan dalam Whatsappnya kala itu.
Selain itu, penggarapan lahan juga ditenggarai meyerobot lahan lahan milik Pemkab Sijunjung seluas 200 hektar, hingga Pemkab Sijunjung merasa dirugikan. Atas hal ini Pemkab Sijunjung dibawah koordinasi Bagian Hukum menurunkan puluhan personel Satpol PP ke lapangan untuk melakukan proses pemancangan, diikuti pemasangan patok tapal batas kala itu.
Namun, proses pemancangan tidak berhasil dilakukan, karena petugas dihadang sekelompok warga yang mengatasnamakan diri sebagai pihak pemilik lahan. Alhasil, proses pemasangan berujung batal ketika itu.
Informasi yang dihimpun kontributor Jurnalsumbar.Com, konflik tersebut muncul diduga akibat adanya indikasi pelanggaran beberapa item perjanjian/ kesepakatan oleh pemodal pada masyarakat. Khususnya bagi anak kemenakan kaum Suku Melayu Tangah selaku pihak pemilik lahan. Seperti pembayaran uang ganti rugi, diklaim tidak sampai ke bawah. Serta tidak adanya koordinasi dalam menentukan batas kawasan, hingga pembukaan lahan dianggap berlangsung secara brutal.
Bukti kepemilikan lahan ulayat milik tanah ulayat Kaum Datuak Monti Pangulu itu juga tertuang dalam sejumlah dokumen yang sah. “Mereka harus mengembalikan hak kami termasuk mereka mengganti tanam-tanaman yang telah mereka garap (kayu-red) selama mereka melakukan aktifitas, san lagi pula SIPUHH-nya juga telah dibekukan,”ucap Sabirin.
Ia juga menambahkan, ada sejumlah cucu kamanakannya yang bekerja dengan Lilik itupun diduga tak dibayar. “Hingga kini banyak cucu kamanakan kami dipekerjakan tanpa dibayar,”paparnya.
Tak hanya itu, tambah Sabirin, ada beberapa hektare tanah-tanah itu juga telah dijual oknum pengusaha itu pada warga.
Bukan masalah itu saja, Sabirin Datuk Monti Pengulu juga akan menggugat oknum yang telah menudingnya memalsukan tandatangan sekda. “Saya saja tidak tahu, saya akan tuntut balik oknum yang telah melaporkan saya atas pencemaran nama baik,”tegasnya tanpa menyebut siapa oknum dimaksud.*/tim