JURNAL SUMBAR | Padang – Banjir bandang di beberapa wilayah di Sumbar memantik rasa kemanusiaan tokoh-tokoh publik di Sumbar. Mereka berusaha untuk mencarikan bantuan bagi korban bencana dengan cara mereka sendiri. Akan tetapi, perbuatan baik mereka tersebut mendapatkan tanggapan negatif di media sosial, seperti yang dapat dibaca di unggahan tentang pemberitaan bantuan tersebut di akun-akun tentang publik di Instagram. Hal tersebut dilakukan oleh simpatisan dan buzer tokoh politik tertentu yang tidak suka terhadap tokoh-tokoh yang memberikan bantuan tersebut, yang berpotensi maju sebagai calon gubernur pada Pilkada Sumbar 2024.
Dua di antara tokoh yang berusaha untuk membantu korban bencana alam tersebut ialah Andre Rosiade (Anggota DPR) dan Epyardi Asda (Bupati Solok). Andre menyebut bahwa Partai Gerindra memberikan bantuan 500 paket sembako untuk korban banjir bandang di Kabupaten Sijunjung. Selain itu, Andre menemui Direktur III Hutama Karya untuk meminta bantuan dalam menangani bencana di Sumbar. Hutama Karya merespons permintaan tersebut dengan mengirimkan alat berat dan dump truck untuk membantu proses evakuasi dan penanganan tanggap darurat. Sementara itu, Epyardi Asda berjanji akan membangun kembali rumah korban banjir bandang di Kabupaten Agam. Pembangunan tersebut akan dilakukan melalui program bedah rumah dari pemerintah pusat. Pada tahun ini Kabupaten Solok mendapatkan bantuan 2.000 bedah rumah dari pemerintah pusat. Epyardi akan mengambil sebagian jatah bedah rumah itu untuk korban bencana di Agam. Pada kunjungan ke lokasi bencana tersebut Epyardi juga membawa satu unit ekskavator untuk proses evakuasi dalam mencari korban banjir bandang yang belum ditemukan.
Andre dan Epyardi bukan kali ini saja memberikan bantuan kepada korban bencana alam di Sumbar. Andre sering diberitakan membantu korban bencana alam. Ia juga sering membantu orang yang bukan korban bencana alam. Begitu juga dengan Epyardi. Ketika banjir bandang dan longsor menerjang Pesisir Selatan pada Mei yang lalu, Epyardi menyalurkan bantuan dari Pemkab Solok dan dari kantong pribadinya berupa zakat mal. Ia juga turun ke lokasi bencana untuk menenangkan korban bencana dan menyarahkan langsung bantuan. Jadi, bukan pada banjir bandang kali ini saja ia mengunjungi lokasi dan korban bencana.
Dalam kondisi bencana seperti ini tidak seharusnya pemberi bantuan dituduh melakukan pencitraan karena akan maju sebagai calon kepala daerah. Dalam situasi seperti ini kita seharusnya fokus kepada korban yang membutuhkan bantuan, bukan kepada siapa yang memberikan bantuan, apalagi mencemooh pemberi bantuan. Masa orang yang memberikan bantuan dicemoooh. Hanya iblis yang mencemooh orang yang membantu sesama yang membutuhkan bantuan.
Memang tidak ada bukti bahwa orang-orang yang mencemooh Andre dan Epyardi itu simpatisan dan buzer PKS dan Mahyeldi. Akan tetapi, mereka hanya mencemooh Andre dan Epyardi, tetapi tidak mencemooh Mahyeldi yang turun ke lokasi bencana untuk meninjau keadaan. Kalau orang mau mencemooh Mahyeldi, bisa saja ia menyebut bahwa yang dibutuhkan korban bencana bukanlah kehadiran fisik Mahyeldi, tetapi kebijakan dan bantuannya sebagai Gubernur Sumbar untuk melakukan kegiatan pascabencana secara cepat. Namun, kita paham bahwa dalam kondisi bencana, tidak sepatutnya orang berkomentar seperti itu, apalagi mencurigai bahwa turunnya Mahyeldi ke lokasi bencana sebagai pencitraan sebagai bakal calon gubernur pada Pilkada Sumbar 2024.
Dalam situasi bencana seperti ini sudah seharusnya otak dan hati dibersihkan dari lumpur politik praktis. Apa yang salah dari membantu orang? Apakah Andre Rosiade dan Epyardi Asda salah membantu korban bencana? Tentu tidak. Akan tetapi, bagi simpatisan dan buzer bakal calon gubernur tertentu, aksi kemanusiaan yang dilakukan oleh Andre dan Epyardi, yang berpotensi menjadi saingan tuannya pada Pilkada Sumbar 2024, dengan membantu korban bencana atas dasar kemanusiaan pun dianggap masalah. (HA)