Pilkada Pesisir Selatan Mati Gaya

Oleh: Ferry Taliwang

Menjelang pendaftaran bakal calon (balon) kepala daerah ke KPU pada Agustus nanti, baliho-baliho balon Bupati Pesisir Selatan (Pessel) terpampang di jalan-jalan. Banyaknya balon kepala daerah tersebut memang menyiratkan bahwa Pilkada Pessel menarik antusiasme masyarakat, terutama politikus yang ingin mengabdi ke kampung halaman mereka. Meskipun begitu, Pilkada Pessel tetaplah pilkada mati gaya.

Mengapa saya sebut Pilkada Pessel mati gaya? Jawabannya ialah bahwa Pilkada Pessel kali ini hanya menjadi pertarungan antara Rusma Yul Anwar, balon Bupati yang merupakan petahana, dan Hendrajoni, mantan Bupati Pessel. Kedua tokoh tersebut dikenal berseteru sejak Pilkada 2020. Perseteruan mereka bahkan telah terjadi sejak kasus dugaan pembabatan hutan mangrove pada 2019.

Pilkada Pessel kali ini hanya mengulang pertarungan head to head antara Rusma Yul Anwar dan Hendrajoni. Pada Pilkada 2020, Rusma Yul Anwar menang telak melawan Hendrajoni dengan perolehan suaro 57,2 persen (Rusma Yul Anwar) dan 38,2 persen (Hendrajoni).

Bagaimana dengan politikus-politikus lain yang baliho-baliho mereka sudah menjamur di mana-mana? Saya melihat mereka hanya berharap menjadi wakil Rusma Yul Anwar atau Hendrajoni. Mereka maju pada pilkada kali ini bukan atas motivasi ideologis sebagai tokoh masyarakat dan politikus yang memperjuangkan kehidupan masyarakat, melainkan mencari panggung dengan menumpang biduk ke hilir.

Epi

Hal itu memang kecurigaan saya karena saya melihat tak ada di antara politikus-politikus itu yang ingin menjadi calon bupati. Dengan menjadi calon wakil bupati, mereka hanya menjadikan Pilkada Pessel 2024 sebagai batu loncatan untuk menjadi calon bupati pada pilkada selanjutnya. Oleh karena itu, saya berani mengatakan bahwa mereka bukan politikus pemberani.

Saya akan salut kepada politikus-politikus tersebut, yang rata-rata merupakan anak muda, jika mau menjadi calon bupati untuk menantang politikus-politikus tua, seperti Rusma Yul Anwar dan Hendrajoni. Bagi saya, anak muda bukanlah ban serap bagi politikus tua. Anak muda punya idealisme sendiri dan pandangan sendiri terhadap politik. Anak muda tidak harus dan tidak perlu menjadi pengekor politikus tua.

Sekali lagi, Pilkada Pessel kali ini merupakan pilkada mati gaya karena tidak “menyediakan” ruang yang leluasa bagi politikus muda untuk memimpin daerahnya. Seperti yang saya katakan tadi, Pilkada Pessel kali ini hanyalah ajang pertarungan balas dendam antara Rusma Yul Anwar dan Hendrajoni. Para politikus muda hanya berharap menjadi wakil salah satu di antara mereka. Maka, saya katakan kepada mereka, silakan maju sekarang. Saya lagi mager. Sampai jumpa pada Pilkada Pessel 2029.

Penulis adalah Politikus Muda Pessel.

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.