JURNAL SUMBAR — Manusia dengan segala aktivitas dan keterbatasannya, senantiasa kita atau orang lain berbuat kesalahan, yang membuat ketidaknyamanan pada sesama. Bisa saja kesalahan tersebut karena perbedaan pendapat atau pandangan, atau dalam berinteraksi sosial kadang tercetus senda gurau yang menyinggung satu sama lain.
Hal itu adalah sifat fitrah manusia. Manusia tak akan luput dari salah dan khilaf. Yang disengaja maupun tidak. Yang besar maupun yang kecil. Dan atas sifat manusia itu, kita harus berusaha untuk melakukan introspeksi diri setiap waktu, agar kesalahan tersebut tidak terulang lagi, dan juga kita harus berusaha melatih diri kita sendiri, untuk memahami dan memaafkan kesalahan orang lain.
Faidah keutamaan sifat pemaaf bagi seorang mukmin disebutkan dalam sebuah hadits
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ يُنَادِي مُنَادٍ فَيَقُولُ : أَيْنَ الْعَافُونَ عَنِ النَّاسِ ؟ هَلُمُّوا إِلَى رَبِّكُمْ خُذُوا أُجُورَكُمْ ، وَحَقَّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ إِذَا عَفَا أَنْ يُدْخِلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ
“Jika hari kiamat tiba, terdengarlah suara panggilan, “Manakah orang-orang yang dahulu (di dunia) memaafkan kesalahan sesama manusia? Datanglah kalian kepada TuhanMu dan terimalah pahala-pahalamu. Dan menjadi hak setiap muslim jika ia memaafkan kesalahan orang lain untuk masuk surga.” (H.R; Adh Dhahak dari Ibnu Abbas).
Berkaca dari hadits tersebut, maka kata maaf bukan hanya dibutuhkan oleh orang yang berbuat salah, tetapi lebih jauh lagi, sifat pemaaf sangat menguntungkan di akhirat nanti bagi sesiapa yang mudah memaafkan kesalahan orang lain.
Bagaimana mungkin kita berkeras hati untuk tidak memaafkan kesalahan orang, padahal kita nanti akan bersedia berlutut dan menyembah Allah, agar Allah mau memaafkan kesalahan kita. Apakah kita ingin, Allah tak memaafkan dan mengampuni kesalahan kita. Jika ingin, maka mulailah kita melatih memberi maaf kepada orang lain, karena begitu pulalah orang tersebut sangat berharap maaf dari kita.
Allah berfirman dalam Al Qur’an surah An Nuur ayat 22
وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Allah yang Maha Mengetahui semua kesalahan kita pun adalah Yang Maha Mengampuni, Allah tahu apa yang ada dalam relung hati kita saat berbuat kesalahan, tetap mau memberi maafNya. Sedangkan kita tak mengetahui relung hati orang lain saat berbuat salah atau membuat tersinggung kepada kita. Mungkin saja, kesalahan tersebut tanpa kesengajaannya atau bukan kesalahan, hanya kesalahpahaman. Sungguh manusia memiliki pengetahuan dan pemahaman yang sangat terbatas atas setiap kejadian dalam hidupnya.
Dengan kita ringan memberi maaf, jiwa jasmani ruhani kita tetap sehat, menjaga aura positif dalam setiap aktivitas keseharian kita. agar kita tidak terbebani dengan hal yang tidak fana. Langkah-langkah produktivitas kita akan sangat ringan, nyaman, jika kita mudah memaafkan.
Di sisi lain, pada diri pribadi kita, harus menguatkan diri sendiri agar selalu berbuat sesuai dengan ketentuan yang ada. Jika bergaul dengan sesama, kita harus belajar dan pintar-pintar menjaga perasaan rekan atau keluarga kita. Dalam pekerjaan dan tatanan formal bermasyarakat, kita juga harus taat pada peraturan yang berlaku. Hal ini penting agar kita tidak berada dalam posisi “orang yang meminta maaf”. Karena ini kaitannya pertama adalah hablum minannas, di mana pemberian maaf dari seseorang yang kita singgung, itu adalah hal penting di hadapan Allah. Kedua, setiap tatanan bermasyarakat ada aturan legal formal, yang harus kita patuhi dikarenakan adanya hukuman yang tersemat jika dilanggar. Ini beda konteks dengan sifat maaf tadi, karena tujuannya mendisiplinkan manusia, dan tidak semena-mena dalam melanggar peraturan yang ada.
Sebagai penutup, saya sampaikan Firman Allah tentang keutamaan menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ. الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Q.S. Ali Imran: 134)
Wallahu a’lam bishshawaab
============================== =======
Materi ceramah ini bisa disimak di Youtube link:
Lebih lengkap dengan ceramah saya, bisa disimak di Youtube Channel saya :