Darurat Berita Hoaxs, PWI Pusat: Pers Indonesia Bertanggungjawab Berikan Informasi Berdasarkan Kebenaran Faktual

658
Seminar nasional jurnalistik Pra HPN 2018 di Alahan Panjang Solok, Sumbar, Jumat (3/11). poto: Ist.

JURNAL SUMBAR | Solok – Indonesia tengah berada dalam kondisi darurat berita hoax atau berita yang tidak terjamin kebenarannya. Fenomena ini mengiringi interaksi masyarakat Indonesia di dunia maya yang semakin hari semakin tinggi.

Hal itu antara lain disampaikan Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informasi, Gun Gun Siswadi, ketika berbicara di Seminar Nasional bertema “Pers Sebagai Alat Pemersatu Bangsa” di Alahan Panjang Resort, Kabupaten Solok, Sumatera Sumatera Barat, Jum’at (3/11). Seminar ini diselenggarakan sebagai kegiatan menuju HPN 2018 yang akan dipusatkan di Padang, Sumatera Barat, bulan Februari 2018 mendatang.

“Data terakhir yang kami miliki memperlihatkan bahwa penguna internet di Indonesia sebanyak 132,7 juta, dengan 129,2 juta diantaranya adalah pengguna media sosial pada level aktif,” ujar Gun Gun.

Dari sekian banyak informasi yang berkembang di dunia maya, tidak sedikit yang merupakan informasi yang pantas untuk diragukan kebenarannya. Namun, karena tidak memiliki kemampuan menyaring berita bohong, tak jarang masyarakat menerima begitu saja dan bahkan ikut menyebarkan kabar bohong.

Seminar yang dilaksanakan oleh Biro Humas Setda Sumbar ini dihadiri oleh Kepala Humas Provinsi se-Indonesia, Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) Sumbar dan insan pers di Sumbar.

Penjelasan Gun Gun diamini Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Margiono. Menurut Margiono yang juga Ketua Panitia Pusat HPN 2018, masyarakat Indonesia tengah berada pada era di mana kebenaran dan kebohongan semakin sulit dibedakan.

Ia mengatakan, diperlukan proses yang tidak singkat untuk menemukan kebenaran dari sebuah peristiwa. Misalnya, saat terjadi peristiwa pembunuhan, polisi menetapkan seseorang sebagai tersangka. Walaupun ada yang telah ditetapkan sebagai tersangka, namun proses pencarian kebenaran atas peristiwa pembunuhan itu belum selesai. Masih dibutuhkan proses pengadilan untuk memastikan kebenaran fakta pembunuhan yang terjadi.

Pengadilan pun, sambung Margiono, tidak begitu saja bisa memutuskan fakta dalam kasus pembunuhan, karena membutuhkan keterangan-keterangan tambahan dari saksi dan ahli-ahli yang memahami peristiwa tersebut dalam pendalaman kasus.

Margiono berharap masyarakat memiliki kemauan untuk merunut sebuah informasi demi menemukan kebenaran faktual sebuah peristiwa. Pers, di saat yang bersamaan juga bertanggung jawab untuk memberikan informasi yang memang berdasar pada kebenaran faktual. rilis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here