Sosok Budi Waseso dan Susno Duadji. Dulu saat masih Kombes, Budi Waseso berani kunci Jenderal Bintang 3 di toilet dan bikin repot KPK.
JURNAL SUMBAR | Jakarta – Masih ingat sosok Kombes (kini Komjen Pol) dulunya bikin heboh lantaran berani tangkap Jenderal Bintang 3?
Dialah Budi Waseso (Buwas) yang saat itu berpangkat Kombes.
Buwas jadi perbincangan lantaraan saat itu dia mengunci sang Jenderal Bintang 3 di toilet bandara agar tak kabur.
Adapun sosok yang dikunci di toilet yakni Susno Duadji mantan Kepala Bareskrim (Kabareskrim Polri) era Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri.
Tak hanya itu, Budi Waseso juga pernah bikin repot Ketua KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
Berikut kisah lengkapnya!
Ya, salah satu kisah yang pernah heboh diulas, saat Buwas dengan pangkat Kombes berani menangkap Jenderal Bintang 3 saat itu, Komjen Susno Duadji.
• Dulu Jenderal Garang Berani Bicara Soal KPK vs Polri, Kehidupan Susno Duadji Kini Beda Banget
Peristiwanya pada tahun 2010 saat Buwas menjabat sebagai Kapus Paminal Div Propam Polri.
Sementara Susno Duadji statusnya Kabareskrim Polri nonaktif.
Saat itu, Buwas, sapaan akrabnya, masih menjabat sebagai perwira 3 bunga melati.
Budi Waseso menangkap Komjen Susno Duadji di toilet Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta.
Baca juga: Dulu Jenderal Idham Azis Copot 5 Jenderal Terlibat Kasus, Kondisinya Kini saat Pensiun Jadi Kapolri
Ia menyampaikan langsung kepada media.
Budi Waseso mendapat perintah untuk menangkap Komjen Susno Duadji yang akan ke Singapura.
Budi Waseso langsung berangkat ke bandara bersama tim Propam.
Ia langsung meminta Komjen Susno Duadji tak meninggalkan Indonesia.
Kepada Komjen Susno, Budi Waseso mengatakan jika dia mendapat perintah untuk menangkap dan membawanya menghadap Kapolri.
Komjen Susno mengelak, dia mengatakan jika kehadirannya di bandara hanya untuk sekedar jalan-jalan.
Budi Waseso lantas menunjukkan dua tiket serta paspor Komjen Susno yang berisi keterangan untuk keberangkatannya ke Singapura.
Di tengah proses negosiasi itu, Komjen Susno meradang.
Kepada Budi Waseso, dia meminta ditunjukan surat penangkapan.
“Saya jawab ke beliau. Lisan saja sudah surat perintah bagi saya,” ujar Budi Waseso menirukan proses penangkapan saat itu.
Komjen Susno kembali menggertak Budi Waseso.
Komjen Susno menggertak Budi Waseso lantaran saat itu peluangnya menjadi Kepala Polri begitu besar.
“Besok bapak jadi Kapolri, mau pecat saya, saya siap” sahut Budi Waseso.
Di tengah ketegangan antara Komjen Susno dan Budi Waseso, seorang perwira polisi lainnya langsung menarik tangannya.
Setelah melalui negosiasi panjang, Komjen Susno berhasil ditangkap saat masuk ke dalam toilet.
Di luar pintu, Budi Waseso menunggu sambil mengunci pintu toilet hingga pesawat yang akan membawa Komjen Susno ke Singapura lepas landas.
“Tapi habis itu saya dimarahi sama pati-pati polri, barisan bintang marah semua karena itu namanya pelecehan. Saya bilang ini perintah kalau perintah saya laksanakan apapun resikonya, ” tutur Budi Waseso.
“Sebagai prajurit itu harus taat dan tunduk pada pimpinan. Pegang teguh, yang tanggung jawabkan pimpinan. Saya begitu orangnya. Makanya kalau pimpinan bilang tindaklanjuti itu saya tindak. Level saya bukan level yang ece-ece, bukan yang kecil-kecil. Harus yang beresiko,” ujarnya.
Bikin Repot Ketua KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto
Cerita lain tentang keberanian Budi Waseso saat membikin repot KPK di tahun 2015.
Saat itu Budi Waseso menjabat Kabarekrim dengan pangkat jenderal bintang tiga.
Awalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi membuat sejarah pada awal tahun 2015.
Pertama, KPK menetapkan Kepala Lembaga Pendidikan Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka rekening gendut pada 12 Januari 2015.
Tercatat sebagai sejarah lantaran itu pertama kalinya KPK menetapkan jenderal bintang tiga Polri sebagai tersangka.
Sebelumnya, KPK baru berhasil menetapkan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka pengadaan Simulator Surat Izin Mengemudi (SIM).
Lebih wah lagi, penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka saat nama Budi dinyatakan Presiden Joko Widodo sebagai calon tunggal Kapolri.
Sial bagi Budi, KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka sehari sebelum dia menguikuti uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di DPR RI.
Langkah ‘kontroversial’ KPK itu pun menuai badai dan memuncullkan Cicak vs Buaya jilid II.
Alih-alih menyeret Budi ke meja pengadilan, lembaga antirasuah itu bahkan sama sekali tak pernah berhasil menghadirkan Budi ke meja pemeriksaan penyidik KPK. Sejumlah pegawai KPK pun mengaku mendapat teror.
Kesialan KPK tidak berhenti.
Budi mengajukan gugatan praperadilan penetapannya sebagai tersangka di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan bekas Kapolda Bali itu dimenangkan hakim tunggal Sarpin Rizaldi.
Padahal, saat itu, hukum di Indonesia tidak mengenal objek gugatan penetapan tersangka pada sidang praperadilan.
Gugatan tersebut dikabulkan lantaran Sarpin menilai menilai Budi saat ditetapkan sebagai tersangka bukanlah penyelenggara negara.
Pasalnya bekas ajudan Megawati Sekarnoputri itu ditetapkan sebagai tersangka saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia Mabes Polri.
Putusan tersebut merupakan pukulan telak bagi KPK.
Itu adalah kali pertama selama satu dekade KPK berdiri penetapan tersangkanya dianulir pengadilan.
Lebih berat lagi, KPK tidak diberi izin mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Untuk mengakalinya, KPK kemudian melimpahkan kasus tersebut ke Kejaksaan Agung dengan dalih koordinasi supervisi.
Prasetyo mengatakan tidak ada jalan lain yang bisa ditempuh selain pelimpahan kasus lantaran putusan pengadilan sifatnya final dan mengikat.
Selanjutnya, lanjut dia, pihaknya akan melakukan kajian terhadap pelimpahan kasus tersebut.
Penetapan Budi Gunawan sendiri menimbulkan efek luar biasa terhadap KPK.
Pada 23 Januari 2015, aparat Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
Bambang ditangkap saat hari masih pagi sekitar pukul 07.30 WIB di Depok.
Bambang ditangkap hanya mengenakan sarung karena sedang mengantarkan anaknya, Izzad Nabilla, ke sekolah. Saat melaju, mobil Bambang diminta menepi oleh Kapolsek Sukmajaya Kompol Agus Widodo.
Di situ, anggota Bareskrim AKBP Denny mengeluarkan dua surat yakni penangkapan dan penggeledahan.
Tidak disebutkan sebab Bambang ditangkap. Penangkapan tersebut melibatkan aparat polisi bersenjata laras panjang.
Walau membantah menangkap Bambang, Polri akhirnya memberikan status tersangka kepada Bambang terkait mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu saat sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kota Waringin Barat di Mahkamah Konstitusi tahun 2010.
Kasus yang menimpa Ketua KPK Abraham Samad tidak kalah menghebohkan.
Dua hari setelah Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka, foto mesra diduga Samad dengan pemenang kontes Putri Indonesia 2014 Elvira Devinamira beredar di dunia maya.
Foto-foto tersebut diduga banyak pihak sebagai counter isu sang calon Kapolri yang ditetapkan sebagai tersangka.
Samad kemudian harus menerima menjadi seorang tersangka pada 17 Februari 2015.
Dia jadi tersangka pemalsuan dokumen administrasi kependudukan yang dilaporkan Feriyani Lim di Polda Sulselbar.
Tidak hanya itu, Samad juga ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang dalam pertemuan dengan petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada saat Pilpres pertengahan 2014.
Sehari setelahnya, Presiden Joko Widodo kemudian memberhentikan sementara Abraham Samad dan Bambang Widjojanto terkait status tersangka yang disandang keduanya.
Keduanya pun tak pernah kembali ke KPK sebagai pimpinan aktif sampai masa tugas mereka berakhir pada 16 Desember 2015.
Kabar Terkini Budi Waseso
Budi Waseso menjabat sebagai Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog).
Dikutip Tribunnews.com, purnawirawan perwira tinggi Polri itu ditunjuk sebagai Dirut Bulog pada 27 April 2018.
Sebelumnya, Budi Waseso pernah menjabat sebagai Kabareskrim selama tujuh bulan.
Pada Maret 2021 lalu, Budi Waseso menjadi sorotan setelah mengungkapkan rencana pemerintah untuk mengimpor beras.
Klaim pemerintah, impor terpaksa dilakukan untuk menjaga stok beras nasional.
Perintah impor beras ini datang dari Mendag Muhammad Lutfi dan Menko Perekonomian Airlangga Hartanto.
Ide untuk mengimpor beras tersebut lantas menuai kritik dari berbagai kalangan.
Budi Waseso mengatakan, isu mengenai keputusan pemerintah untuk impor beras sebanyak 1 juta ton mulai memberi tekanan terhadap harga gabah petani.
Sebab, hal itu diketahui saat memasuki masa panen raya pertama tahun ini yang berlangsung sepanjang Maret-April 2021.
“Ini ada panen, berarti ada benturan produksi dalam negeri dengan impor.”
“Ini baru diumumkan saja sekarang dampaknya di lapangan harga di petani sudah drop,” ujar dia.
Budi Waseso juga menyebutkan, impor beras bakal jadi beban buat Perum Bulog.
Sebab, Bulog masih menyimpan stok beras sisa impor lalu, bahkan kini kualitasnya semakin mengkhawatirkan karena lama menumpuk di gudang.
Buwas Tak Ingin RI Terus Impor Beras
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, kedepannya Indonesia tidak lagi akan mengimpor kebutuhan pangan. Alasannya, di Indonesia bisa mencukupi kebutuhan pangan dari penyerapan para petani.
Lain halnya impor diputuskan oleh pemerintah lantaran adanya kondisi terdesak. Budi Waseso mencontohkan adanya kebutuhan pangan karena kondisi bencana alam.
“Next, tidak lagi kedepan bicara impor, harusnya impor pangan itu alergi. Karena apa? Negara agraris kok impor. Kecuali bencana alam, seperti sekarang ada El Nino, itu di luar dugaan kita,” kata dia dalam konferensi pers Kecukupan Stok Beras Nasional Jelang Tahun Baru, di Jakarta, Selasa (28/12/2021).
“Apa boleh buat, kalau harus impor ya impor. Tetapi impor sesuai dengan kebutuhan. Bukan impor kerugian jadi perdagangan,” sambung Buwas akrab disapa.
Selain itu, mantan Purnawirawan Polri ini juga belum mendapatkan arahan untuk mengambil kebijakan impor untuk kebutuhan tahun 2022 mendatang.
“Kalau ke depan, penugasan kita mau impor atau tidak sampai hari ini enggak ada. Impor apapun, Bulog tidak ada penugasan sampai hari ini untuk tahun depan. Termasuk tadi jagung,” ucapnya.
Sampai dengan penghujung tahun 2021, Perum Bulog konsisten melaksanakan tugasnya mengamankan harga gabah beras di tingkat petani dengan menyerap beras petani yang mencapai angka 1,2 juta ton.
Dengan demikian, untuk tahun ini, pemerintah dipastikan tidak impor beras untuk kebutuhan cadangan beras pemerintah (CBP).
Buwas sebelumnya menyebutkan, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa prakiraan produksi beras nasional pada triwulan I 2022 sebesar 11,61 juta ton.
Maka dari itu, Bulog akan kembali menyerap produksi tersebut untuk menjaga stabilitas harga di tingkat petani sehingga masyarakat tidak perlu resah terkait kecukupan stok beras dalam negeri.
Biodata dan Rekam Jejak Budi Waseso
Berikut profil Budi Waseso, Dirut Bulog yang mengungkapkan perintah dua menteri Jokowi untuk impor beras sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Biodata Budi Waseso
Budi Waseso lahir di Pati pada 19 Februari 1960 atau kini berumur 61 tahun.
Budi Waseso merupakan purnawirawan perwira tinggi Polri dengan pangkat terakhir sebagai Komjen.
Budi tercatat lulus dari Akademi Kepolisian pada 1984 dan berpengalaman dalam bidang reserse.
Sepuluh tahun kemudian, ia menyelesaikan pendidikan SELAPA pada 1994 lalu SESPIM POLRI pada 2000, dan SESPIMTI POLRI pada 2008.
Budi Wasesa merupakan menantu mantan Kapolda Bali dan Kapolda Jatim Letnan Jenderal Polisi (Purn.) Pamudji yang terakhir menjabat Deputi Kapolri tahun 1980-an (setara Wakapolri).
2. Perjalanan Karier Budi Waseso
Lulus dari Akpol, Budi Waseso mengawali karier di dunia kepolisian sebagai Kepala Polisi Resort Barito Utara di Kalimantan Tengah.
Namun karier Budi Waseso mulai menanjak pada 2007 saat ditugaskan sebagai Kaden Opsnal II Puspaminal Div Propam Polri.
Kemudian pada 2008, ia menjadi Kabid Propam Polda Jateng dan setahun kemudian menjadi Kabid Litpers Pusprovos Div Propam Polri.
Pada 2010, Budi Waseso menjabat sebagai Kepala Pusat Pengamanan Internal Mabes Polri (Kapus Paminal Div Propam Polri).
Saat itu, Budi Waseso mencegat Susno Duadji, mantan Kepala Bareskrim Susno Duadji era Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri yang hendak terbang ke Singapura.
Susno Duadji dinilai melanggar aturan karena pergi tanpa izin dari pimpinan Polri.
Selain itu, Budi Waseso juga pernah memulangkan anggota Brimob Polda Gorontalo, Briptu Norman Kamaru pada 2011.
Norman diketahui melakukan syuting tanpa seizin atasan.
Pada 2012, karier Budi Waseso semakin menanjak setelah dimutasi sebagai Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo.
Berturut-turut, Budi Waseso menjabat sebagai Widyaiswara Utama Sespim Lemdiklat Polri (2013); Kasespim Lemdiklat Polri (2014).
Pada 19 Januari 2015, Budi Waseso yang masih berpangkat irjen dilantik menjadi Kepala Bareskrim menggantikan Komjen Suhardi Alius yang dimutasi ke Lemhanas.
Namun, ia hanya tujuh bulan menjabat sebagai Kabareskrim sebelum akhirnya dicopot dan digeser menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).
Pensiun dari polisi, Budi Waseso ditunjuk Menteri BUMN saat itu, Rini Soemarno untuk menjadi Dirut Bulog.
Jabatan lain yang saat ini diemban Budi Waseso adalah Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka ke-8 periode 2018-2023.
3. Harta Kekayaan Budi Waseso
Dari penelusuran Tribunnews.com di situs LHKPN milik KPK, tak tercatat harta kekayaan Budi Waseso.
Artinya, sejak menjabat sebagai Dirut Bulog, Budi Waseso belum pernah melaporkan harta kekayaannya sama sekali.
Bahkan saat menjabat sebagai Kabareskrim, Budi Waseso belum memenuhi kewajibannya mengisi LHKPN.
Ia mengaku sulit mengisi laporan tersebut.
Menurut dia, pengisian LHKPN perlu dilakukan secara hati-hati agar rincian laporan kekayaan dapat terhitung dengan baik.
“Tidak mudah, begitu sulitnya mengisi itu. Semua itu harus jujur, kalau tidak, itu namanya pembohongan publik,” ujar Budi saat itu pada 2015, dikutip dari Kompas.com.
Menurut penelusuran SURYA.co.id, kekayaan Budi Waseso ternyata sempat jadi perbincangan publik pada tahun 2015, saat ia menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).
Saat itu, Budi Waseso tak jua menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga akhir menjabat Kepala Bareskrim Polri.
Seperti dilansir dari Tribunnews dalam artikel ‘Komjen Buwas Bingung Taksir Harta Kekayaannya’
Alasannya, ia bingung menaksir harga atau besaran rupiah untuk harta kekayaan dalam bentuk barang yang dimilikinya.
“Seperti senjata berburu dan senjata api saya, siapa yang bisa menaksirkan harganya sekarang, kan ada pajaknya segala.
Lalu, mobil Jeep tua saya, saya nggak tahu berapa taksiran harganya sekarang.
Saya nggak punya bisnis sampingan, istri juga cuma ibu rumah tangga,” kata Buwas saat berbincang dengan Tribun.
“Jadi, nggak mudah langsung isi formulirnya. Dan sebenarnya saya sudah ngisi beberapa bagian formulir itu dan sudah dibantu juga ngisinya.
Tapi, ada beberapa pertanyaan di formulir soal nilai barang yang saya nggak tahu harganya,” katanya.
Menurut Buwas, harta kekayaannya berupa beberapa pucuk senjata berburu, dua pucuk senjata api, beberapa mobil Jeep tua, Vespa tua.
“Saya nggak punya tanah pribadi, yang ada tanah dari warisan mertua di Bogor, nggak banyak.
Memang sampai sekarang saya juga nggak punya rumah pribadi. Ada juga tanah kuburan saya sudah beli,” ujarnya.
Buwas berjanji tak lama menjabat sebagai Kepala BNN akan menyelesai pengisian formulir LKHPN-nya sehingga bisa segera diserahkan ke KPK.
“Kalau nanti sudah selesai semua (persoalan administrasi di BNN), saya akan serahkan formulirnya.
Yah, memang jangan sampai nanti ada masalah,” ucap suami dari Budi Ratnasetiawati (49 th) dan ayah tiga anak itu.
Melansir dari Antara, Jusuf Kalla mengaku mengetahui harta Budi Waseso saat menjabat sebagai Kabareskrim Polri.
Jusuf Kalla menyebut kekayaan Budi Waseso tidak banyak sehingga bukan masalah jika Budi tidak melaporkan hartanya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Dia sudah pernah melaporkan, dia pernah ke KPK.
Memang saya tahu beliau itu hartanya tidak banyak, karena (dia) sangat sederhana sekali,” kata Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Jumat (29/5/2015).
Riwayat Jabatan
2007: Kaden Opsnal II Puspaminal Div Propam Polri
2008: Kabid Propam Polda Jateng
2009: Kabid Litpers Pusprovos Div Propam Polri
2010: Kapus Paminal Div Propam Polri
2012: Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo
2013: Widyaiswara Utama Sespim Lemdiklat Polri
2014: Kasespim Lemdiklat Polri
2015: Kepala Badan Reserse Kriminal Polri
2015: Kepala Badan Narkotika Nasional
2018: Pati Yanma Polri
Selain menjabat Direktur Utama Bulog, Buwas juga menjadi Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
Selama berkarir, Buwas mendapat sejumlah tanda jasa.
Berikut di antaranya:
– Bintang Bhayangkara Pratama
– Bintang Bhayangkara Nararya
– SL. Pengabdian XXIV
– SL. Pengabdian XVI
– SL. Pengabdian VIII
– SL. Jana Utama
– SL. Dwidya Sistha
– SL. Santi Dharma
– SL. Dharma Nusa
– SL. GOM IX. (*)
dari berbagai sumber/TRIBUN-TIMUR.COM