JURNAL SUMBAR | Pesisir Selatan – Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) tidak memiliki power atau kekuatan penuh untuk dapat menetapkan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit secara sepihak.
Pemerintah daerah hanya bisa mendorong agar harga kelapa sawit tersebut dapat dibeli dengan harga yang wajar oleh pihak perusahaan.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Pertanian Pesisir Selatan, Mardianto, terkait tekanan harga sawit tersebut pada umumnya dialami oleh pekebun swadaya.
Hal ini dikerenakan para petani belum bermitra dengan pihak pabrik pengolahan kelapa sawit. Sehingga, cendrung dalam proses penetapan harga dilakukan secara sepihak oleh pihak perusahaan.
“Sebenarnya dalam hal kewenangan pemerintah daerah dalam hal penetapan harga sawit, itu berada dalam kewenangan pemerintah provinsi yaitu Gubernur, sesuai dengan Permentan Nomor 1 tahun 2018. Pak gubernur juga telah menurunkan Pergub Nomor 28 tahun 2020 terkait penetapan harga sawit pemerintah,” katanya, Selasa (27/9/2022) di Painan.
“Nah, pemerintah dalam hal ini adalah sebagai user dari regulasi yang ditetapkan. Artinya pemerintah kabupaten tidak bisa melakukan intervensi langsung untuk menetapkan harga sawit swadaya, karena regulasi belum ada yang mengatur langsung,” katanya lagi.
Mardianto menyebutkan bahwa berdasarkan Pergub tersebut, pemerintah kabupaten sebenarnya dapat melakukan penetapan harga dengan ketentuan yaitu membuat kesepakatan bersama dengan pihak pabrik perusahaan perkebunan pengolahan kelapa sawit.
Justru itu, pemerintah daerah mendorong agar masyarakat atau pekebun sawit yang selama ini hanya secara swadaya dapat bermitra dengan pihak perusahaan sehingga mereka dapat menikmati harga sesuai yang ditetapkan pemerintah.
Untuk bermitra itu, kata dia tentu ada kelompok masyarakat atau sebuah koperasi yang akan melegalkan kemitraan tersebut. Kemitraan itu tidak dapat dilakukan dengan personal atau perorangan.
Dari data yang disampaikan, luasan lahan perkebunan sawit di Kabupaten Pesisir Selatan mencapai 78 ribu hektare. Dari total luasan itu, 41 ribu hektar merupakan pekebun sawit sawdaya. Sementara, pekebun sawit yang sudah bermitra hanya sekitar 3 persen.
“Dan hari ini, yang mendapatkan tekanan itu adalah sawit-sawit yang berasal dari sawit swadaya. Terakhir saat harga sawit Rp2.200, itu harga sawit dari pekebun swadaya hanya Rp900. Jauh lebih murah,” tuturnya.
Mardianto menambahkan pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam terkait persoalan harga sawit yang tak berpihak kepada pekebun sawit swadaya.
“Tentu ini menjadi tanggung jawab dari seluruh elemen masyarakat yang ada, seluruh stakholder yang ada, bagaimana penetapan harga sawit ini dilakukan bersama-sama dengan pihak perkebunan pabrik pengolahan kelapa sawit, sehingga masyarakat pekebun swadaya ini dapat menerima harga yang layak,” ujarnya.
Pemerintah daerah mendorong bagaimana masyarakat pekebun sawit swadaya bergabung dalam suatu kelembagaan baik kelompok tani atau koperasi untuk menjalin kemitraan.
Untuk itu, Dinas Pertanian berharap agar bantuan dari seluruh tokoh masyarakat, pemerintah nagari dan kecamatan, supaya kelompok masyarakat tersebut diberikan pemahaman, sehingga berlembaga itu sangat penting dan kekuatan dari kelompok itu akan ada.
Menurut dia, sesuai regulasi, posisi tawar pemerintah daerah untuk menetapkan harga sawit tidak kuat cuma hanya dilibatkan dalam proses penetapan harga.
“ke depan kita harapkan bisa duduk bersama, setidaknya upaya nyata dari bupati bersama-sama dengan DPRD nanti akan mengundang seluruh pihak perusahaan perkebunan pabrik kelapa sawit, sehingga kita bisa menetapkan harga yang wajar untuk sawit swadaya. Selain itu, setidaknya ada turunan dari pemerintah provinsi agar pemkab punya kewenangan lebih,” tutupnya.
Pessel Minimal Butuh Tiga Pabrik Pengolahan Sawit
Kepala Dinas Pertanian, Mardianto mengatakan melihat dari luasan perkebunan sawit di Kabupaten Pesisir Selatan, minimal membutuhkan tiga pabrik pengolahan sawit.
Ia menyebutkan saat ini perusahaan atau pabrik pengolahan kelapa sawit terdiri dari lima pabrik yang dimiliki dua grup.
“Sebenarnya dari hitungan potensi, kita masih ideal untuk bisa mendirikan minimal tiga pabrik pengolahan kelapa sawit, sehingga harga yang ada di lapangan itu lebih kompetitif. Hari ini kompetitor hanya dua grup meskipun ada 5 perusahaan,” jelasnya.
Bahkan untuk mewujudkan harapan itu, kata dia, Bupati Pesisir Selatan sudah berkunjung ke bagian investasi pemerintah pusat. Salah satu isu yang dibawa bagaimana investor dapat membangun pabrik kelapa sawit.
Jika ada pabrik baru, maka akan terjadi persaingan harga karena adanya kompetitor baru.
“Dengan ada kompetitor baru, maka harga tentu relatif bersaing,” ungkapnya.(Re)