Gunungan abu sisa pembakaran batubara Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) tampak menumpuk tanpa pengelolaan memadai, di belakang PLTU Ombilin Kota Sawahlunto.
JURNAL SUMBAR | Sawahlunto – Tumpukan abu sisa pembakaran batubara Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) di belakang PLTU Ombilin Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, terlihat menggunung.
Tak ayal, gundukan abu tersebut mengancam kesehatan warga di daerah itu. Diduga, tumpuk tanpa pengelolaan memadai, yang nyaris seperti gurun abu yang mengancam kehidupan warga di sekitarnya itu mengkuatirkan kesehatan warga.
Pemandangan tak sedap itu terlihat di belakang PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Ombilin dan kini berubah menjadi bukit kelabu raksasa.
Gunungan abu sisa pembakaran batubara Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) tampak menumpuk tanpa pengelolaan memadai, nyaris seperti gurun abu yang mengancam kehidupan warga di sekitarnya.
Dari hasil pantauan investigasi tim media, tumpukan FABA itu tidak tertutup sepenuhnya, bahkan sebagian hanya ditutupi terpal seadanya yang tampak robek dan tidak rapat.
Pada musim panas saat ini dan angin kencang, abu halus itu mudah beterbangan hingga ke permukiman, mencemari udara dan menempel di pernapasan warga, tanaman, hingga sumber air.
“Kami merasa seperti hidup berdampingan dengan racun. Kalau hujan, abu itu mengalir ke kebun dan parit, kalau panas dia beterbangan ke udara,” ujar salah seorang warga setempat yang enggan disebut namanya.
Ironisnya, papan bertuliskan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Fly Ash dan Bottom Ash terlihat berdiri di tengah tumpukan abu. Namun pertanyaannya, sampai kapan sementara itu berlangsung?
Tanpa sistem pemanfaatan atau pemindahan yang jelas, tumpukan FABA ini sudah menjelma menjadi bom waktu ekologis.
Berdasarkan PP No. 22 Tahun 2021, FABA memang tidak lagi dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), namun bukan berarti boleh ditumpuk sembarangan. Dalam praktiknya, limbah ini harus dikelola, dimanfaatkan, atau setidaknya dikendalikan dengan prosedur lingkungan hidup yang ketat.
“Ini sangat mencemaskan. Kita sedang menyimpan debu kematian di tengah kota sawahlunto. Jangan tunggu warga jatuh sakit dulu baru bertindak,” ujar warga lainnya.
Kebutaan Regulasi atau Pembiaran?
Berdasarkan data WHO (World Health Organization), partikel halus seperti abu batubara dapat menyebabkan penyakit pernapasan kronis, gangguan paru-paru pada anak-anak, bahkan kanker paru jika terpapar dalam jangka panjang. Tanpa pengendalian, warga Sawahlunto terancam menjadi korban perlahan-lahan dari pencemaran tak kasat mata itu.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Sawahlunto, Adrius Putra, seperti dikutip dari TINGKAP.CO meminta tanggapannya dihubungi melalui pesan WhatsApp, Jumat (20/6/2025) berjanji akan menindak lanjutinya. ” Siap akan kita tindak lanjuti dengan pihak PLTU,” jawabnya singkat. Faiz/TINGKAP.CO.