JURNAL SUMBAR — Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah sosok contoh yang baik yang menginginkan segenap umatnya berbahagia. Beliau merasakan penderitaan sejak awal dakwahnya, tetapi doalah yang terucap dari lisannya terhadap para perintang dakwahnya maupun kepada para pengikutnya. Demikian pula yang dialami para Rasul lainnya, dengan derajat yang dialaminya berbeda-beda.
Hal ini dikisahkan dalam Firman Allah
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (Q.S. At Taubah: 128)
Pintu-pintu menebar manfaat dan kebaikan serta membahagiakan orang lain sangat banyak. Dari hal yang sederhana, dengan menyapa atau tersenyum kepada kawan, rekan kerja, tetangga; hingga yang memberikan bantuan materi harta kepada yang membutuhkan. Dari sekedar menyingkirkan duri di jalan hingga ikut gotong royong memperbaiki rumah tetangga. Dan banyak lagi jenisnya.
Untuk apa kita harus membahagiakan orang lain. Matematika Allah itu juga menghitung apa yang kita perbuat pada orang lain. Jika kita ingin lapang hidupnya, lapangkanlah orang lain. Jika kita ingin diangkat kesusahan hidup kita, bantulah mengangkat kesusahan orang lain. Jika ingin dibantu orang lain, bantulah terlebih dahulu orang lain, begitu seterusnya. Seperti yang disebutkan oleh Allah dalam Surah Al Isra ayat 7
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ ۖ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا ۚ
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri. (Q.S. Al Isra: 7)
Kita harus berusaha mengangkat dan menghilangkan keengganan kita untuk berbuat baik dan membuat orang lain senang. Karena dengan demikian, Allah akan melakukan hal yang demikian pula pada hati orang lain kepada anda. Dan pasti itu yang kita juga inginkan, kita dibantu orang lain saat membutuhkan bantuan, kita ingin dihibur saat sedih, kita ingin dilapangkan nafkahnya dengan bantuan orang lain, dan sebagainya.
Jangan sampai kita menjadi sosok SMS.
Susah Melihat orang lain Senang
Senang Melihat orang lain Susah
Sifat SMS yang demikian itu disebut dengan penyakit hasad. Penyakit ini mengakibatkan si penderita tidak ridha dengan qadha’ dan qadar Allah Azza wa Jalla, sebagaimana perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah :
“Sesungguhnya hakikat hasad adalah bagian dari sikap menentang Allah Azza wa Jalla, karena ia (membuat si penderita) benci kepada nikmat Allah Azza wa Jalla atas hamba-Nya; padahal Allah Azza wa Jalla menginginkan nikmat tersebut untuknya.
Hasad juga membuatnya senang dengan hilangnya nikmat tersebut dari saudaranya, padahal Allah benci jika nikmat itu hilang dari saudaranya. Jadi, hasad itu hakikatnya menentang qadha’ dan qadar Allah Azza wa Jalla.
Jadi, daripada kita disibukkan dengan menakar dan menghitung kebahagiaan yang dimiliki orang lain, lebih baik kita disibukkan dengan memperbaiki ketaatan kita kepada Allah, serta disibukkan dengan menebar manfaat kepada orang lain. Yang demikian, akan membuat hati kita senantiasa berseri, ringan tak ada beban hidup yang mengganjal, sehingga aka berdampak pada produktivitas kita baik sebagai insan maupun sebagai hamba Allah.
Sebagaimana telah disabdakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
خير الناس أنفعهم للناس
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain. (HR. Ahmad, Thabrani, Daruqutni)
Wallahu a’lam bishshawaab
==============================
Materi ceramah ini bisa disimak di Youtube link:
https://youtu.be/cRg2r4oPw_U
Lebih lengkap dengan ceramah saya, bisa disimak di Youtube Channel saya :
https://www.youtube.com/