Saksi Ahli: Pidana Suap, Itu Harus Ada Kesepakatan Antara Pejabat dengan Si Penyuap

Jurnal Sumbar

JURNAL SUMBAR | Padang – Tindak pidana suap, itu harus ada kesepakatan antara pejabat (pejabat pemerintah-red) dengan si penyuap. Uang dan objek perkaranya harus berhubungan dengan penyuap dan si penerima suap. Dan, niat yang bisa dihukum adalah, niat jahat.

Demikian dikemukakan Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, Dr. Boy Yendra Tamin, SH, MH ketika dimintai pendapatnya di sidang dugaan suap Bupati Solok Selatan, Muzni Zakaria dengan Terdakwa Muhamad Yamin Kahar, Selasa, 2 Juni 2020 di Pengadilan Negeri Padang.

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Yoserizal dan dibantu Hakim Anggota, Zalekha dan Mhd Takdir. Hadir langsung 2 orang JPU KPK, 3 orang online di kantor KPK di Jakarta, dan 4 orang PH Terdakwa Yamin Kahar, dan Terdakwa Muhammad Yamin Kahar sendiri.

Boy Yendra Tamin yang akrab disapa Boy itu menjelaskan, suap termasuk tindak pidana korupsi. “Mens rea-nya (dilakukan dengan niat jahat-red), tergantung perbuatan terdakwa dengan pejabat pemerintah,” jelasnya. “Tindak pidana suap harus ada dua pihak, yaitu ada pemberi dan ada penerima,” tambahnya.

Lebih lanjut dijelaskan Boy, Pasal 55 KUHP, subjek hukumnya adalah pejabat dan pemberi suap. “Kalau Pasal 64 KUHP, itu perbuatan berlanjut. Dan, itu ada batasan waktunya, yaitu 4 hari,” jelasnya. “Kalau lebih dari 4 hari, itu bukan perbuatan berlanjut lagi namanya,” tegasnya.

Dikatakan Boy, bila dalam proses penyidikan disangkakan Pasal 55 KUHP, kemudian didakwaan diubah menjadi Pasal 64 KUHP, dakwaannya tidak sempurna, atau bahasa lainnya, cacat hukum. “Kalau ada unsur Pasal 55, tapi di dakwaannya tidak dipakai Pasal 55, dakwaannya batal demi hukum,” tegas Boy. “Dakwaan itu perasan dari berkas perkara, atau sarinya berkas perkara,” tambahnya.

PERANTAU SIJUNJUNG

Tekait kepastian hukum, Boy Yendra Tamin menjelaskan, siapa yang berbuat, dia lah yang harus bertanggungjawab. “Kalau tidak, itu berarti asumsi, seolah-olah,” jelasnya. “Keadilan dan kepastian hukum adalah kebenaran hukum. Kepastian hukum harus diawali dengan dakwaan, dan unsur hukumnya harus terpenuhi,” tambahnya.

“JPU itu terikat dengan Pasal yang didakwakan, dan itu harus dibuktikan di persidangan,” tegas Boy Yendra Tamin.

Terkait kewenangan Bupati, Boy mengatakan, Bupati tidak bisa mengintervensi panitia lelang untuk memenangkan seseorang atau suatu perusahaan. “Lelang harus melalui proses lelang, mulai dari pengumuman lelang, memasukan penawaran, evaluasi tawaran, sampai pengumuman pemenang lelang. Kalau tidak ada sanggahan, pemenangnya sah secara hukum,” jelasnya.

“Kalau ada indikasi suap pada proses lelang, uangnya harus kongkrit, jelas jumlahnya, dan harus dibuktikan,” tegas Boy Yendra Tamin. “Dan, Pasal 55 KUHP, tindak pidana suap itu harus ada dua pihak, yaitu pihak pemberi dan pihak penerima. Kalau tidak, batal demi hukum,” tegasnya. “Suap itu harus ada janji. Kalau tidak, itu gratifikasi,” tambahnya.

“Rekaman, itu petunjuk untuk mendukung alat bukti lain,” jawab Boy ketika ditanya PH Yamin Kahar sembari menegaskan, petunjuk harus didukung dengan bukti lain.

Seperti diketahui, Muhamad Yamin Kahar didakwa oleh JPU KPK menyuap Bupati Solok Selatan, Muzni Zakaria terkait proyek pembangunan Masjid Agung dan Jembatan Ambayan di Solok Selatan. (Tim)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.