Laporan Anton di Sijunjung;Surau Simauang Menyimpan Tafsir Kuno dan Kitab Ilmu Falaq

2196

JURNAL SUMBAR | Sijunjung – Sebuah asset tersembunyi kembali dihadirkan dari Ranah Lansek Masih, kali ini adalah sebuah bangunan surau tua, Surau Simauang, peninggalan Syekh Malin Bayang. Hingga sekarang di sini tersimpan sedikitnya 86 manuskrip kuno (arab melayu), selain bangunan surau tuo sisa peradaban masa lampau. Mau tau kisahnya ? Berikut hasil penelusuran Anton dari Sijunjung.

Bila berkunjung ke Kabupaten Sijunjung, jangan lewatkan sejenak singgah ke obyek yang satu ini, situs cagar budaya Surau Simauang. Berlokasi tepatnya di Jorong Tapian Niaro, Nagari Sijunjung, Kabupaten Sijunjung. Sebuah fasilitas kuno sisa kejayaan Islam di masa lampau, peninggalan Syekh Malin Bayang. Setidaknya untuk berziarah. Berjarak hanya sekitar 10 km dari pusat ibu Kabupaten Sijunjung, Nagari Muaro.

Pada masanya, sekitar tahun 1800-an, puluhan hingga ratusan orang dari berbagai penjuru daerah berdatangan ke sini menuntut ilmu dan mendalami ilmu agama. Mulai dari ilmu fiqih, tauhid, perukunan, ilmu tafsir, sampai ilmu falaq dan kesehatan. Serta masih banyak lagi.

Selanjutnya setelah dirasa mampu, mendapat bai’at, masing-masingnya kembali ke kampung untuk mengabdi, jadi guru, Imam, Khatib, billal, guru mengaji. Sebahagian lainnya ada pula nemilih menetap tinggal di Sijunjung, hingga berkeluarga di Sijunjung.

Begitu banyak cerita religius terukhir di komplek perguruan Surau Simauang, Nagari Sijunjung, Kabupaten Sijunjung. Sampai-sampai pada masanya komplek Surau Simauang berperan penting mewarnai syiar Islam di Ranah Bundo, Minangkabau.

Namun lagi-lagi, seiring berjalannya waktu, kejayaan syiar Islam berangsur mumudar. Bangunan berusia ratusan tahun ini kondisinya terlihat menyedihkan, melapuk dimakan rayap. Bagian atap berkarat (parah), dinding, dan lantai, tak lagi layak pakai. Bila turun hujan, air merembes masuk ke dalam.

Syekh Malin Bayang merupakan murid Syekh Ahmad yang memiliki padepokan di Subarang Sukam, Kampung Calau, Nagari Muaro. Syekh Ahmad sendiri tercatat sebagai pewaris, sekaligus berstatus keponakan dari Syekk Abdul Wahab, Kampung Calau.

Selain pada Syekh Ahmad, diriwayatkan Syekh Malin Bayang juga pernah berguru pada Syekh Ghaib Padang Ganting, Syekh Talawi, dan Syekh M Yatim. Pucuk bulat keguruan sampai pada Syekk Muchsin, Syekh Burhanuddin, Syekh Abdurrauf, hingga Syekh Ahmad Kusasi. Seluruhnya bermashab Tareqat Syatariyah.

Pewsris sekaligus Imam Surau Simauang, A. Malin Bandaro Tuangku Mudo, menjelaskan, perguruan Surau Simauang meninggalkan banyak bukti sejarah, yakni dalam bentuk manuskrip arab melayu dan kitab-kitab kuno. Bahkan di sini juga tersimpan sebuah tafsir jalalen asli dari kertas pertama buatan eropa, sekitar tahun 1.400-an, tinta getah jua, sampul kulit unta. Kitab Hadish sahih kuno.

Berikut kitab kuning (kitab hgundul,, nizan qurub (ilmu taqwin, hisab dan falaq), fiqih, tasawuf, tauhid, ilmu kitab, perukunan, hingga ilmu kesehatan, pengobatan, teknologi. Semuanya peninggalan Syekh Malin Bayang.

Manuskrip-manuskrib ini berasal dari para syekh dan guru-guru terdahulu berbagai penjuru negeri, dibawa dari daerah Arab. Sebahagian lainnya ditulis langsung Syekh Malin Bayang.

Setelah kembali disusun dan dikelompokkan beberapa setahun lalu, dibantu tim akademisi Unand, UNP, UIN Padang, jumlah naskah/manuskrip milik Surau Simauang seluruhnya mencapai 88 kelompok.

“Awalnya 86 kelompok, namun setelah disusun ulang, menjadi 88 kelompok. Kegiatan penelitian serupa juga sering digelar para akademisi di sini,” ujarnya, Kamis (29/4).

Lebih lanjut diungkapkannya, di komplek Surau Simauang terdapat lima gedung, dengan gedung utamaadalah Surau Tuo, Surau Simauang, berdinding kayu, lantai kayu, dan atap seng lancip. Kemudian didukung empat gedung lainnya, yakni pustaka mini tempat penyimpanan file-file/ manuskrip kuno, rumah tempat tinggal imam Surau, serta fasilitas komplek pemakaman dan Surau Baru (masih bernama Surau Simauang-red) tempat ibadah sehari-hari.

“Surau Simauang asli tidak layak lagi dipakai, karena sudah lapuk. Maka untuk ibadah sehari-hari, khususnya shalat lima waktu, para jamaah melaksanakan ritual di surau baru,” sebutnya.

Untuk mempertahankan nama dan marwah Surau Simauang, saat ini berbagai kegiatan dan ritual keagamaan masih tetap dilaksanakan di komplek Surau Simauang, disertai kegiatan wirid pengajian, membaca Alquran oleh anak-anak.

“Terkadang saya merasa kecewa melihat keadaan, perhatian pemerintah ke komplek ini sangat minim. Namun dengan segala upaya saya tetap berusaha/ berjuang menghidupkan kegiatan keagamaan/religi. Bahkan bangunan utama sudah lapuk, terancam ambruk,” ujarnya, sedih.

Bila ada pihak yang bersedia membangun pondok pesantren dalam bentuk yayasan atau dibawah naungan emerintah, pihak ahliwaris siap menghibahkan tanah, berapapun dibutuhkan. Dimana saat ini berbagai kegiatan ibadah, ritual keagamaan masih terus berlangsung, termasuk ritual basuluk, shalat empat puluh.

“Kami ingin bagaimana Surau Simauang ini dapat kembali menjadi pusat menimba ilmu agama di Sijunjung. Serta pusat kajian ilmu pengetahuan berbasis Islam,” tegasnya.

Ditambahkan Ketua BMN, Yasir Hamdi Malato, berbagai langkah dan upaya telah dilakukan pihak nagari untuk menghidupkan kembali semarak Islam di komplek Surau Simauang. Namun hasilnya masih belum optimal.

Maka dari itu Ia mengharapkan dukungan dari Pemerintah Daerah, bagaimana supaya fasilitas ini dapat kembali hidup berkembang, dan syiar Islam semarak di bumi Sijunjung. sumber; padeks/atn

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here