Membandingkan Unsur Struktural Pada Fabel Persahabatan Singa dan Tikus, Gajah dan Semut, Semut dan Merpati

Oleh M Taufan Riyanto

1830

Membandingkan Unsur Struktural Pada Fabel Persahabatan Singa dan Tikus, Gajah dan Semut, Semut dan Merpati

Fabel adalah cerita yang menggambarkan watak dan budi manusia melalui tokoh hewan. Cerita ini umumnya merupakan salah satu dongeng yang menarik perhatian anak-anak. Cerita fabel secara etimologis berasal dari bahasa latin fabulat yang berarti cerita tentang kehidupan hewan dengan perilaku menyerupai manusia.

Menurut Nurgiyantoro, cerita binatang (fabel) adalah salah satu bentuk cerita (tradisional) yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita. Binatang-binatang tersebut dapat berpikir dan berinteraksi layaknya komunitas manusia, dengan permasalahan hidup layaknya manusia.

Salah satu ciri fabel adalah karakter tokohnya tidak diuraikan secara terperinci. Tokoh-tokoh biasanya binatang. Watak tokoh para binatang digambarkan seperti manusia ada yang baik ada juga yang buruk. Tokoh para binatang bisa berbicara seperti manusia. Fabel menggunakan latar alam seperti hutan, sungai, kolam, dan lainnya. Tujuan cerita fabel ada dua, yakni menghibur pembaca dan media untuk mengajarkan pendidikan moral yang mengandung nilai luhur, yaitu pengenalan tentang budi pakerti.

Fabel dibedakan menjadi dua jenis, yaitu fabel klasik dan fabel modern. Fabel klasik merupakan cerita fiksi tentang binatang yang telah ada sejak zaman dahulu, bahkan tidak diketahui waktu kemunculannya secara persis. Kisah ini telah diwariskan secara turun menurun kepada anak cucu secara lisan. Contoh dari fabel klasik adalah fabel Singa dan Tikus, Gajah dan Semut, Semut dan Merpati.

Sastra bandingan adalah ilmu analisis yang berupaya membandingkan suatu karya sastra dengan karya lainnya, baik dari segi genre, waktu, pengarang, sejarah dan pengaruh. Sastra bandingan sering dianggap sebagai studi menganalisis sastra secara keseluruhan.

Fabel Singa dan Tikus menceritakan tentang kehidupan dua hewan yang sangat bertolak belakang. Singa dikenal sebagai penguasa hutan yang kuat dan gagah. Sedangkan, tikus adalah seekor hewan bertubuh kecil yang penakut dan gemar bersembunyi.

Dikisahkan di hutan belantara hiduplah seekor Singa yang sombong. Pada suatu saat Singa tidur siang dan terganggu oleh seekor Tikus. Lalu, Singa ingin memakan Tikus karena ia marah. Akan tetapi, Singa merasa iba kepada Tikus karena Tikus memohon untuk membebaskan dirinya. Lalu, Tikus mengucapkan terima kasih kepada Singa dan menganggap sebagai hutang budi kepada Singa.

Bebera hari kemudian, datanglah pemburu ke hutan dan menjerat tubuh Singa yang membuat Singa terperangkap di dalam jeratan tali. Singa yang sedang terperangkap membuatnya tidak berdaya, lalu singa menangisi kejadian yang menimpanya. Kemudian, datanglah Tikus yang mendengarkan jeritan Singa yang sedang terperangkap. Lalu, Tikus ingin membalas budi kepada Singa dan seketika Tikus menggigit tali dan talipun terlepas. Setelah tali terlepas, Singa mengucapkan terima kasih dan tidak menyangka hewan sekecil Tikus bisa menyelamatkan diri Singa dari jeratan perangkap pemburu.

Fabel yang kedua, yaitu Gajah dan Semut. Dahulu kala disebuah hutan yang sangat rimba. Hiduplah bermacam-macam binatang, dari yang paling kecil seperti Semut dan binatang yang paling besar seperti Gajah.

Gajah memiliki sifat yang sangat angkuh, ia mengakui dirinya binatang yang paling kuat. Gajah binatang yang disegani di hutan karena berhasil mengalahkan Harimau si raja hutan. Gajah dengan mudah mengalahkan Harimau, dengan belalainya yang Panjang, Harimau diangkat tinggi-tinggi dan dibanting ke tanah. Karena dapat mengalahkan Harimau, Gajah mengaku sebagai penguasa hutan rimba yang baru.

Pada suatu hari, datanglah seekor Semut yang tidak sengaja menggigit kaki Gajah. Gajah yang merasa dirinya besar merasa marah karena seekor semut binatang yang kecil telah mengganggunya dan Gajah pun ingin membunuh Semut dengan cara menginjaknya. Akan tetapi, ketika semut merasa ketakutan, Gajah pun memebebaskannya dan membuat Semut berhutang budi kepada Gajah.

Suatu hari, semut mencari makan, ia melihat seorang pemburu mengincar gajah sahabatnya. Semut dan kawanannya segera menggigit tangan dan kaki pemburu. Pemburu kaget hingga meninggalkan tempat itu. Gajah sangat berterima kasih kepada Semut dan teman-temannya. Persahabatan mereka semakin erat dan mereka hidup bersama dengan rukun dan gembira.

Fabel yang ketiga, yaitu Semut dan Merpati. Suatu hari, ada seekor Semut yang jatuh ke sungai, lalu ia pun meminta pertolongan. Melihat Semut membutuhkan pertolongan, seekor Merpati pun membawa selembar daun dan menolong semut tersebut keluar dari sungai.
Beberapa waktu kemudian, Semut melihat seorang pemburu yang sedang menargetkan burung Merpati tadi untuk ditembaknya. Setelah melihat hal itu, Semut pun menggigit si pemburu hingga kesakitan dan tembakannya pun meleset dari sang Merpati.

Analisis perbandingan dari ketiga Fabel tersebut dapat dilihat dari segi unsur intrinsik pada fabel tersebut. Seperti tema, tokoh penokohan, latar, alur, sudut pandang, amanat.

Tema yang terdapat pada ketiga fabel tersebut adalah tema persahabatan dan balas budi yang dilakukan kedua hewan yang pada awalnya saling bertolak belakang.

Pada fabel Singa dan Tikus, Gajah dan Semut mempunyai penokohan yang sama, yaitu Singa dan Gajah sama-sama hewan yang ditakuti, garang akan tetapi, ketika ia berada dalam kesulitan dan dibantu oleh seekor Tikus pada fabel Singa dan Tikus dan seekor Semut pada fabel Gajah dan semut sifatnya berubah menjadi hewan yang baik dan bersahabat dengan hewan yang lebih kecil darinya. Berbeda dengan Fabel Merpati dan Semut yang memang pada awalnya mereka hewan yang saling bersahabat.
Latar pada fabel Singa dan Tikus dan fabel Gajah dan Semut mempunyai persamaan dalam latar tempat dan suasana, yaitu latar tempat yang berada di hutan berantara dan mempunyai latar suasana yang sama. Sedangkan, pada fabel Merpati dan Semut mempunyai latar tempat yang berbeda, latar tampat pada fabel ini berlatarkan di pinggir sungai di tengah hutan.

Alur cerita pada ketiga fabel tersebut mempunyai kemiripan, yaitu sama-sama menceritakan hewan yang terperangkap jeratan pemburu, dan tidak tau kisah ini pertama muncul dan bicarakan secara lisan oleh masyarakat di dunia karena fabel ini merupakan jenis fabel klasik.

Amanat yang terkandung mempunyai persamaan, yaitu selalu bersikap balas budi kepada orang yang telah menolong kita. Meskipun sebenarnya mereka tidak mengharap imbalan atau balasan, sudah hal yang lumrah jika orang yang telah membantu kita sedang mengaami kesusahan, maka kita harus membantunya. Selain itu, kita sebagai orang janganlah merasa besar dan menganggap orang yang lebih kecil dari kita itu lebih rendah derajatnya dari kita. Seperti akhir percakapan pada Fabel Singa dan Tikus “sungguh aku tidak menyangka, hewan sekecil dirimu dapat menolong aku hewan yang lebih besar dari dirimu.” Lalu, Tikus menjawab “janganlah engkau melihat siapa orang itu atau lebih kecilkah dari dirimu! Karena sesuatu yang kecil pasti mempunyai kelebihan.”

Begitulah perbandingan sastra antara ketiga fabel tersebut, setiap karya sastra pasti mempunyai persamaan atau perbedaan, hubungan atau pertalian antara dua atau lebih karya sastra. Sastra bandingan juga mempunyai fokus kajiannya, yaitu membandingkan dua karya sastra dari dua Negara yang bahasanya benar-benar berbeda. Memabandingkan dari dua Negara yang berbeda dalam bahasa yang sama. Membandingkan karya awal seorang pengarang di Negara asalnya dengan karya setelah berpindah kewarganegarannya.

Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here