Sempat Lampaui Target Nasional, Kini Prevalensi Stunting Sawahlunto Naik dan Masuk Zona Merah
Inilah kondisi Prevalensi Stunting Sawahlunto Naik dan Masuk Zona Merah
JURNAL SUMBAR | Sawahlunto – Parah, terhitung pada 2024, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Prevalensi Stunting Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, mengalami kenaikan yang sangat signifikan dan Masuk Zona Merah dengan posisi nomor buncit (19) di Sumbar setelah Kota Bukittinggi.
Apa penyebabnya tak jelas, bahkan angka kemiskinan dan pengangguran juga meningkat.
Pada tahun 2022, Pemerintah Kota Sawahlunto, telah berhasil mencapai target penurunan angka gagal tumbuh atau stunting sebesar 13,7 persen. Angka tersebut jauh melampaui target prevalensi stunting nasional yang ditetapkan pemerintah pusat sebesar 14 persen.
Pada 2023, prevalensi stunting di Kota Sawahlunto justeru malah mengalami kenaikan hingga 19,5 persen atau naik mencapai 5,8 persen dari 13,7 persen. Parahnya lagi, pada tahun 2024, prevalensi stunting Kota Sawahlunto tembus di angka 20 persen dan mengalami kenaikan 0.5 persen sehingga menempatkan prevalensi stunting Sawahlunto di zona merah diposisi 19 di Sumbar.
“Padahal, sebelumnya prevalensi stunting Sawahlunto mengalami penurunan signifikan. Kok sekarang naik, dimana akar masalahnya,”ujar sejumlah tokoh masyarakat setempat kepada Jurnalsumbar.Com, Selasa (14/10/2025).
“Padahal kala itu prevalensi stunting Sawahlunto waktu masih di atas rata-rata Provinsi Sumbar yang masih di angka 25,2 persen, artinya Sawahlunto masih yang paling rendah dibandingkan dengan seluruh kabupaten/kota lain di Sumbar.
“Waktu itu, aksi penurunan stunting dilaksanakan melalui lima pelayanan, yaitu pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), pelayanan gizi, pelayanan PAUD, pelayanan air minum-sanitasi dan pelayanan sosial. Itu salah satu faktor yang mempercepat penurunan stunting di Sawahlunto kala utu. Termasuk adanya Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Tingkat Kecamatan, kemudian juga ada Tim Pendamping Keluarga (TPK). Melalui dua tim tersebut ditambah sinergi dengan stakeholder (pemangku kepentingan) lainnya maka program penurunan stunting berjalan lancar dan semakin baik,” tambah sumber itu.
Sumber itupun menjelaskan, TPK tersebut terdiri dari unsur PKK, kader KB dan tenaga kesehatan.
“Mereka bertugas mendampingi keluarga berisiko stunting yaitu jika di dalam keluarga itu ada calon pengantin, pasangan usia subur, ibu hamil dan menyusui serta anak usia 0-59 bulan,” tambahnya.
Lantas kenapa di tahun 2023-2024 prevalensi stunting Kota Sawahlunto mengalami kenaikan? Entah lah hanya mereka yang tahu. Yang jelas Data BPS tahun 2024 prevalensi stunting di Kota Sawahlunto mengalami kenaikan dan menempatkan Sawahlunto di zona merah dengan nomor (19) buncit di Sumbar.
“Untuk mengatasi stunting, itu tentu bukan kerja Dinkesdalduk KB saja, ada peran dari seluruh OPD, juga berbagai lembaga/instansi serta pihak-pihak lain, karena persoalan stunting tidak bisa dikerjakan tanpa dukungan bersama. Kesediaan masyarakat untuk didampingi dan melaksanakan arahan-arahan tentang mencegah dan menangani stunting juga sangat menentukan suksesnya penurunan prevalensi stunting,” kata sumber itu kecewa.
Artinya, Sawahlunto telah gagal mempertahankan turunnya angka prevalensi stunting tersebut. Siapa yang salah.?
“Kita tak perlu menyalakan siapa – siapa, dari sekarang harus memperbaiki. Sebab, persoalan stunting tidak boleh dianggap sepele atau dimasukkan dalam hal-hal seremonial saja, karena menurunkan prevalensi stunting ini memiliki urgensi tinggi untuk membentuk generasi penerus yang sehat, kuat dan unggul,”tambah tokoh itu lagi kecewa atas naiknya stunting.
Dibagian lain, ia menyebutkan dari data BPS Kota Sawahlunto, sejak tahun 2018-2020, Tingkat Kemiskinan di Kota Sawahlunto mengalami penurunan yang signifikan.
Terjadinya pandemic Covid 19 sejak tahun 2020, menyebabkan tingkat Kemiskinan di Kota Sawahlunto mengalami peningkatan, yaitu dari 2,16 persen tahun 2020 menjadi sebesar 2,38% di tahun 2021. Akan tetapi, angka
itu merupakan tingkat Kemiskinan terendah se Indonesia.
Tahun 2022 dan tahun 2023, angka kemiskinan di Kota Sawahlunto kembali turun menjadi 2,28 % dan 2,27% yang juga merupakan Angka Kemiskinan Terendah se- Indonesia. Ini membuktikan, program peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya penanggulangan kemiskinan di Kota Sawahlunto mampu memberikan hasil yang positif untuk kesejahteraan masyarakat.
Dari data terakhir tahun 2024, angka kemiskinan Kota Sawahluto kembali menagalami kenaikan menjadi 2,33 %, dan menjadi terendah Ketiga se Indonesia. “Itulah kondisinya saat ini,”sumber itu menambahkan.
Kenaikan Prevalensi Stunting Kota Sawahlunto itu terjadi dimasa transisi, kala itu walikotanya dijabat PJ Walikota Dr. Zefnihan, AP.M.Si., dan juga dimasa PJ Walikota Fauzan Hasan S.STP., M.Si.,dan berlanjut di era Walikota Sawahlunto Wali Kota Sawahlunto Riyanda Putra, S.IP dan Wakil Wali Kota Sawahlunto Jeffry Hibatullah.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Sawahlunto, dr. Ranu Vera pun tak menampiknya.
“Multifaktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan kasus stunting. Perlu optimalisasi penanganan stunting baik melalui intervensi spesifik maupun intervensi sensitif. Untuk bidang kesehatan mll intervensi spesifik, akan ditingkatkan melalui upaya pencegahan stunting pada sasaran bumil dan remaja putri dengan pemberian tablet Fe, edukasi gizi, dan sebagainya,”jelas Kadis Kesehatan.*


